01. Olala, Olla ...

975 52 2
                                    

Aku, Fifi, Sonya dan Jihan berpandangan silih berganti. Sesekali, Sonya memainkan rambutnya yang zig-zag dengan manyunnya. (Zig-zag? Maksudnya keriting gitu lho...)

Hening sesaat.

Sesaat saja, karena situasi seperti ini takkan pernah berlangsung lama. Percayalah.

"Jadi, gimana dong?" tanyaku lagi. Aku sudah menanyakan hal yang sama sekitar 3 kali dan tetap saja temen-temenku itu tak bersuara.

"Son, gimana menurutmu?" aku langsung maen tunjuk pada sobatku yang tomboi itu. Sonya mendelik.

"Aduh, plis deh! Jangan panggil Son kenapa sih?" Ia protes.

"Lha terus?"

"Sonya," ia melotot kearahku.

"Kepanjangan, non. Lebih simpel Son 'kan?" jawabku.

"Tapi nggak enak di dengar, Ki!"

"Tapi aku nggak salah panggil 'kan? Namamu emang Sonya. Orang mau manggil Son atau Nya, suka-suka dong. Kalo namamu Sonya tapi aku panggil Ayu, baru kamu boleh protes! Ribet amat sih," jawabku asal.

"Tetep aja nggak enak di dengar!" Sonya tetap protes.

Aku dan Sonya bersitegang.

"Stop! Kita di sini 'kan lagi musyawarah, jangan berantem sendiri dong!" Fifi menengahi, seperti biasanya.

"Aduuh, kenapa udara di sini begitu panas sih?" Jei kipas-kipas. Mulai deh...

"AC-nya mati ya?"

"Kamar ini pengap."

"Aduh, aku berkeringat banyak."

"Tak ada minuman yang lebih dingin lagi?"

"Aduh, sirupnya terlalu manis."

Ia mengomel terus, terus dan terus ....

Aku melotot.

"Pergi ke kutub utara sana aja, jeng! Di jamin, adem selamanya," sahutku.

Fifi dan Sonya ikut mendelik. Jihan hanya tersenyum nyengir.

Well, ku beritahu ya, kami berkumpul di sini untuk melakukan sidang dadakan. Masalahnya: Olla!

Ya, sudah beberapa hari ini temen kami yang biasanya ceria itu berubah pendiam. Dia murung. Di kelas dia diem, di rumah juga gitu. Tiap kali ditanya kenapa, jawabannya selalu aja nangis. Si Ronald, pacarnya yang tersayang, kami tanya habis-habisan, eh, katanya sih nggak lagi berantem.

"Ayo, ngaku! Kamu pasti lagi berantem sama Olla 'kan sampek dia berubah jadi senewen kayak gitu? Ngaku nggak?" Sonya beranjak, meraih kerah baju Ronald, penuh emosi, kayak biasanya. Padahal, sumpah, body Ronald tuh lebih gede dari pada Sonya! Kalo dia anarki, si Sonya bisa klepek-klepek. Tapi untung deh si Ronald tuh rada-rada penakut.

Nah, ini juga yang bikin aku heran. Kenapa si Olla bisa kepincut sama si kunyuk ini? Well, Ronald emang tampan banget. Tapi kalo soal mental, nol. Dia super duper penakut! Gelap, takut. Maen sendirian, takut. Sama kecoa aja, dia takut. 'en nggak usah heran, dia tuh boboknya masih sama mamanya! Yaakkh...

"Sumpah Son..."

Belum sempat ia melanjutkan kalimatnya, Sonya melotot seraya mempererat cengkeraman tangannya. Kontan aja si Ronald langsung pucat. "Err ... Sonya," lanjutnya lagi, nyengir. Dia baru nyadar kalo Sonya nggak suka dipanggil 'Son'.

"Udah deh, jangan kayak gini," Fifi melerai. Dengan kasar Sonya melepaskan kerah baju Ronald lalu mundur beberapa langkah. Tatapan kami langsung tertuju kembali ke arah Ronald, menunggu ia menjelaskan sesuatu.

Dante & Kiki [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now