Chapter 2U

13.5K 225 19
                                    

"Dan kedinginan, ingat itu. Kita kehujanan, Ryu sampai sakit deman. jadi kau saja yang mencarinya sendiri. Telpon kami bila kau sudah menemukannya, ok?" Toru hendak tidur di jok belakang, ia meletakan kedua tangannya dibelakang kepala.

"Hei, kejadian itu-kan sudah lama sekali. Waktu itu kita masih kelas sepuluh. Kenapa kalian menyalahkanku terus hah?! Aku tidak salah tau..!!" sewot Yoshi tidak terima.

Toru dan Kenzie kompak menyipitkan matanya kemudian melipat tangannya di dada.

Yoshi menelan ludah melihat Toru yang mulai melemaskan otot tangannya.

"E...anu..e...i-iya, aku salah. Waktu itu aku hanya berpikir mencoba jalan baru, siapa tahu berhasil? Aku juga tidak menyangka kalau akhirnya kita akan tersesat, lagi pula..."

"Sudah-sudah, sana masuk. Aku ngantuk,"

Toru memotong kata-kata Yoshi.

"Hei kawan, ayolah, ini urusan penting. Ryu harus cepat diberitahu. Lihat, kita hanya akan memasuki gedung itu. Bukan memasuki hutan," kata Yoshi semangat.

Kenzie malah menguap mendengarnya sedangkan Toru pura-pura tidur.

"Ayolah, aku mohon. Kita semua harus waspada. Tidakkah ingat terakhir kali, bagaimana waktu itu Toru dijebak sehingga harus berurusan dengan polisi? Sekarang Ryu dan Yuri sasaran mereka," Yoshi terus berbicara.

"Sebenarnya apa salah kita?! Kenapa mereka terus-terusan mengganggu kita?!" runtuk Toru.

Kenzie mengangkat bahunya sambil memijit keningnya.

"Jadi, tunggu apalagi. Ayo cepat, sepertinya tidak akan sulit mencari Ryu disini."

Yoshi segera turun dari mobil, Kenzie dan Toru tidak mempunyai pilihan lain.

Mereka bertiga mulai melangkah memasuki halaman depan gedung apartemen Hananomiya yang luas.

***

Jam di dinding sudah menunjukan pukul setengah sebelas.

Yuri merasa kesal karena terus-terusan di suruh istirahat oleh Ryu. Hari ini Yuri tidak masuk sekolah, Mine sudah beberapa kali meneleponnya karena khawatir.

'Ting-tong...ting-tong'

"Biar aku yang membukanya," Yuri segera berlari sebelum Ryu sempat melarangnya.

Ryu berdiri meninggalkan laptopnya yang masih menyala. Baru juga beberapa langkah, Yuri sudah berlari kembali melewatinya.

"Siapa?" tanya Ryu.

Ia mengikuti Yuri masuk ke kamarnya.

"Tukang Laundry, apa semua pakaian kotormu sudah di kumpulkan?" yuri sibuk memasukan pakaian Kotornya ke dalam keranjang plastik. Padahal kedua tangannya di perban.

"Sudah, sini-sini biar aku saja."

Ryu segera mengambil alih, kemudian mengangkat keranjangnya setelah memasukan beberapa pakaian kotornya.

***

Yoshi membenarkan letak kacamata coklat yang di pakainya. Penjagaan di sekitar mereka sangat ketat. Beberapa kali para security menghampiri mereka untuk bertanya ini dan itu.

"Penjagaannya ketat sekali," bisik Kenzie.

Toru mengangguk, "sudah dua puluh menit kita disini, apa ponselnya masih belum aktif?"

Kenzie menggeleng, mereka masih berkeliling di lantai dasar.

"Apartemennya nomor berapa?"

"Ya?"

"Apartemennya nomor berapa?! Jangan bilang kalau kau lupa atau tidak tahu," sewot Kenzie.

"Emm...nomor dua puluh," jawab Yoshi santai.

Mereka bertiga memasuki lift setelah seorang pria berseragam keluar dari dalamnya sambil mendorong keranjang cucian.

***

"ha..ha..ha.. Kau kalah lagi," Ryu tertawa lepas.

"kau curang...!!" Yuri memukuli punggung Ryu.

Mereka berdua sedang main ular tangga.

"Siapa yang curang? Kau kalah, ayo mendekat. Nah, sekarang sebelah si-ni..."

Ryu menggambar bentuk hati besar di pipi Yuri dengan lipstik.

"Jangan besar-besar..!" Yuri cemberut.

Ryu kembali tertawa melihatnya.

"Ayo main lagi, kali ini aku harus menang."

Yuri melempar dadu duluan.

***

"Maaf telah menggangu waktu anda," Yoshi membungkuk sopan kepada pemilik apartemen nomor dua puluh.

Kedua temannya kompak memandang wajah Yoshi dekat-dekat setelah pintu itu di tutup.

"e..mungkin aku tadi salah lihat angka," Yoshi cengar cengir tidak jelas.

"Jadi nomor berapa yang benar?"

"dua. ya, nomor dua."

Yoshi berusaha tersenyum santai.

***

"Yeah...aku menang...aku menang," Yuri berputar-putar gembira.

Sekarang giliran Ryu yang cemberut.

"Jangan cemberut dong, sini mendekat."

Yuri menarik wajah Ryu mendekat kemudian menggambar bentuk kumis dengan lipstik merah.

"Selesai, hei...senyum dong. Seperti bajak laut," Yuri tertawa sambil menutupi sebelah mata Ryu dengan tangannya.

'Ting-tong...ting-tong'

Mereka berdua saling pandang lalu tertawa.

"Biar aku saja yang membukanya," Ryu bangkit berdiri.

"Jangan dihapus..." rajuk Yuri saat melihat tangan Ryu menyentuh gambar yang Yuri buat.

Ryu tersenyum kemudian menutupinya dengan tangan.

***

"Permisi, apa ini apartemen milik Yoroshii Ryu?"

"Ya?"

"Apa ini apartemen milik Yoroshii Ryu?" Yoshi mengulang pertanyaannya.

"Maaf kurang jelas, apa yang anda katakan?"

Seorang pria tua yang berdiri di hadapan Yoshi mengerutkan keningnya dan beberapa kali ia menggosok-gosok telinganya.

"APA RYU TINGGAL DI SINI?!" teriak Yoshi berusaha menyembunyikan kekesalannya.

"Oh...maaf anak muda, kami tidak butuh alat pemijat kayu. Walaupun sudah tua, badanku tidak pegal-pegal. Selalu sehat dan bugar," jawab pria itu sambil hendak menunjukan ototnya.

Kenzie dan Toru saling pandang lalu tertawa keras.

***

"ayam goreng datang..."

Ryu meletakan kotak-kotak makanan di atas meja.

"aku tidak mau makan," Yuri menutup mulutnya.

"kau harus makan, sedikit...saja"

"pahit"

"tidak. Ini, coba dulu sedikit"

Yuri menggigitnya sedikit.

"pahit Ryu, coba buka mulutmu? Aaa.."

Ryu sudah siap mengigit, tapi Yuri malah tertawa sambil menarik goreng ayamnya menjauh.

"Kau? Hei, jangan lari...!"

***

Early weddingWhere stories live. Discover now