13 || FALSE ALARM

587 74 8
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


The way I figure it, everyone gets a miracle.

- John Green -


Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari, dan di sebuah kantor polisi yang sepi, seorang petugas menyesap rokoknya. Dia duduk dengan santai, tangan kanan memegangi puntung yang sudah setengah terbakar, sementara tangan kirinya sibuk memegangi berkas yang ia baca.

Di seberang meja, dua remaja dengan cidera di sekujur tubuh mereka menatapnya dengan tajam, bahkan terlihat agak kesal. Lengan kanan yang laki-laki ditopang oleh sehelai kain dan sepasang bilah kayu, sementara kaki kanan yang perempuan dibebat kencang oleh perban. Persamaan yang mereka miliki? Tubuh mereka lecet-lecet, pegal, dengan beberapa goresan dan luka yang sempat mengeluarkan darah. Sekarang warna merah itu telah menghilang, meninggalkan garis yang sensitif di kulit keduanya.

Yang paling ironis, baru siang ini si kedua anak bertemu dengan polisi yang sedang menanyai mereka sekarang.

Pak Joko menghembuskan asap rokok, membuat remaja putri di seberangnya semakin cemberut. "Boleh tolong matiin rokoknya, pak?" Harus diakui, polisi tersebut merasa terkejut dari permintaan berani si gadis mungil. "Kami berdua perokok pasif." Tidak banyak orang yang berani menegur petugas penegak hukum, bahkan meski tuntutan mereka benar.

"Aurora Aulia Putri dan Iskandar Syahreza.." Pak Joko mematikan rokoknya dan membuat catatan mental supaya tidak melakukannya tanpa izin lagi, pada siapapun itu. "Kalian pasti ketakutan setengah mati."

"Menurut bapak?" si pemuda dengan cidera di tangannya menaikkan sebelah alis dan bertanya dengan sarkastis.

Pak Joko tertawa, meletakkan semua berkas yang sudah selesai ia baca ke meja. "Maaf, patroli kami memang berpakaian seperti orang lokal. Kalau tidak semua penjual miras akan langsung lari," jelasnya bersimpati.

"Lalu kenapa mereka harus mengeluarkan pistol?" Kandar bersikeras, menantang pak polisi. Dia tidak tahu kenapa, mungkin sisa dari adrenalin sebelumnya, atau karena Pak Joko menemukan situasi ini menggelikan sementara mereka berdua seperti yang ia bilang tadi; ketakutan setengah mati. "Bukankah penjual miras akan lari kalau melihat sekelebat senjata?" Wah, Rora benar-benar mengajarkannya dengan baik.

"Karena van kalian mencurigakan, mengimplikasikan lebih dari penjual miras. Mereka hanya berjaga-jaga." Anak-anak ini agak menyebalkan dan susah diatur, berbeda sekali dengan tadi siang. Tapi mood mereka yang sedang sensitif bisa dimaklumi, mempertimbangkan kesalah pahaman besar yang baru saja terjadi. "Kalian yakin nggak perlu dijemput orang tua kalian? Bapak bisa menelepon mereka sekali lagi?"

Kandar melirik Rora yang duduk tegak di sebelahnya. Gadis itu terlihat begitu lelah, tapi juga lega karena apapun yang mereka alami empat puluh menit sebelumnya sama sekali tidak seperti dugaan mereka. Diapun sama. Tapi jika hal ini terlalu berat untuk Rora, Kandar tidak keberatan kalau si anak perempuan berubah pikiran dan ingin bergegas pulang. Dia tentu saja harus melanjutkan road trip ini sendirian. Keadaan akan sedikit sepi, tapi anak laki-laki itu pasti bisa bertahan.

ROAD TRIP! (COMPLETE)Where stories live. Discover now