Penelaahan Motif - Jejak pribadi Aldi

3.1K 393 9
                                    

Yusuf memperhatikan langit-langit di kamar Aldi. Tak sampai dua jam yang lalu, pada salah satu palang kayu yang melintang itu terikat seutas tali yang ujung lainnya melingkari leher Aldi yang malang. Sekarang, walaupun jenazah Aldi beserta tali yang menggantungnya telah dilepaskan, Yusuf masih bisa menggambarkan pemandangan yang menyedihkan itu.

Dari langit-langit sorot mata Yusuf berpindah ke dinding kamar sebelah kiri, di mana dua buah styrofoam—satu berwarna biru muda, satu laginya hijau toska—menempel secara berdampingan. Terdapat beberapa lembar foto yang tersebar di beberapa area, sekumpulan post-it-note, logo universitas, dua baris kata-kata mutiara, dan selembar jadwal kegiatan yang ditempel dengan paku styrofoam sama seperti yang lainnya. Berbagai tempelan ini, ditambah hiasan-hiasan kecil lainnya, membuat kedua buah styrofoam tampak seperti menyajikan sebuah lukisan mozaik yang unik dan memiliki arti tersembunyi.

Seolah mencari arti tersembunyi dari mozaik unik itu, bola mata Yusuf bergerak cepat menyisir bagian atas, bawah, kiri, dan kanan mozaik. Perhatiannya meloncat-loncat dari satu post-it-note ke post-it-note lainnya dengan harapan agar salah satu catatan itu mengandung sebuah petunjuk untuk membongkar motif bunuh diri Aldi. Satu hal yang ia simpulkan setelah menyisir setiap catatan yang tertempel. Catatan-catatan itu sudah kadaluwarsa. Semuanya berkaitan dengan skripsi, persiapan sidang, dan wawancara perusahaan; kegiatan yang semuanya telah selesai dilakoni oleh Aldi satu bulan yang lalu. Tidak ada catatan baru. Tidak ada petunjuk.

Yusuf menghela nafas dan menempatkan perhatiannya untuk terakhir kali pada bagian styrofoam yang ditempeli secarik kertas berisikan jadwal kegiatan Aldi sehari-hari. Dari interviewnya bersama Hendrik, Yusuf sudah mengetahui salah satu karakteristik Aldi yaitu disiplin dan tepat waktu. Kertas yang berada di hadapannya sekarang inilah salah satu bukti yang mendukung pernyataan tersebut.

01.00 – Bangun solat malam
01.30 – Baca buku/tilawah
02.30 – Tidur
04.30 – Bangun subuh
05.00 – Olahraga pagi
05.15 – Beres-beres dan mandi
05.45 – Sarapan dan TV

Sampai-sampai menonton tv pun dijadwal, komentar Yusuf dalam hati. Selanjutnya jadwal dikosongkan dan lanjut ke pukul 21.00 untuk rehat lima belas menit. 21.15 untuk cek berkas dan catatan penting. Terakhir 22.00 untuk tidur. Yusuf menilai bahwa jadwal ini berlaku untuk kegiatan khusus ketika Aldi berada di kosan. Kosongnya jadwal dari pagi hingga pukul sembilan malam itu kemungkinan diisi oleh kegiatan Aldi di luar. Juga dari dua kegiatan terakhir, bisa diperkirakan jadwal itu berlaku ketika Aldi masih sibuk persiapan sidang. Jadi untuk sebulan terakhir dapat dikatakan kegiatan Aldi diawali pukul satu malam, fleksibel sesudah sarapan dan TV, dan diakhiri tidur sebelum pukul 10 malam.

Tidur sebelum pukul sepuluh malam. Yusuf membalik badan, memperhatikan kasur single dengan seprai yang tertarik kusut di bagian tengahnya. Tengah malam tadi mungkin Aldi terbaring di kasur terjaga tak bisa tidur atau bahkan terlelap namun bermimpi buruk. Yang jelas, pikir Yusuf, yang ada dalam pikiran Aldi saat itu, sadar atau tidak sadar, bisa memberikan pencerahan untuk menjelaskan perilaku bunuh dirinya itu.

Yusuf beranjak ke meja di sebelah kirinya, mengambil tas di atas kursi dan meletakannya di atas kasur. Tas tersebut adalah tas yang berisikan kunci kamar Aldi. Kunci tersebut bersama kunci master yang tergeletak di atas meja telah dibawa ke kantor polisi sebagai barang bukti. Sebelumnya Yusuf mempertanyakan fakta ditemukannya kunci master dan kunci kamar yang sama-sama berada dalam kamar yang terkunci dari dalam ini. Namun sekarang sepertinya penjelasan sederhanalah yang melatarbelakangi hal tersebut.

