Bab 10 - Spell -

368 27 28
                                    

Ruang perawatan VIP.
Annisa berdiri didepan beberapa keluarga pasien yang memandangnya dengan kening berkerut dimasing-masing wajah mereka.

"Saya baru tahu, kalau pelayanan di Rumah Sakit ini sudah menurun standarnya. Masa pasien dianggurkan seperti ini," cerca seorang ibu-ibu dengan wajah jutek.

"Maaf bu, kami tidak bermaksud untuk menganggurkan pasien. Hanya saja kondisinya yang tidak pas. Kami sudah berusaha sebisa kami, semua sudah kami lakukan. Tapi penentu adalah Tuhan," Annisa masih berusaha menangapi dengan sabar dan sopan.

"Tapi kalian ada disini untuk membantu 'kan? Bukan hanya melihat saja 'kan? Hah?" Salah satu dari lelaki berumur disana menyahut dengan intonasi meninggi.

Saat Annisa hendak menjawab, ibu-ibu lain sudah menyahut dengan berteriak, "saya mau bertemu dengan pemilik Rumah Sakit ini. Saya mau menuntut perawat-perawat disini."

Annisa beserta para perawat disini mengembuskan nafas bersamaan. Terkadang, orang ber-duit suka seenaknya.

"Saya penanggung jawab ruangan ini. Jika ada komplain yang ingin disampaikan, silahkan beritahu saya," kepala ruangan VIP menyahut.

"Tidak! Saya ingin langsung komplain kepada pemilik Rumah Sakit," sahut ibu tersebut. Detik berikutnya dia sudah mengomando keluarganya untuk kelua ruang perawatan.

Mereka sangat banyak dan membuat suara gaduh. Akibatnya, keluarga pasien lainnya menonton dan makin membuat suasana ramai.

Ruangan General Manager Rumah Sakit Internasional Emerth.

"Apa?" Rifan mendongak dari laptopnya begitu asistennya menyampaikan pesan yang barusan dia katakan. Seorang lelaki dihadapannya juga tampak terkejut.

"Iya dok. Keluarga pasien dari pasien yang baru saja meninggal di ruangan VIP ngotot ingin bertemu dengan dokter," asisten Rifan kembali mengatakannya.

"Memangnya ada masalah apa? Apa tidak bisa kepala ruangan saja yang menyelesaikannya? Aku lagi pusing," jawab Rifan sambil memijat kepalanya.

"Lalu bagaimana perawat disana? Apa mereka juga dimarah-marahi?" Kini seorang lelaki dihadapan Rifan yang bertanya.

"Iya pak Adya. Mereka tidak terima atas kematian anaknya dan menunduh perawat melakukan ketidak-becusan," jelas asisten Rifan pada Adya, mantri Rumah Sakit Internasional Emerth. Sekaligus salah satu teman akrab Rifan.

"Gimana Bro? Turun tangan?" Adya bertanya kepada Rifan kini.

"Kamu kesana dulu. Kasih penjelasan kepada mereka. Aku harus menyelesaikan laporan ini. Deadline," jawab Rifan kembali menatap laptop.

"Oke. Lagian disana ada Annisa. Aku gak mau dia dimarah-marahi seenaknya," ujar Adya. Hal itu membuat Rifan mendengus geli.

Dan akhirnya Adya pun bangkit keluar dari Ruangan Rifan dan menuju Ruang perawat VIP. Setibanya dia disana, tampak cukup ramai dengan keluarga pasien yang masih ngotot akan ingin bertemu dengan pemilik Rumah Sakit.

"Ada apa ini bapak-bapak, ibu-ibu?" Tanyanya begitu berada dihadapannya. Mata Annisa melotot melihatnya, tiba-tiba dia gugup dan kikuk.

"Siapa kamu? Apa kamu pemilik Rumah Sakit ini?" Tanya seorang bapak-bapak dengan ketus.

Adya tesenyum dengan ramah dan santai menangapinya, "perkenalkan nama saya Adya, saya adalah seorang mantri disini. Saya memang bukan pemilik Rumah Sakit ini. Tapi saya salah satu petinggi Rumah Sakit ini yang berada dalam manajemen dan struktur organisasi Rumah Sakit ini. Saya juga punya sepersekian saham disini. Jadi, saya bisa mewakili pemilik Rumah Sakit mengatasi masalah jika bapak-bapak dan ibu-ibu bersedia," jelas Adya panjang lebar. Para perawat yang mendengar tampak biasa saja, tapi tidak dengan Annisa dia tampak terkejut. Seakan dia baru tahu status sebenarnya Adya di Rumah Sakit ini.

Angel Nurse'sWhere stories live. Discover now