2. Radio Suara Hati

340K 28.6K 1K
                                    

Ayah pasti ceramah kalau aku panggil dosen tidak memakai embel-embel 'Bapak' di belakang orangnya. Ayah tidak suka kalau ada yang merendahkan profesinya. Habisnya Arkan memberikan kesan buruk di pertemuan pertama.

Tepatnya di akhir semester 3, itu lho yang aku pernah cerita tentang temanku yang ketahuan menyontek dari google. Mulai dari situ udah tidak respect sama Arkan. Untung saja aku tidak menjadi koordinator KPA--Komunitas Pembenci Arkan. Yang digawangi oleh Mawar--nama disamarkan. Dia pernah mengajakku join, tapi aku menolak. Setidaknya kasusku tidak sebesar Mawar.

Pulang kuliah, aku langsung menyeret Fajar belanja ke sebuah pusat perbelanjaan. Tentu saja banyak yang aku beli dari mulai sayur, peralatan mandi, beberapa makanan ringan serta aneka minuman dan buah.

Pertama kali hidup jauh dari orang tua, membuat Bunda senewen dan tidak yakin kalau putrinya yang katanya manja ini bisa hidup teratur. Aku paling malas utak-atik dapur kalau di rumah, setelah jadi anak kos hampir tiap sore masak apalagi dibelikan kulkas sama Bunda. Katanya biar belanjanya sebulan sekali. Tentu saja budget kosannya lebih tinggi dari harga normalnya. Kata Bunda tidak papa, yang penting aku nyaman. Bunda memang terbaik.

Dan nyari kosan yang memiliki dapur itu cukup langka, karena kebanyakan kosan cuma menawarkan satu kamar petak. Walhasil, kaki terasa bengkak karena jalan-jalan mencari kostan yang sesuai keinginan.

"Anjir, kaki gue lemes, Jar. Dibonceng pake motor lo," keluhku yang baru turun dari gede navy milik Fajar. "Beli motor yang kecil aja napa? Motor matic gitu."

"Berisik, Za. Udah bukain gerbangnya."

Aku melempar wajah judes pada Fajar, tapi tetap aja menuruti perintahnya buka gerbang kosan. Fajar langsung memasukkan sepeda motornya setelah gerbang dibuka lebar. Turun dari motor, dia langsung merangkul leherku hingga kepalaku sulit bergerak.

"Fajar, lo mau bunuh gue??"

"Kalau gue bunuh lo, mau lo tuntut berapa tahun penjara?"

"Seumur hidup dan denda lima triliun rupiah," jawabku.

Fajar tertawa lagi.

Fajar bilang sudah punya cewek yang dia kejar dari awal semester 1, katanya anak akuntansi semester 5. Tapi, dia tidak pernah kasih tahu orangnya yang mana dan siapa namanya. Katanya kalau mau tahu tunggu tanggal jadiannya. Iya kalau jadian, kalau tidak? Penasarannya tidak akan habis.

"Gue bilangin gebetan lo ya, kalau lo itu sukanya nyiksa orang. Biar dia ilfeel sama lo dan gak mau lo deketin lagi."

Rambutku diacak-acak. "Kayak lo tahu aja gebetan gue siapa?"

Aku mendengkus, cara terbaik untuk lepas dari Fajar adalah mengigit lengannya yang masih melingkari leherku. Fajar mengaduh kesakitan sementara aku kabur dan buru-buru masuk kamar.

"Kenapa lo?" tanya Wulan yang terkejut melihat kedatanganku yang tiba-tiba. Wulan menunggu di kostnku selama aku belanja sama Fajar tadi.

"Si Fajar kampret tuh! Untung temen, kalo bukan udah gue laporin KPAI karena bertindak kekerasan."

"Kekerasan apaan?"

"Dia nyekik gue masa? Kesurupan setan kali ya dia?"

"Siapa yang nyekik? Bohong Lan, ulah percaya ka si Khanza mah. Urang mah heureuy niat nage." (baca : Jangan percaya sama Khanza, gue cuma bercanda niatnya juga)

Dosen Idola (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang