10 - Eyeballs

3.7K 471 217
                                    

Warning: mature content

(-)

ASTRON mendadak punya rasa sayang khusus kepada dua bola matanya. Untuk alasan yang sudah terlalu jelas, ia menolak melakukan tindakan serupa dengan lelaki di hadapannya. Mencongkel dan bertukar bola mata hanya untuk melawan monster mesum? Lebih baik ia terjun bebas dari tebing terdekat. Setidaknya ketika terjatuh rasa sakitnya tidak akan bertahan lama.

"Kalian mau menyelesaikan misi atau tidak? Aku ingin cepat-cepat pulang," gerutu Giver. Tangannya dengan gemas meremas sepasang bola putih berbercak darah yang tak ayal adalah sumber pengelihatannya itu. Astron mual tak tertahankan. "Aku mulai merasakan keberadaan monster tak jauh dari sini."

Ragu-ragu, ia melirik Alyster—yang ternyata juga sedang memandangnya lekat-lekat seolah berharap agar Astron bersedia menjadi pihak yang memutuskan pilihan kontroversial ini. Sayang sekali, Astron berpikir sebaliknya. "Apa?" tanyanya diselingi niat mengulur waktu.

"Kau yang lebih tua. Putuskan sekarang," gumam Alyster.

Kebiasaan. Apabila ada pilihan sulit yang memerlukan pertimbangan besar—semisal dilema antara harus mencopot bola matamu atau tidak—Alyster pasti langsung angkat tangan dan menyerahkan segala konsekuensinya kepada Astron hanya karena sang kakak memiliki jangka waktu delapan menit lebih tua darinya. Apabila keputusan tersebut menimbulkan kerugian besar, maka Astron adalah orang yang tepat untuk disalahkan.

Giver lagi-lagi menggerutu, menyesali mengapa dirinya harus memiliki bibi supergalak yang pada akhirnya memaksanya terjebak bersama 'kembar bodoh' tepat ketika ingin mempertaruhkan kesucian melawan Succubi dan Incubi. Baik Astron maupun Alyster belum punya waktu untuk merasa marah.

Menelan ludah, Astron mengedarkan pandangan ke sekeliling; pemandangan yang barangkali akan menjadi hal terakhir yang ia lihat sebelum kedua matanya berpindah majikan. "Baiklah," ucapnya nanar. "Tapi aku butuh painkiller."

"Selalu siap sedia." Giver menyodorkan salah satu matanya kepada Astron dan lelaki malang itu mau tak mau menerimanya. Teksturnya lengket dan sedikit kenyal. Yah, apa yang ia harapkan?

Pandangan jijik Alyster sungguh sama sekali tidak membantu menambah rasa percaya dirinya.

Tangan Giver yang kini kosong merogoh jaket denimnya lalu mengeluarkan sebuah tabung plastik kecil berisi kumpulan pil berwarna merah. Astron buru-buru menyerahkan kembali bola mata Giver dan mengambil tabung itu, nyaris saja menjatuhkannya ke aspal sampai membuat napas Giver tercekat.

"Kau jatuhkan itu, aku jatuhkan seluruh hidupmu," ancamnya.

"Iya, jatuhkan saja." Astron tidak fokus rupanya. "Pilnya boleh dihabiskan tidak?"

"Kalau kau mau semua organ-organmu terbakar, tidak masalah."

Artinya Astron hanya boleh makan maksimal satu pil saja. Sayang sekali. Padahal ia berniat mencaplok semuanya hingga ia mencapai level di mana mencabut organ tubuh cuma terasa seperti digigit kuman. Ingin sekali Astron meyakini bahwa apa yang dikatakan Giver tak lebih dari candaan iseng, tetapi seburuk apa pun sikapnya, lelaki itu sebenarnya orang jujur. Terlalu jujur, alias frontal, kalau boleh ia menambahkan.

Satu pil ditelan Astron. Dalam kondisi mental yang masih diselimuti kecemasan, ia memasukkan tiga jarinya ke dalam salah satu rongga matanya; telunjuk dan jari tengah di bagian atas, ibu jari di bawah.

"Hati-hati, kau punya urat."

Alyster menaikkan sebelah alis matanya dengan skeptis. "Semua manusia memilikinya."

Mendecih pelan, Giver menyahut, "Sudah kubilang kalau mataku tidak sepenuhnya manusiawi. Kau pikir apa yang membuatku begitu mudah mengeluarkan bola mataku sendiri?"

Drop Dead BeautifulWhere stories live. Discover now