Yusuf menduduki kursi tersebut setelah menariknya sehingga posisi kursi yang tadinya serong ke arah laci sekarang lurus menghadap kolong meja. Sebuah lampu duduk berdiri di sudut kiri jauh meja dengan kepala menunduk ke bagian tengahnya. Di sudut kiri satu laginya, di bibir meja, tertumpuk kertas A4 berisikan catatan dan fotokopian. Beberapa terjilid rapi, beberapa distepler di bagian ujung. Di tepi meja yang menempel pada dinding, sejumlah buku berderet rapi dari ukuran besar dari sebelah kiri ke ukuran yang lebih kecil di sebelah kanan. Buku yang berukuran besar merupakan kumpulan textbook mengenai metode penelitian dan statistika. Untuk buku ukuran sedang judulnya beragam mulai dari ilmu komunikasi, psikologi, sosiologi, sejarah dan sains populer. Selebihnya adalah buku keagamaan dan novel.

01.30 – Baca buku/tilawah

Dini hari sehabis bangun tidur memang merupakan waktu terbaik untuk menyerap ilmu. Setidaknya itu yang Yusuf yakini. Tempat yang dipilih Aldi ini pun cocok untuk membaca buku. Dengan jendela tak bergorden berada tepat di depan, Aldi bisa sesekali mengangkat pandangan dari permukaan buku untuk menikmati pemandangan langit malam yang menakjubkan dengan dihiasi sinar rembulan dan kelap-kelip cahaya bintang.

Yusuf menarik badan dari posisinya yang semula condong ke depan. Tangan kanannya melingkar secara horizontal pada pegangan laci meja. Ditariknya pegangan itu untuk mencari tahu apa saja yang ada di dalam isi laci. Gunting. Stapler+isi. Selotip. Pensil 2B. Pensil mekanik+isi. Penghapus. Penggaris. Bolpoin. Spidol. Highlighter. Kertas file. Flashdisk. Kabel data. USB Hub. Kalkulator. Dan sebuah notebook/diary! Yusuf mengambil dan membolak-balik isi diary itu. Isinya penuh, namun tidak ada satu tulisan pun yang berkenaan dengan konflik pribadi, isi hati dan semacamnya. Tidak ada lagi petunjuk untuk motif! Yusuf menggeleng. Sepertinya Aldi bukan tipe yang suka menuliskan hal-hal seperti itu

Yusuf bangkit dari kursi dan teringat sesuatu. Ah! Kaus kaki. Ya, mungkin kali ini pencariannya akan menemukan hasil. Ia mulai mencari di keranjang cucian di samping pintu kamar mandi lalu meneruskan ke lemari pakaian di seberang ranjang. Hasilnya terdapat 8 pasang kaus kaki yang ia temukan. Semuanya lengkap. Mungkin pasangan kaus kaki yang hilang itu sudah ditemukan oleh Aldi. Jika total semuanya ada 9 pasang, dan ada satu pasang yang hilang pun, Yusuf tidak tahu seperti apa wujud kaus kaki yang hilang. Lagi pula kehilangan kaus kaki bukanlah hal yang bisa membuat seseorang bunuh diri, bukan? Bisiknya dalam hati.

Setelah usahanya tak kunjung menghasilkan apa-apa, Yusuf pun berniat untuk menghentikan penyelidikan. Langkah Yusuf terhenti saat ia melewati styrofoam di dinding tadi. Kali ini Ia memperhatikan kumpulan foto Aldi yang sebelumnya tidak ia beri perhatian yang cukup. Foto-foto itu beragam. Menilai dari spanduk acara yang terpampang di bagian atas, yang ini adalah dari acara kepanitiaan di kampus. Ada juga foto di mana Aldi dan teman-temannya berkumpul bersama di sebuah kafe. Yang berlatar belakang outdoor dan pemandangan alam sepertinya ketika Aldi pergi hiking, kemping, dan naik gunung. Ada juga foto dengan latar bangunan kosan di mana penghuninya sedang bakar-bakar. Ada yang membakar ayam, ada juga yang bakar jagung. Hendrik dan Tanto pun terlihat di foto itu.

Satu hal yang didapatkan Yusuf kali ini. Di setiap foto itu Aldi selaluterlihat sama. Wajahnya bulat, terkesan ramah namun ada garis kasar yang semu padawajah itu. Garis yang menandakan pengalaman pahit dan kelam di masa lalu. Namungaris itu hanya berupa bayang-bayang yang tidak dominan jika dibandingkandengan senyum yang terlukis di wajah Aldi. Ya, di foto itu, senyum ceria Aldiselalu terlihat menyilaukan. Namun, hal tersebut tidak begitu membantu danmalah kembali memunculkan pertanyaan yang sama di benak Yusuf. Apa yang mendorongmu sampai bunuh diri Aldi?    

Suicide? [Completed]Where stories live. Discover now