5 - Roasted

3.6K 614 248
                                    

PELAJARAN matematika yang diterangkan Mr. Rickson tak ubahnya kisah dongeng yang selalu ampuh membuat murid-murid yang mendengarkannya terbawa ke alam mimpi secara perlahan dan bertahap: 1)  tahap pertama adalah tahap dimana pikiran mulai tak fokus dan kau mulai membayangkan betapa menyenangkannya menjadi unicorn, 2) tahap selanjutnya merupakan saat-saat dimana kelopak matamu seolah digelayuti sesuatu; memaksanya tertutup, 3) tahap ketiga sendiri adalah tahap yang paling berat sebab ini adalah tahap penentuan. Kau akan berpikir bahwa tidak ada salahnya memejamkan mata barang sebentar yang kemudian berujung pada pertimbangan antara tetap berusaha terjaga atau melanjutkan ke tahap terakhir yakni 4) tahap keempat. Inilah tahap dimana kau tak sadarkan diri.

Alyster tengah berada di tahap pertama; dia selalu berada di tahap itu baik ketika pelajaran matematika maupun pelajaran lain bahkan saat sedang bengong seorang diri di pojok kelas. Namun, alih-alih mengkhayal menjadi unicorn, dia lebih suka menjadi naga atau rubah berekor sembilan yang siap menyerang siapa saja yang berani mengganggunya.

Sementara beberapa murid satu persatu mulai memasuki tahap keempat, Alyster masih sigap melengkapkan catatan yang ditulis Mr. Rickson di papan tulis. Bukan karena rajin. Alyster semata-mata kasihan karena hampir tidak ada murid yang betul-betul memperhatikan pria itu kecuali dia dan segelintir anak culun yang berada di kelasnya. Puncaknya, anak-anak yang tengah terlelap manis ini akan protes besar-besaran kepada Mr. Rickson apabila nilai mereka anjlok dengan alasan klasik, Materi ini belum diterangkan!

Beruntunglah mereka karena Alyster terlahir sebagai remaja yang hanya datang di kehidupan mereka sebagai teman sekelas dan bukannya guru matematika jelmaan rubah berekor sembilan. Jika begitu, bisa-bisa sampai rumah mereka hanya tinggal kentut.

Selain itu, Alyster selalu mengusahakan agar dirinya senantiasa fokus terhadap sesuatu yang mudah mengalihkan perhatiannya dari kenangan kelamnya di masa lampau. Ya, insiden berdarah itu. Peristiwa keji dimana hanya Alyster yang melihatnya secara langsung di posisinya yang ketika itu masih berusia kanak-kanak. Alyster selalu iri pada kemujuran Astron karena tidak diberi kesempatan untuk ikut melihatnya. Kembarannya itu bisa saja tumbuh menjadi orang sekasar dan sedefensif dirinya seandainya ia menonton hal serupa dengan Alyster. Entahlah. Alyster sendiri belum yakin, mengingat Astron yang punya stok keceriaan tiada batas sehingga ia mesti membagikannya kepada tiap orang.

Bel istirahat berbunyi. Kelas mendongeng—maksudnya, matematika—akhirnya berakhir dan murid-murid dengan cepat terbangun dari tahap keempat Proses Tertidur di Kelas ala Mr. Rickson. Mereka tampak begitu segar, bahagia, dan sejahtera, berbanding terbalik dengan para culun yang justru kelihatan ... cemas. Yah, belajar berjam-jam memang jauh lebih baik dibanding duapuluh menit menjadi bahan penindasan di kantin. Alyster tak mau komentar apa-apa soal itu. Dia beberapa kali pernah merendahkan mereka juga lewat kata-kata (kejutan!).

Catatan: Alyster Leeds melakukannya seorang diri, bukan bergerombol layaknya pengecut yang menguasai meja kantin karena suatu hal menjijikan yang mereka sebut popularitas. Sekali lagi, Alyster tak mau komentar apa-apa karena Astron sang kakak tersayang termasuk di antaranya.

(-)

Tawa lepas nan membahana terdengar dengan jelas dari tengah-tengah kantin, tepatnya dari meja berukuran paling besar yang sekarang ditempati oleh gabungan senior dan junior penguasa sekolah untuk menghabiskan jam istirahat bersama. Di dekat mereka, tampak beberapa anak golongan cupu yang kerap dijadikan pesuruh mendadak bagi kaum populer tiap istirahat berlangsung.

Astron Leeds bisa dikatakan sebagai si populer berhati emas sebab tidak pernah ikut mengerjai cupu-cupu ini ini sebagaimana teman-temannya. Tetapi, tak ayal ia ikut terbahak-bahak saat salah seorang dari mereka dipaksa minum jus spageti campur susu yang tak terbayang sepeti apa rasanya.

Drop Dead BeautifulWhere stories live. Discover now