17. Broken

242 26 1
                                    

Setelah Leo pergi, aku hanya tak menduga bahwa Kak Jefry akan menyerahkan dirinya sendiri ke polisi. Aku sudah berusaha menahannya dengan mengatakan bahwa bukan akhir seperti itu yang diinginkan Leo. Yang ingin di ketahui Leo hanyalah penyebab kematiannya, bukan yang lainnya.

Tapi kak Jefry bilang, ia tak sanggup lagi menjalani hidup dengan beban kesalahan sebesar itu. Ia ingin menjalani hidup dengan tenang, dengan mengakui dan mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Dan akhirnya, itulah yang terjadi. Kak Jefry menyerahkan dirinya ke polisi, pihak polisi melakukan penyelidikan kembali tentang peristiwa kematian Leo, bahkan makamnya pun kembali di bongkar untuk di lakukan visum ulang.

Awalnya keluarga Leo kaget, tapi mereka menyerahkan semua proses hukum itu ke pihak berwajib. Sementara keluarga kak Jefry, terutama Sonya, well, tak usah di jelaskan lagi. Mereka teramat shock dan terpukul atas peristiwa itu.

Sonya bahkan mengerahkan semua kebencian dan kemarahannya padaku. Dan aku tak bisa berbuat apa-apa lagi.

"Kenapa kamu tega melakukan hal ini padaku, Ki? Yang kamu masukin ke penjara itu, kakakku. Kakakku, Ki. Kakak sahabat baikmu sendiri. Di mana perasaanmu?" Sonya kalut. Kami bertengkar di depan pintu gerbang sekolah, sesaat setelah kelas usai.

Aku menarik nafas panjang untuk meredam emosiku.

"Bukan aku yang memasukkan kak Jefry ke penjara. Leo sudah memaafkannya. Ia bahkan melarang kak Jefry menyerahkan diri ke polisi. Tapi, jika toh ternyata kak Jefry mengambil keputusan itu, menyerahkan dirinya ke polisi dan mengakui semua perbuatannya, maka dia sudah mengambil langkah yang benar,"

Sonya melotot ke arahku.

"Maksudmu, kakakku memang pantas di penjara gitu?" Tatapan mata itu sinis.Aku mendesis sebelum kembali menjawab.

"Aku nggak bermaksud gitu, Sonya. Tapi coba deh dipikir, bagaimana jika situasinya terbalik. Bagaimana jika Kak Jefry lah yang meninggal karena Leo, mayatnya terkatung-katung selama 5 tahun baru ditemukan, jiwanya gentayangan, tentu kamu juga akan menuntut pertanggungjawaban dari Leo 'kan?,"

Sonya tak menjawab. Rahangnya tampak kaku.

"Aku juga nggak suka ngomong kayak gini, Sonya. Tapi kenyataannya, kak Jefry memang telah melakukan kesalahan. Ia menghilangkan nyawa seseorang, Leo, sahabatnya sendirinya. Ia mendorong tubuhnya hingga terjatuh ke jurang, tubuh itu nyaris remuk karena menghantam bebatuan, mayatnya membusuk tak terhormat, dan selama sekian tahun baru ditemukan. Bisa kamu bayangkan bagaiman perasaan keluarga mereka? Bisa kamu bayangkan bagaimana setiap hari, ayah ibunya, saudaranya ..." kata-kataku tertahan. Tangisku nyaris pecah.

Aku membayangkan bagaimana tubuh Leo terlempar ke jurang sedalam ratusan meter, menghantam bebatuan. Aku membayangkan sesosok yang manis itu kesakitan, sendirian.

Dadaku sesak...

"Aku nggak berniat untuk memasukkan kak Jefry ke penjara. Kamu tahu sendiri 'kan bahwa aku menyayanginya seperti kakakku sendiri. Aku hanya melakukan apa yang sudah mesti kulakukan," suaraku bergetar.

"Kamu harus tahu bahwa selama ini dia hidup dalam bayang-bayang rasa bersalah. Selama ini ia tertekan, ia tak bahagia. Jadi, hormatilah keputusannya. Setidaknya itu bisa mengurangi beban di hatinya," Lanjutku.

Air mata Sonya menitik.

"Oke," ia manggut-manggut.

"Kalo gitu, persahabatan kita selesai sampai di sini," ucapnya lagi seraya beranjak.

Aku mendesah putus asa lalu mengejarnya.

"Sonya, please...," aku menghadang langkahnya.

"Bisa nggak sih kita bicara lagi dari hati ke hati? Mari kita selesaikan perbedaan pendapat di antara kita. Oke?" pintaku.

Dante & Kiki [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now