09. Olla Beda!

308 24 0
                                    

Aku urung melangkahkan kakiku ke luar kelas ketika Ronald mendatangiku dengan sesenggukan. Kelas sudah sepi. Aku sengaja tinggal sebentar karena ada beberapa tugas yang harus kuselesaikan di sini. Anak-anak sudah pulang sekitar 20 menit yang lalu. Termasuk Fifi, Jihan dan Sonya. Olla, jangan nanya dia deh. Sudah 3 hari ini kami marahan. Kami saling tak bertegur sapa. Alasannya?

"Ki..." panggil Ronald lirih.

Ampun deh! Aku benci cowok cengeng dari ujung kepala sampai ujung kaki! Bahkan jika dia adalah cowok paling terakhir di muka bumi ini, aku tetap ogah jadi pacarnya! Titik!

Aku mendesah.

"Duduk dulu deh," ajakku seraya mengajaknya duduk di bangku paling depan. Aku tahu apa yang akan diomongin. So, ini kayaknya bakal jadi waktu 'curhat' yang lumayan lama..

Kami duduk berdampingan. Aku meraih tisu dari dalam tasku lalu mengulurkannya padanya.

"Hapus dulu deh air matamu. Dan, stop crying please! aku nggak mau denger kamu ngomong kalo kamu masih sesenggukan kayak anak kecil gini," ucapku tegas.

Ronald mengangguk. Ia meraih tisu dari tanganku, menyeka air matanya, lalu menyeka ingusnya dengan cara yang nggak gentle. Ew...

"Aku diputusin Olla, Ki ..." ucapnya setelah agak tenang.

"Aku nggak tahu mesti cerita ini ke siapa lagi. Aku nggak punya teman yang bisa diajak curhat. Kamu deket sama Olla, dan kamu orangnya juga care banget. Jadi aku yakin kamu pasti ngerti perasaanku,"

Aku manggut-manggut.

"Iya, aku juga tahu kalo kamu diputusin sama Olla," jawabku.

Ronald mengangkat bahu dengan putus asa.

Cowok tampan berhidung mancung itu meremas-remas tisu di tangannya.

"Olla beda, Ki. Dandanannya, sikapnya, gaya bicaranya, semuanya beda! Dia kayak bukan... Olla yang sebenarnya,"

Aku kembali manggut-manggut.

"Aku nggak tahu kenapa Olla minta putus tiba-tiba.. dia nggak pernah ngasih alasan yang jelas. Tapi aku tahu pasti, hatinya telah pindah ke cowok lain. Oke, aku terima kalo dia menemukan orang yang lebih baik dariku. Tapi setidaknya, dia mau jujur bicara padaku, mau memberikan penjelasan padaku. Tentu aku akan terima dengan lapang dada kok kalo dia menjelaskannya sendiri padaku. Tapi ...,"

Ronald mulai bicara panjang lebar. Dan aku mendengarkannya dengan seksama.

Jujur, akhir-akhir ini Olla emang beda. Semua bermula ketika beberapa minggu yang lalu ia nonton konser musik indie dengan abangnya. Biasanya dia nggak mau kok jalan bareng sama kakaknya. Tapi hari itu, dia bilang - dia pengen tahu aja musik kesukaan abang satu-satunya itu.

Dan di sanalah ia kenal sama cowok – aku lupa siapa namanya. Dan sejak itu dia beda. Semuanya!

Olla yang biasanya kiyut, feminin, lebay, bling-bling dan gemar banget suka warna pink, mendadak berdandan kayak anak punk.

Ia hobi banget mengenakan jaket atau celana kulit warna hitam. Aksesorisnya juga aksesoris anak punk. Dandanan matanya yang biasa soft, sekarang jadi smoky eyes. Pokoknya, she's totally different!

Ini yang bikin aku berang dan akhirnya kami bersitegang.

Aku orang yang blak-blakan. Dan akupun mencelanya dengan cara yang blak-blakan pula.

"Dandanan kamu aneh, La. Kamu kayak orang kesurupan, atau orang yang tiba-tiba aja berubah haluan hanya dalam waktu hitungan menit," ucapku ketika sore itu kami berkumpul di base camp.

Dante & Kiki [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now