29 || PULAU DEWATA

588 77 12
                                    



Hey guys! Nggak kerasa besok udah lebaran! Minal aidin, mohon maaf lahir batin ^^

Buat yang mudik, tiati di jalan <3

Btw kemaren update Duchi kayaknya agak error. Isi bab-nya udah diganti sama cerita terbaru, tapi tetep 'aja nggak ke edit dan tetep isinya tentang keikutsertaan Duchi dalam ikut Wattys. Setelah aku log out baru deh dia mau nge-update ke bab yang paling baru. Kalian kalau mengalami hal yang sama, coba log out baru log in lagi dan liat babnya ya~

WARNING: Bab ini mengandung Iskandar yang gantian jadi predator lol. Kalau kalian nggak suka intimasi, silahkan skip dari bagian mereka sampai di kamar tamu ;)

-

The earth has its music, for those who will listen.

- George Santayana -


Rora dan Kandar membeli tiket feri dari calo yang paling murah, kenalan Mas No'. Setelah itu, mereka mentraktir laki-laki tersebut dengan jamuan makan siang yang lezat di warteg dekat pelabuhan. Kandar makan dengan lahap—menyantap dua piring nasi penuh dengan kikil dan sambal. Entah laper atau doyan.

Maklum, selama ini cowok itu dibesarkan di lingkungan yang elit, dan bahkan sebelum sampai di pasar malam , jarang-jarang Iskandar Syahreza makan hidangan pinggir jalan. Diam-diam Rora tersenyum dan memotret Kandar menggunakan kamera polaroidnya saat cowok itu tidak melihat.

Selepas dari sana, Mas No' mengantar kedua anak tersebut kembali ke pelabuhan. Setelah memberikan uang bensin sebagai ucapan terima kasih, Rora dan Kandarpun menaiki feri mereka, bergabung dengan penumpang lainnya.

"Bakal ada lumba-lumba nggak ya??" seru Rora hiperaktif sambil memasang pelampungnya, berharap kehadiran mamalia di habitat aslinya bisa mengobati kenangan buruk di perjalanan tadi.

"Moga-moga 'aja! Fingers cross!" Kandar bertepuk tangan seperti anjing laut di Antartika. Sepertinya doi kena kikil rush, alih-alih sugar rush yang biasa dialami anak kecil.

Tapi kali ini, bukan hanya si bintang emas yang hiperaktif. Kedua remaja sama-sama tidak bisa diam dan langsung menuju anjungan. Toh saking penuhnya, tidak ada tempat duduk yang akan tersisa. Kalaupun ada, mereka lebih memilih untuk memberikannya pada penumpang prioritas.

Seperti kebanyakan laut di pinggiran kota Indonesia, selat Bali ini tidak begitu bersih. Tapi deburan ombak, wangi asin, dan kicau riang burung camar di atas, berhasil memberi ilusi yang mengobati segalanya. Belum lagi karena mereka berdiri berdampingan. Rora tidak bisa meminta orang yang lebih tepat untuk menemaninya dalam perjalanan ini, begitu pula dengan Kandar. Mereka menunjuk pemandangan seperti anak TK dalam karya wisata, tapi kadang, kedua sejoli bertukar pandang, dan tersenyum pada satu sama lain dengan lembut, seperti pasangan di mabuk cinta.

Semuanya akan sempurna kalau saja penumpang yang kebetulan lewat di belakang Rora tidak mendadak mabuk laut dan memuntahi sandal Kandar, plus bagian samping dress Rora. Menjadi pemuda berhati emas yang seperti biasa, Kandar langsung memaafkan mas-mas malang yang langsung blingsetan minta maaf itu, apalagi setelah melihat delikan mata dari si ratu dingin.

Saat mereka sampai di Pulau Dewata yang selalu sibuk dan penuh dengan wisatawan, Rora telah berganti baju, sementara kaki Kandar lembap habis dicuci.

Setelah itu, tidak ingin membuang waktu karena takut terjadi sesuatu, keduanya buru-buru mencegat taksi dan berkendara ke kawasan Seminyak.

Dengan macet dan supir taksi yang mengambil keuntungan di daerah yang banyak pengunjung, sepasang remaja tersebut terpaksa membayar ongkos yang sangat mahal, nyaris setengah dari jumlah uang yang salah satu dari mereka kumpulkan.

ROAD TRIP! (COMPLETE)Where stories live. Discover now