Bab Satu

2.4K 285 52
                                    

"Aku benci sekolah di tempat ini!" ucap Raul kesal.

"Kenapa? Bukankah seru?" tanya Jenna.

"Seru apanya? Seram begini," jawab Raul.

"Iya." Dea mengangguk. "Aku tidak ingin bertaruh nyawa demi sekolah."

"Ayolah, ini seru. Percayalah," ucap Jenna.

Teng... Tung... Teng... Tung...

"Tuh, udah bel masuk. Sana kembali ke tempat dudukmu," ucap Raul mengusir.

"Iya, aku tahu. Jangan jadi penakut ya! Biasanya orang yang penakut akan mati lebih dulu di film horor," jawab Jenna lalu terkikik.

"Orang yang merasa berani juga akan mati lebih dulu di film thriller," sahut Dea.

Beberapa saat kemudian, datang seorang siswa yang akan memberikan pengumuman. Seisi kelas hening untuk mendengar pengumumannya.

"Seluruh siswa diharapkan segera menuju lapangan berkenaan dengan kegiatan upacara penerimaan siswa baru. Jangan menunjuk satu pohon pun di sekitar lapangan dengan cara apapun. Jangan duduk di kursi dekat ring basket. Jangan menghentakkan kaki terlalu keras di lapangan. Terima kasih," ucap siswa itu.

Siswa tersebut pun keluar kelas dan segera mendatangi kelas yang lain untuk memberi pengumuman.

***

"Ibu! Ada yang kakinya tidak bisa bergerak!" teriak seorang siswa dari barisan belakang.

Para guru yang mendengar hal itu hanya menoleh sebentar dan kembali melakukan kegiatannya—seakan mereka sudah terbiasa dengan hal itu.

Joy yang berhasil menangkap kejadian itu, segera mendatangi siswa tadi. "Ya ampun, tadi kan sudah diberitahu agar tidak menghentakkan kaki."

Siswa yang mati rasa di bagian kakinya segera dibantu berjalan. Cengkraman pada kakinya sangat kuat. Ia seperti ditarik. Meski tidak terlihat, ada banyak tangan yang menarik kaki itu.

"Tolong jangan mencobai satu pun larangan yang sudah dibuat di sekolah ini! Larangan itu bukan sekadar mitos," ucap Joy lalu menuntun siswa itu ke kelas.

***

"Hilang lagi?" tanya Ibu Raya. "Astaga, padahal baru hari pertama tahun ajaran baru."

"Iya, Bu. Kami mendapat laporan dari orang tuanya," jawab Pak Tono, guru BK.

"Siapa namanya? Kelas berapa?" tanya Bu Raya.

"Vera, kelas XI IPA-2."

Ibu Raya mencatat nama siswa tersebut di buku catatannya. "Andai ada satu bulan, yang tidak terdapat siswa hilang."

"Apa kira-kira ibu tau mengapa ia bisa hilang? Apa karena dia menyentuh lonceng itu?" tanya Pak Tono.

"Aku mendapat laporan dari salah satu temannya. Katanya, Vera sempat cerita kepada temannya jika ia melihat ada orang yang menyentuh lonceng itu."

***

Hari Kamis

Sang ketua OSIS, Joy, bertugas memberi pengumuman kepada seluruh kelas tentang kegiatan pertemuan hari Kamis. Kate juga membantu Joy melakukan tugasnya.

"Seluruh siswa dimohon untuk segera menuju ruang yang berada di samping ruang BK. Diharapkan para siswa berbaris rapi untuk menuju ke sana. Untuk menuju ke sana, kalian harus melewati ruang BK yang terdapat lonceng  di depannya. Jangan sampai ada yang menyentuh lonceng tersebut," ucap Joy.

Seluruh murid mengikuti pengumuman dari Joy. Mereka berbaris dengan tertib menuju ruang pertemuan.

Seluruh siswa di sekolah ini duduk di kursi yang sudah disediakan. Ruangan ini cukup besar untuk menangkup seluruh murid. Tempat ini dinamakan dengan "Ruang Kamis".

