Bab Dua Puluh Enam

1.2K 165 18
                                    

Kamis

"Nah, itu dia," ucap Rama masih melihat ke arah pintu.

Di ambang pintu cafe terlihat seorang perempuan yang penampilannya tidak berubah sama sekali sejak dulu.

"Sudah sampai di mana?" tanya perempuan itu—Kate.

"KATE!" seru Rick lalu tos dengan Kate. "Kangen tau."

"Kangen kenapa? Perasaan belum sampai sebulan," jawab Kate.

"Kangen liat lu sama Joy ribut," jawab Rick lalu terkekeh.

Kate hanya menatap Rick datar lalu mengalihkan pembicaraan. "Rama bilang ada masalah. Coba ceritakan bagaimana kejadiannya."

Rick pun menceritakan seluruh kejadiannya. Mulutnya hampir berbusa karena menceritakan kisah yang sama sampai dua kali. Anggota seperti Rama dan Shena sudah bosan mendengarnya.

"Oke," jawab Kate setelah mendengar seluruh cerita Rick. "Dari mana kata 'halusinasi' itu berasal?"

Dion mengangkat tangannya—mengajak Kate untuk tos. Kate pun dengan cepat membalasnya.

"Gue gak nyangka, jalan pikiran kalian sama," ucap Shena.

"Setelah Kate keluar, rasanya ada dua Kate yang bergabung," ucap Rick lalu tertawa. "Shena tambah Dion sama dengan Kate."

Kate hanya tersenyum mendengar ucapan Rick. "Rick, apa yang kalian  berdua bicarakan sebelumnya? Sebelum Jenna menyuruh untuk membawa kardus?"

"Gue terlihat murung hari itu. Ia pun menawarkan teh. Ia memang baik se--"

"NAH!" teriak Kate. "Teh itu!"

"Teh itu kenapa?" tanya Rick.

"Lu gak curiga kalo di tehnya ada obat?" tanya Kate.

"Tidak." Rick menggeleng. "Lagipula obat apa? Masih zaman ya naruh obat-obatan di teh? Maksudnya kayak racun gitu? Kayak sianida? Eh? Apaan sih?"

"Pikiranlu benar-benar kacau, Rick. Tidak heran Jenna berpikir kalo lu halusinasi," ucap Dion lalu menghela napas.

"Hoi! Jadi sekarang elu berpihak pada Jenna?" tanya Rick setengah kesal.

"Tidak juga."

"Kayaknya lo bener, Kate. Di tehnya ada obat yang menyebabkan halusinasi," ucap Rama. "Apa sih itu sebutannya?"

"Halusinogen," jawab Dion.

"Iya, iya, yang juara Fisika," kata Rama.

"Fisika sama halusinogen apa hubungannya?" tanya Dion.

***

Jenna berlari dari Ruang OSIS menuju depan toilet.

"Apa jeritannya dari mainan? Kalian tahu mainan yang terdapat sensor? Jika kalian melewatinya, maka mainan tersebut akan mengeluarkan suara," ucap Dion.

Jenna menepuk pipi kirinya.

Tidak mungkin, batin Jenna.

Jenna pun memasuki toilet itu. Tetapi, tidak ada suara jeritan lagi. Tidak ada suara kikikan lagi. Ia tidak tahu harus melakukan apa-apa.

Ia pun melihat seisi toilet. Tidak terlihat adanya mainan yang dimaksud Dion itu. Jika ada pun, pasti jeritannya terdengar lagi, bukan?

Sial, yang benar saja! Joy bahkan tidak bicara apapun padaku, umpat Jenna dalam hati.

Bloody BellWhere stories live. Discover now