Chapter 2Y

14.4K 216 27
                                    

Tapi tandanya?

Yuri berkata di hati, "tanda apa itu? Seperti bekas luka?" beberapa kali Yuri mengerjapkan matanya lagi.

Ternyata tanda itu berwarna kecoklatan, kulit permukaannya sedikit kasar seperti bekas luka. bentuknya memanjang kira-kira dua centi Ke bawah.

Yuri mencoba bangun, namun kepalanya masih terasa sedikit sakit.

Suara-suara berat khas pria yang di dengar olehnya membuat ia penasaran siapa saja orang-orang yang ada di dekatnya ini.

Untuk beberapa saat lagi-lagi mata Yuri tertarik memandangi punggung lebar berkulit putih yang tengah menyandar pada sofa tempatnya berbaring ini. Entah dorongan keberanian dari mana, jari-jemarinya bergerak menyentuh tepat di tanda itu berada.

Sejenak Yuri dapat merasakan pemilik punggung yang di sentuhnya menjadi tegang kemudian seketika kulitnya jadi merinding.

Pemilik punggung itu berbalik memandang orang yang menyentuhnya.

"Ryu?" kata Yuri kaget tanpa suara.

Ternyata punggung dengan tanda luka itu milik Ryu, pantas ia merasa tidak asing melihatnya. Ryu memang sering bertelanjang dada dirumah. Yuri selalu berteriak kesal pada Ryu gara-gara kebiasaannya itu.

Yuri tersenyum kecil melihat wajah aneh yang di tunjukan Ryu saat badannya berbalik ke arahnya.

"Yu-yuri, kau sudah sadah? Ah Syukurlah," Ryu segera mendekapnya erat-erat.

Pipi Yuri menempel tepat di kulit dada Ryu.

Wajah Yuri jadi memanas, ia memejamkan matanya karena perasaan nyaman yang perlahan menyusup kehatinya, "hangat, debaran jantung Ryu cepat sekali. Hmm...ini wangi...wangi...parfum sabun mandinya," pikir Yuri dihati belum menyadari keadaan.

"Hei Ryu, gadismu sudah sadar?" Kenzie berdiri di belakang Ryu.

Toru segera maju mendekat, "tolong minggir sebentar, aku akan memeriksanya."

"Ha..ha..ha.. Ryu handukmu hampir merosot tuh, betulkan dulu," Yoshi tertawa keras.

Sebelah tangan Ryu menggapai-gapai berusaha membenarkan handuk yang melilit di pinggangnya. Yuri terdiam mendengar suara-suara di sekitarnya. Ia memandang wajah mereka satu-satu.

"Apa, handuk?! me-mereka-mereka nyata? ka-kau tidak berpakaian? Kau hanya memakai ha-handuk?" tanya Yuri gugup.

Ryu tersenyum kecil, "aku...lupa" bisiknya.

"Apa?! Kyaaaaa...kyaaaa...kyaaaa..!" Yuri berteriak histeris.

Ryu dan teman-temannya jadi panik, ia segera membekap mulut istrinya.

"Sstt...tenanglah Yuri, nanti tetangga menyangka yang tidak-tidak."

Yuri tetap berontak berusaha melepaskan diri, ia memukuli dada Ryu. Teman-teman Ryu bengong saja melihatnya.

"Hei-hei, tolong hentikan. Jangan memukul terlalu keras, uhuk-uhuk-uhuk...kau mau kemana?" Ryu terbatuk.

Yuri segera menjauh setelah berhasil mendorong Ryu.

"Yuri, aku mohon jangan berlari lagi. Kau baru tersadar dari pingsan. Kemarilah, nanti kau terjatuh."

"TIDAK...!!" teriak Yuri sekali lagi.

Bagaimana tidak, Yuri baru jelas melihat Ryu hanya memakai handuk saja untuk menutupi pinggang sampai lututnya.

"Huh, ya ampun. Apa yang baru saja terjadi? Ryu tidak memakai baju dan dia menempelkan pipiku di dadanya? Aaaggh...dasar mesum!!" gerutu Yuri di hati.

"Yuri?" panggil Ryu sambil mendekat.

"Jangan mendekat, kenapa kau hanya memakai handuk saja, hah?! aku kan sudah bilang jangan bertelanjang dada sembarangan!!"sewot Yuri.

Teman-teman Ryu masih bengong dalam posisinya.

Ryu meletakan kedua tangannya di pinggang, "istriku, aku baru selesai mandi saat mengetahui kau pingsan," jelasnya.

Tadi Ryu sangat mencemaskannya sehingga lupa mengenakan pakaian setelah keluar dari kamar mandi.

"Hei, kenapa kalian masih meributkan masalah telanjang- telanjang sih? kaliankan sudah menikah. Pasti sudah tidur bersama dan...hmfghgmmf...."

Toru segera membekap mulut Yoshi.

"He...tolong jangan dengarkan dia, silahkan di teruskan lagi."

Kenzie menjitak kepala Yoshi karena gemas, mulut temannya yang satu ini memang harus di lem supaya tidak bicara macam-macam.

Ryu melirik kesal kearah Yoshi.

Yuri jatuh terduduk, "apa yang dikatakan Yoshi? Berarti mereka sudah tahu aku dan Ryu sudah menikah?" gumannya pelan.

Ryu duduk di depan Istrinya, kemudian mulai berhitung di hati karena sudah melihat perubahan wajah istrinya.

"Satu..dua..tiga..em.."

"Hiks-hiks huwaaa...!" Yuri menangis dengan keras.

Toru segera melepaskan Yoshi karena terkejut melihatnya. Ketiga teman Ryu tidak dapat menyembunyikan wajah heran mereka. Baru pertama kali mereka melihat gadis sebesar Yuri menangis dengan keras seperti itu.

Beberapa kali Ryu menghela napas, ia membiarkan Yuri menangis melampiaskan segala perasaan dan beban pikirannya.

"Ryu, gadismu-dia menangis. Kenapa kau diam saja?" bisik Kenzie sambil duduk di sebelah Ryu.

"Sstt..." jawab Ryu, sebelah tangannya menopang dagu.

Lama-lama suara tangisan Yuri mengecil, matanya yang basah memandang sekitarnya. Empat orang pria duduk di dekatnya sambil memerhatikan dirinya yang sedang menangis.

Yuri merasa malu, ia menutupi wajahnya dengan tangan kemudian kembali menangis dengan keras.

"Sampai kapan dia akan menangis?" bisik Toru.

"Sstt..."

Toru menghela napas kecewa karena tidak mendapatkan jawaban dari Ryu. Yoshi sudah siap bertanya namun ia mengurungkan niatnya karena Toru dan Kenzie memelototinya.

"A-aku tidak mau di keluarkan dari sekolah," kata Yuri setelah beberapa saat di sela isak tangisnya.

"Itu tidak akan terjadi," kata Ryu santai tanpa bergerak dari posisinya.

Yuri kembali menangis dengan keras, ia tidak peduli pada orang-orang yang tengah memerhatikannya.

'Ting-tong...ting-tong'

Suara bel pintu apartemen mereka berbunyi.

"Huh, siapa sih?" Ryu beranjak malas dari tempatnya.

Early weddingWhere stories live. Discover now