Ruang Kamis digunakan hanya untuk kegiatan pertemuan pada hari Kamis—tidak pernah dilakukan segala macam ritual suci—sehingga pikir saja sendiri, berapa banyak makhluk tak kasat mata yang ada di sini.

"Selamat datang di Pertemuan Kamis. Saya akan membaca larangannya. Jangan berbohong saat menceritakan kejadian. Mereka tidak suka difitnah," ucap Joy untuk menyambut seluruh siswa.

Di hadapan ratusan kursi, terdapat podium dengan microphone kecil untuk berbicara. Para anggota OSIS duduk di belakang podium dan beberapa duduk di kursi murid tetapi di barisan paling depan.

"Sekarang, bagi yang mengalami kejadian seram di sekolah, segera maju ke depan," pinta Joy.

Seorang siswa laki-laki maju dan naik ke podium. Ia menghela napas sebentar lalu berbicara. "Saat upacara kemarin, saya melihat ada seorang siswi dengan rambut sebahu menggunakan seragam sekolah kita. Dia menggerakan tangannya ke samping dan menunjuk ke arah kursi di dekat ring basket."

"Menurut saya, siswi itu meminta kamu untuk duduk di kursi itu. Sekarang kejadian ini sudah terjadi lima kali oleh lima saksi. Terima kasih," ucap Rama—pengurus OSIS yang merupakan anak indigo.

"Selama ini tidak ada yang pernah mencoba duduk di kursi itu. Para petugas kebersihan juga tidak ada yang berani memindahkannya," ucap Joy menambahkan. "Mari kita lanjut. Ada yang ingin berbagi lagi?"

Seorang siswa laki-laki berjalan naik ke podium. Dari penampilannya, sepertinya siswa itu sudah duduk di kelas XII.

"Saya rasa kejadian ini baru pertama kali terjadi. Sejak saya masuk di MOS, sampai sekarang ini, saya tidak pernah mendengar tentang legenda ini.

"Saat hari Rabu kemarin, saya sedang mengikuti eskul futsal. Karena ada beberapa murid yang tidak datang, jumlah muridnya hanya tujuh orang. Tetapi, saya mendengar tujuh suara yang berbeda," ucap siswa itu.

"Tidak ada masalahnya, kan?" tanya Kate.

"Tujuh suara yang berbeda? Ayolah, Kate, otakmu dangkal sekali. Jika kalian bertujuh, maka harusnya kalian mendengar enam suara yang berbeda. Karena pada dasarnya, suara kita tidak dihitung. Bagaimanapun jumlah kalian bertambah satu," ucap Rama.

"Itulah permasalahannya," ucap siswa itu sambil berjalan kembali ke tempat duduknya.

"Kesimpulannya?" tanya Joy kepada Rama.

"Kita tidak boleh berjumlah ganjil di lapangan," ucap Rama.

"Maaf," potong Rick.

Seisi ruangan menoleh ke arah Rick—terutama Rama.

"Bukankah legenda itu sudah ada? Alumni kita sudah mengalaminya kan?" lanjut Rick.

Joy terlihat berpikir sebentar. "Ah, aku baru ingat. Aku akan menjelaskannya besok."

Para siswa melanjutkan kegiatan rutin mereka tiap Kamis. Pertemuan ini sebenarnya membosankan karena yang terjadi selalu hal yang sama. Tetapi, jika pertemuan ini ditiadakan, situasi sekolah akan bertambah parah. Bagaimanapun, seluruh legenda sekolah ini merupakan satu-satunya petunjuk untuk mengungkap kasus pembunuhan sekolah.

Meski dikenal angker, sebenarnya tidak seangker yang orang lain pikirkan. "Mereka" hanya datang saat mereka diundang. Ada juga larangan agar jangan membicarakan legenda sekolah ini di luar lingkungan sekolah.

Karena kenyataannya, setiap orang yang ada di sekolah ini akan mendapat pengikutnya masing-masing.

=======
19-06-2017

Bloody BellWhere stories live. Discover now