28 || PAHIT MANIS KEHIDUPAN

559 70 15
                                    


Travelling is like flirting with life. It's like saying, 'I would stay and love you,

But I have to go; this is my station.'

- Lisa St. Aubin de Teran -


"Janji ya Ro, kamu harus telepon.. kirimi aku chat begitu punya smartphone lagi," Maissy menangis tersedu-sedu, tubuhnya bergetar hebat saat memeluk Aurora, nyaris seperti anak kecil yang menolak dipisah dari orang tuanya.

Rora memeluk si pelempar pisau dengan tenaga dan kasih sayang yang sama besar. Dihirupnya wangi Maissy dalam-dalam, si ratu dingin tersenyum sedih. Dia telah melewati berbagai bentuk perpisahan. Dengan orang asing, dengan kenalannya.. Tapi tidak ada yang se-bittersweet ini. "Iya Mais, janji.." Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, si cabe rawit bertemu dengan anak perempuan yang bisa ia percaya, ia anggap, dan ia panggil sebagai teman. Terkutuklah ia kalau menyia-nyiakan kesempatan atau individual tersebut. Rora sudah berniat, saat smartphone-nya bekerja lagi, hal pertama yang akan dia lakukan adalah menguhubungi dan mengobrol dengan Maissy selama berjam-jam. Mungkin saat si kuncir dua membutuhkan break dari pasar malam, dia bisa menghabiskan waktunya di tempat Rora, dimanapun itu nantinya.

"Kalau nggak, kamu orang paling sombong dan jahat dan aku nggak mau temenan lagi!" Tangisan Maissy semakin menjadi, kini ia sesunggukan seperti bocah berumur lima tahun.

Rora tertawa, air mata bahagia mengaliri pipinya. Di sudut lain, Kandar dan Ridho mengawasi mereka sambil menggelengkan kepala dengan geli. Setelah menghabiskan waktu bersama, melewati petualangan, dan bahkan memberi si van hitam pemakaman yang layak, kedua pemuda telah membangun persahabatan yang kuat.

"Masih boleh gue tikung?" canda si pengemudi tong setan sambil mengedikkan kepala pada Rora yang sedang dibanjiri ciuman oleh Maissy.

"Gue kira hati lo udah jelas sama siapa," ledek caramel yumyum, menyikut rusuk Ridho sambil melirik sang pelempar pisau.

"Ha!" seru si hitam manis, pandangannya menghalus saat mereka sama-sama melihat si kuncir dua. "Ya.. Mungkin udah waktunya."

Kandar tersenyum dan menepuk bahu temannya. Kedua pemuda berjabat tangan, dan merangkul satu sama lain dalam perpisahan yang hangat.

Ya, hari ini adalah hari di mana kedua remaja menginjakkan kaki dari pasar malam, akhirnya menuju ke Bali. Meskipun berat, waktu perpisahan sekolah semakin mendekat. Kalau mereka ingin membuat come back yang heboh, mereka harus pergi saat ini juga (plus keduanya tidak bisa lari selamanya). Banyak hal salah yang bisa terjadi selama perjalanan, tiadanya van hitam adalah bukti dari hal tersebut. Karena itu, lebih baik Kandar dan Rora tiba lebih awal di Kota Dewata, daripada terlambat dan melewatkan momentum mereka.

"Makasih banyak, Pak Haji," Kandar mengulurkan tangannya pada pemimpin luar biasa, yang juga penyelamat bagi banyak orang. "Kita nggak akan ngelupain ini."

"Semua selalu diterima di rombongan Pak Haji," laki-laki paruh baya tersebut meraih dan menjabat lengannya dengan bersemangat. Dia berkedip jahil, membuat si bintang emas terkekeh.

Hati Iskandar dipenuhi oleh gelora yang luar biasa, dan dia benar-benar bersyukur telah nekad menciduk teman sekelasnya yang kini sedang berusaha menahan tangis, berpelukan dengan sisa kru, dan akhirnya penyelamat mereka.

Kalau saja Kandar tidak nekad mengajak Aurora, mungkin perjalanannya tidak akan seseru dan sebermakna sekarang.

"Hati-hati Mas No', mereka kargo berharga," Babap melambai pada supir truk kenalannya, yang akan membawa kedua sejoli ke Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya.

ROAD TRIP! (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang