Prolog

4.9K 374 26
                                    

Suasana rumah keluarga Dzahin saat ini terlihat sudah ramai dengan beberapa orang yang berpakaian formal yang sudah duduk di bangku khusus tamu. Segala macam pernak-pernik pernikahan pun sudah menghiasi tiap sudut rumah tersebut.

Didepan sana, terlihat seorang lelaki dengan beskap warna putih dipadu dengan kopiah berwarna sama tengah duduk menghadap seorang Pria paruh baya, yaitu sang pemilik rumah sekaligus si pemilik hajat, Pak Dzahin Wijaya.

Sementara disamping Pak Dzahin, Ada Pak Penghulu yang sudah siap dengan segala berkas pernikahan dimeja dihadapannya. Dan di sebelah kanan dan kiri, sudah ada dua saksi dari masing-masing mempelai.

Suasana khidmat sangat terasa didalam ruangan tersebut, Saat seorang Ustadz sedang memberikan Tausiyah mengenai pernikahan sebelum akad nikah dimulai.

Lelaki muda itu menunduk, menatap kosong kearah meja dihadapannya dengan pikiran menerawang, sambil terus mendengarkan ceramah dari Pak Ustadz.

-

Di lain tempat, seorang Gadis muda tengah duduk di salah satu bangku didepan meja rias didalam kamarnya yang sudah dihias seperti kamar pengantin. Wajahnya sudah dipoles sedemikian rupa hingga siapapun yang melihat pasti akan pangling dan tubuhnya yang juga sudah dibalut dengan kebaya modern berpayet warna putih terlihat sangat pas dan cocok dengan tubuhnya yang tinggi semampai.

Kedua tangannya saling memilin satu sama lain, pertanda Ia sedang gugup, menantikan apa yang akan terjadi diluar sana. Akankah berjalan dengan lancar?

Seseorang terlihat membuka pintu ruangan tersebut, dan melihat gadis itu yang kini tengah melamun membuatnya berniat mendekat.

"Ta?" Panggil Wanita setengah baya yang masih cantik di usianya itu, Mamanya, Bu Daiva.

Gadis itu tersentak pelan, dan refleks menoleh saat Mama nya mendekat kearahnya.

"Kamu kenapa ngelamun?" Tanyanya, dan memilih duduk dipinggiran tempat tidur yang sudah dihias banyak ditaburi bunga mawar merah diatasnya.

"Kak Dara jahat, Ma, sama Ataya. Kenapa harus Ataya yang ada diposisi ini? Seharusnya kan Kak Dara, Ma." Lirihnya, Gadis itu mulai meneteskan air matanya, menatap Mama penuh permohonan. "Ataya gamau menikah sama Mas Agam, Ma."

Mama tersenyum getir menatap Anak bungsunya itu, lalu beralih memeluk gadis itu tanpa berucap.

"Ataya sayang kan, sama Kak Dara?" Tanya Mamanya, Ataya mengangguk dalam pelukan sang Mama.

"Kalau gitu ikuti apa permintaan Kak Dara, ya. Mama yakin, ada alasan kenapa Kak Dara tidak membatalkan pernikahannya dan menyuruh kamu untuk menggantikan posisinya. Kamu ngerti maksud Mama kan, sayang? Intinya, Apapun yang sedang kamu jalani saat ini kamu terima dengan ikhlas, ya Ta, ya?" Kata Mama mencoba menenangkan Ataya, Ataya menangis tersedu dipelukan sang Bunda.

"Udah, Ataya jangan nangis lagi, ya? Mama jadi ikut sedih nih," Mama mengelus kepala Ataya penuh kasih sayang seraya mengecup pucuk kepala gadis itu.

Ataya mengangguk pelan dan tidak lama pelukan itu pun terlepas.

"Semoga Kak Dara bahagia selalu disana, ya, Ma."

"Iya, Aamiin... "

----

"Saya terima nikahnya Ataya Ganeeta Dzahin dengan mas kawin tersebut tunai."

"Gimana para saksi? Sah? Sah?"

"SAH!"

"Alhamdulillah..."

Air mata Ataya luruh seketika saat mendengar suara saksi yang mengabulkan ijab kabul diantara Agam dengan Papa nya. Ia tidak menyangka diusia nya yang menginjak duapuluhdua tahun sudah berstatus menjadi istri orang. Dan lebih tidak disangkanya lagi, sang suami adalah calon suami Dara sebelumnya, calon Kakak Iparnya, Kekasih dari Kakak perempuannya yang telah meninggal seminggu yang lalu.

ᴅʀᴀᴡ ᴀ ʟᴏᴠᴇ | JaeroséWhere stories live. Discover now