Investigasi - Saksi (1)

4K 402 12
                                    

Yusuf kembali terduduk di sofa panjang ruang tamu bangunan sayap. Pak Syarif telah mempersilakan Iptu Yusuf untuk menggunakan ruangan ini sebagai tempat interogasi saksi selanjutnya. Di hadapan Yusuf, duduk tegak di sofa cokelat, adalah seorang pemuda dua puluh tiga tahun, mahasiswa kedokteran tingkat akhir bernama Hendrik Hendrianto.

Pembawaan Hendrik terlihat cemas dan gugup. Dahulu Yusuf berkeyakinan bahwa pembawaan seperti ini biasa ditemukan pada orang yang baru pertama kali berurusan dengan polisi. Pengalaman menunjukkan bahwa ia salah. Setelah cukup lama bertugas, ia mendapati bahwa rata-rata orang (meskipun mereka tahu mereka tidak melanggar hukum apa pun) selalu menunjukkan sikap tersebut jika berhadapan dengan petugas kepolisian (ironisnya, dengan pengecualian orang-orang yang sudah menjadi langganan). Suatu ketika ia pernah merenungkan hal ini dan terheran - heran sendiri. Mengapa orang harus merasa gugup di hadapan polisi yang memiliki semboyan melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.

Berusaha untuk tidak mengintimidasi saksi di hadapannya, Yusuf mencoba memulai pembicaraan dengan pembawaan yang santai. Yusuf menanyakan nama lengkap Hendrik dan dari mana ia berasal. Yusuf juga menanyakan pengalaman Hendrik di rumah sakit, soal tugas jaga tadi malam, dan akhirnya sampai pada masalah utama : penemuan mayat korban.

Hendrik meneguk teh yang dihidangkan di hadapannya sebelum berbicara, "Dari mana saya memulainya?"

"Kalau bisa, awali dari waktu kedatangan Anda ke kosan." Yusuf membuka notebook kecilnya.

"Baik Inspektur. Piket saya berakhir sekitar pukul empat subuh, saya langsung pulang ketika teman saya (yang bertugas menggantikan) datang. Saya tiba di kosan kira-kira pukul lima kurang lima belas. Saya pergi ke kamar (di seberang kamar Aldi) beristirahat selama lima menit dan bersiap untuk mandi. Baru saja saya melangkah ke kamar mandi ketika saya kemudian teringat sabun mandi saya habis. Lalu saya keluar ke kamar Aldi untuk meminjam sabun."

"Pada saat saya datang lampu kamar Aldi menyala, tahu kebiasaannya, saya pikir Aldi sudah bangun. Saya mengetuk dan memanggil namanya, namun tidak ada jawaban. Saya menunggu beberapa saat, menyangka Aldi sedang berada di kamar mandi, namun tidak ada respons sama sekali. Satu sampai dua menit saya menunggu di depan pintu, memanggil-manggil Aldi dan mulai menggedor pintu. Tetap tidak ada respons. Hal itu membuat saya khawatir, saya pun turun ke bawah untuk melaporkannya pada Pak Syarif. Di lantai satu saya bertemu dengan Pak Syarif, saya menjelaskan perilaku Aldi yang tidak biasa itu. Pak Syarif terlihat khawatir, ia segera berbalik untuk mengambil kunci master dan kembali beberapa saat kemudian sambil mengatakan bahwa kunci masternya hilang. Saya jadi tambah khawatir, lalu saya mengajak Pak Syarif untuk memastikan keadaan Aldi, kalau perlu mendobrak pintunya sekalian, karena saya yakin ada sesuatu yang tidak beres yang terjadi pada Aldi."

"Lalu anda berdua pergi ke kamar Aldi?"

"Kami pergi ke kamar Aldi." Hendrik membeo. "Saya mencoba membuka pintu tapi pintunya terkunci. Kami menggedor pintu dan memanggil Aldi tanpa hasil. Lalu beberapa saat kemudian, Pak Syarif menarik saya ke belakang dan menunjukkan jari pada kaca di bagian atas kusen pintu. Saya tidak menyadari sebelumnya sampai ditunjukkan oleh Pak Syarif. Saya tersentak ketika menyadari apa yang ditunjuk oleh Pak Syarif itu."

"Apa yang anda lihat?"

"Awalnya, hanya sebuah garis vertikal yang membayangi cahaya lampu kamar. Tapi sesuatu kemudian terlintas dalam pikiran saya. Saya bertukar pandang dengan Pak Syarif, kami tidak mengatakan satu kata pun, tapi kami mengerti apa yang dipikirkan satu sama lain. Saya, entah dengan dorongan apa, segera menjatuhkan badan ke lantai, mencoba mengintip lewat celah kecil di bawah pintu kamar. Awalnya saya tidak bisa melihat apa-apa, tapi saya terus memicingkan mata dan dari celah tersebut saya bisa melihat hamparan lantai keramik dengan bayangan besar tergambar di atasnya. Saat itulah saya yakin bahwa Aldi sudah menggantung diri. Saya kembali bangun. Selama beberapa saat saya diam terpaku, lalu setelah mengendalikan diri saya mengisyaratkan Pak Syarif untuk mendobrak pintu kamar Aldi. Saat itu kontrol diri saya kembali hilang karena saya ingat saya meneriakkan sesuatu (tapi saya lupa apa yang saya katakan). Tak lama kemudian pintu terbuka.. dan.." Suara Hendrik terpotong.

Suicide? [Completed]Where stories live. Discover now