Bab Dua Belas

1.4K 197 2
                                    

Senin

"Kalian berdua tetap jadi anggota OSIS ya," ucap Joy sambil menunjuk Rick dan Rama.

Kate tersenyum. "Soal itu, gue setuju."

Rick dan Rama yang mengerti dengan maksud Kate pun mengangguk. Kate memang pernah menyuruh mereka untuk menyelidiki tentang OSIS lebih lanjut.

"Bagaimana dengan Shena dan Dion? Kalian setuju?" tanya Joy.

"Catat dulu namanya," ucap Kate lalu memberi kertas kepada Joy. "Catat seluruh nama yang lu pilih jadi anggota OSIS."

"Untuk apa?" tanya Joy bingung.

"Selama ini kita semua harus mengikuti perkataan dari lu. Kenapa lu gak turutin aja sih?"

Joy pun menghela napas lalu menulis nama-nama pilihannya di kertas itu. Setelah ia selesai menulisnya, Joy memberikan kertas itu kepada Kate.

 Setelah ia selesai menulisnya, Joy memberikan kertas itu kepada Kate

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah membacanya, Kate seakan mengerti.

Bodoh, bagaimana tidak akan dicurigai? Nama Jenna ditulis dengan jelas di tengah-tengah. Harusnya ia menaruhnya di baris kedua ataupun keempat agar tidak terlalu dicurigai, batin Kate.

"Lo kadang jenius, kadang ngga," ucap Rick tiba-tiba.

"Gue bingung. Lu kenapa bisa dipilih jadi OSIS ya?" Tangan Kate sudah siap menampar Rick.

"Karena dia bisa ngomong semua yang ada di pikirannya," jawab Joy.

"Kalo gue?" tanya Rama pada Joy.

"Logikamu jalan. Kau juga indigo, bisa digunakan untuk memperdalam informasi," jawab Joy.

Rama menganggukkan kepalanya setelah mendengar jawaban Joy. Yang lain pun hanya menganggapnya angin lewat.

Kate sedang duduk diam dengan tatapan kosong. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. Tangannya menggenggam kertas yang berisi lima nama kandidat anggota OSIS.

Anggota OSIS di sekolah mereka memang tidak terlalu banyak. Jumlah anggotanya antara lima sampai sepuluh. Agar tidak sulit diatur, katanya.

OSIS juga memiliki badge khusus yang diberikan secara cuma-cuma dari sekolah. Mungkin salah satu alasan sekolah tidak ingin memiliki banyak anggota OSIS adalah agar tidak keluar uang banyak.

Lagipula, OSIS hanya sebuah pion catur yang hanya bisa berjalan satu langkah. Lemah dan tidak berdaya. Tetapi jika sudah mencapai ujung, bisa melahirkan kembali yang sudah tiada. Sekolah hanyalah sebidang papan catur, tempat para pion berjalan.

***

"Sekolah yang bener! Cari banyak prestasi. Ntar masuk ke sekolah swasta, dari jalur beasiswa."

Joy mengangguk pasrah. Ia harus kembali belajar. Ia mengerti dengan kondisi ekonomi keluarganya.

Satu kata, hancur.

Joy bersorak gembira di kamarnya saat ia dinobatkan menjadi lulusan terbaik di sekolahnya.

Orang tua Joy berkata agar lebih baik belajar dengan giat, ambil beasiswa di sekolah swasta yang berkelas. Daripada melanjutkan di sekolah negeri yang sama-sama gratis seperti beasiswa, lebih baik masuk ke swasta.

Satu-satunya sekolah swasta yang terkenal elitnya adalah di sana. Sekolah di mana Joy menggunakan seragamnya sekarang.

Ibu Joy memberi rapor dan data milik Joy kepada kepala sekolah. Kepala sekolah itu menatap wajah Joy sekilas. Mata pria itu membesar saat melihatnya. Dari matanya, terpancar kalimat "kesempatan besar".

"Bisa ibu keluar dulu? Saya ingin berbicara empat mata dengan anak ibu," ucapnya sopan.

Ibu Joy meninggalkan ruang kepala sekolah. Sisa Joy dan kepala sekolah yang berada di ruangan itu.

"Namamu Joy?"

"Iya, Pak."

"Jika seperti ini." Pria itu membaca ulang rapor milik Joy. "Lupakan saja beasiswa itu."

"Maksud bapak? Tadi katanya saya dapat beasiswanya."

"Ya, kau memang menerima beasiswa. Tetapi tidak full. Mengerti?"

"Apa?!"

"Kau harus tetap membayar uang bulanan. Seperti murid lainnya. Yah, hanya saja lebih sedikit."

"Saya lulusan terbaik di sekolah!" ucap Joy sedikit berteriak.

"Mengapa tidak menerimanya sih? Uang bulananmu dipotong lima puluh persen. Bukankah itu banyak?"

"Bagaimana bisa? Saya hidup di keluarga miskin. Terlilit hutang di mana-mana. Kau pikir untuk apa aku mengambil beasiswa ini?"

Pria itu melipat tangannya di depan dada. "Bisa sih, beasiswa full... tentu saja ada syaratnya."

"Apa?"

"Kau harus jadi ketua OSIS di tahun pelajaran berikutnya." Pria itu menatap mata Joy. "Dan harus bisa memikul beban yang berat."

Ekspresi Joy tidak bisa diartikan dengan kata-kata. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

"Bagaimana? Mau ambil beasiswanya atau tidak?" tanya pria itu lagi.

"Memangnya seberat apa bebannya?" tanya Joy.

"Seberat bumi."

***

Kate tersadar dari kekosongan pikirannya. Joy, Rick, dan Rama sedang sibuk membaca satu per satu data siswa di buku tadi.

"Joy?" panggil Kate.

Joy menoleh tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Lo ngebicarain alasan Rick dan Rama jadi anggota OSIS kan?"

"Ya."

"Kalo gue? Kenapa lu milih gue jadi wakil?"

"Keberadaanmu di sini adalah kesalahan."

=====

05-08-2017

Bloody BellWhere stories live. Discover now