11 | Ready or not

1K 162 14
                                    

10:00 KST

Lemari berukuran besar dengan setiap bilik kecil berjejer di dalamnya. Kita dapat melihat sebuah osuarium berisikan abu kremasi jenazah dari balik kacanya yang transparan.

Terdengar begitu jelas suara langkah kaki yang di hasilkan dari sebuah sepatu kulit hitam mengkilap yang berkualitas tinggi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terdengar begitu jelas suara langkah kaki yang di hasilkan dari sebuah sepatu kulit hitam mengkilap yang berkualitas tinggi. Seseorang dengan proporsi tubuh yang tegap itu berjalan melewati beberapa bilik dan berhenti di salah satu barisan tengah, ia menghadap ke depan seraya tersenyum hangat pada bilik berisikan osuarium bertuliskan 'Jeon Eunha' di atas keramik porselen.

Senyumnya tidak bertahan lama, tergantikan oleh raut wajah sedih dengan tatapan nanar. Sebuah buket bunga berukuran mini yang sengaja ia beli di perjalanan sebelum ke krematorium, ia rekatkan di kaca yang menjadi pembatas antara dirinya dan abu kremasi adik tersayangnya.

 Sebuah buket bunga berukuran mini yang sengaja ia beli di perjalanan sebelum ke krematorium, ia rekatkan di kaca yang menjadi pembatas antara dirinya dan abu kremasi adik tersayangnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jal jinaess-eoyo? Una-ya." ucap Jungkook menyunggingkan sedikit senyumnya. "Oppa mianhae, karena tidak bisa mengunjungimu lebih sering dan baru datang sekarang." sambungnya berbicara sendiri.

"Una-ya, oppa menghadapi hari-hari yang sulit belakangan ini." ucap Jungkook lirih.

"Mereka membawa oppa ke tempat yang tidak seharusnya, hanya karena oppa melakukan hal kecil." sambungnya. Jungkook menaikan lengan bajunya memperlihatkan beberapa luka sayatan yang masih basah berhasil menutupi luka keringnya. "Oppa berhak mendapatkan ini bukan? Una-ya?"

Mata Jungkook mulai memanas. Sakit di dadanya tidak pernah terasa sesakit ini bila mengingat perkataan Eunha sebelum ia bertemu ajalnya. 'Oppa, emmmhhh ahh tidak. Oppa! bermainlah denganku.'

Jungkook memukul kepalanya sendiri cukup keras. Ia menutup telinganya berharap suara kecil Eunha yang kerap kali terdengar itu cepat menghilang. Perasaan bersalahnya selalu saja mendera Jungkook bila mengingatnya.

Jika saja ia menuruti perkataan Eunha saat itu, apakah hal seperti ini akan tetap terjadi? Jika Jungkook menyempatkan waktunya saat itu untuk Eunha, apakah saat ini mereka masih bisa tertawa bersama? Jika saja kejadian saat itu tidak terjadi...

Jungkook mohon, ia berharap sekali saja dalam hidupnya jangan pernah lagi ia merasakan simpati pada orang lain selain orang terkasihnya. Biarlah dosa nya ia tanggung sendiri, ia tidak mau lagi kehilangan orang tersayangnya.

ANAGATA. (Completed) Where stories live. Discover now