4 - First Mission

3.8K 648 147
                                    

" ... ORANG kerasukan."

"Ya."

"Misi pertama kami adalah menangani orang kerasukan," ulang Astron, lagi.

Alyster mengernyit heran melihat kelakuan sang kakak. "Kenapa? Ini bukan pertama kalinya kita menangani orang kerasukan."

"Aku lebih baik berurusan dengan arwah penasaran daripada orang kerasukan," desis Astron.

Paman Hannes melempar tatapan bertanya ke arah Alyster, dan hal yang sama pun turut dilakukan oleh gadis itu. Alyster coba menggali ruang ingatannya, mencari-cari memori yang mungkin berkaitan dengan keengganan Astron menjalani misi pertama mereka ini. Dan—

Alyster memijat pangkal hidungnya. Ia baru ingat sekarang. Kakak kembarnya punya pengalaman buruk dengan orang kerasukan terakhir yang pernah mereka tangani, kejadiannya kira-kira baru dua atau tiga minggu yang lalu. Maklum jika Astron masih trauma.

Kronologinya agak tidak jelas. Yang Alyster ingat, Nenek Mirossa mengutus dirinya, Astron, serta salah seorang paman mereka untuk mendatangi rumah kliennya. Terjadi kerasukan, ia bilang. Arwah yang merasuki benar-benar keras kepala sehingga mereka tak punya pilihan lain selain memanggil bantuan paranormal.

Di tengah proses berlangsungnya pengusiran arwah, si manusia yang kerasukan itu tiba-tiba terkikik dengan pandangan yang tak mau lepas dari wajah Astron. Perasaan Alyster langsung tidak enak, terutama setelah ia melihat bagaimana kliennya itu mengedipkan sebelah mata ke arah kakaknya sembari berkata, "Hai, manis."

Wajar saja jika sang kakak terkejut dan refleks melompat ke belakang. Menilai dari ketertarikannya kepada Astron, kemungkinan besar si arwah adalah perempuan, tetapi masalahnya klien mereka yang sedang kerasukan ini adalah laki-laki tulen yang punya tubuh kekar. Ia bahkan sempat mendekap Astron di dadanya sambil menjerit-jerit minta tolong tepat sebelum sang arwah berhasil diusir.

Sepulang dari sana, Astron demam tinggi dan bertingkah sedikit paranoid—tidak sedikit juga, sih. Banyak, sebenarnya. Alyster tak pernah mendengar laki-laki berteriak sekencang itu hanya karena suara panci terjatuh.

"Klien kita kali ini laki-laki," ucap Alyster asal. "Iya, 'kan, Paman?"

Hannes menatap Alyster kosong. Dia sendiri belum tahu siapa klien mereka. Namun, ekspresi Alyster seolah memaksanya untuk mengiyakan semua perkataan keponakannya itu, alhasil ia pun mengangguk-angguk saja.

"Siapa yang laki-laki?" cicit Astron seraya memutar-mutar gelangnya. "Manusia atau arwahnya?"

"Dua-duanya." Alyster coba meyakinkan sang kakak yang semakin memelas. Ditepuknya bahu Astron sedikit kencang. "Ini cuma orang kerasukan. Kita pasti bisa menyelesaikannya dengan cepat."

"Tapi ... " Astron lalu menggeleng cepat.

Alyster menghela napas panjang. Keras kepala. Memang sebelas dua belas dengan dirinya, tetapi Astron jelas akan memenangkan kontes seandainya mereka diadu. Alyster tak punya pilihan lain. Cara paling ampuh untuk membujuk Astron adalah dengan memprovokasinya habis-habisan, dan ia kenal satu nama yang bisa membuat kakaknya panas.

"Astron, menurutmu, apa tanggapan Kezzio jika dia mengetahui kalau kau ketakutan di misi pertamamu?"

Hening. Astron belum menjawab apa-apa sedangkan Alyster menyeringai penuh kemenangan. Dalam hati, ia bersyukur sosok Kezzio lahir dalam keluarga Leeds di Pennsylvania dan menjadi rival abadi Astron sejak mereka masih merangkak. Setan kecil itu ampuh sekali dijadikan bahan provokasi.

"Aku bertaruh dia akan menceritakannya ke seluruh anggota keluarga," lanjut Alyster. "Kau akan jadi bahan lelucon setiap acara makan malam bersama. Lalu—"

Drop Dead BeautifulWhere stories live. Discover now