18. Andilau Ala Khanza

219K 23.6K 1.1K
                                    

ATTENTION

Jangan minta update terus-menerus kalau tidak ingin saya blok.

Saya serius!

Saya sudah pernah katakan ini cerita lama, saya republish agar kalian tidak lupa alur cerita dan tetap mendapat tempat di hati kalian. Dan supaya kalian tertarik untuk membeli bentuk cetaknya, kalau-kalau nanti bukunya sudah siap cetak.

Saya publish sesuai mood saja. Dan kemungkinan tidak sampai akhir cerita. Sebab antara versi wattpad dan naskah yang sudah saya dan editor sunting itu banyak sekali perbedaannya.

*****

Tahu bagaimana perasaanku sekarang? Rasanya seperti ada ribuan lebah yang memproduksi madu di hati. Seperti ada manis-manisnya. Bahkan saat dulu Septian bilang cinta, rasanya tidak se-dilema ini.

Aku merasa berada di malam terpanjang. Malam yang turut menjadi saksi saat pengakuan Arkan yang menggemparkan alam. Bagaimana tidak menggemparkan, wong aku saja tidak pernah mikir Arkan menyukaiku dari tiga tahun yang lalu.

Wow ... harusnya aku kasih rekor muri.

"Meskipun kamu sudah tahu perasaan saya, cobalah untuk bersikap biasa aja karena saya gak maksa kamu membalasnya. Saya tahu, hati kamu masih sama Fajar. Tapi, lambat laun saya akan mengambilnya dan menggantikan posisi dia di hati kamu."

Kurasa stok oksigen di dalam mobil ini habis, buktinya aku kesulitan bernapas lagi. Arkan dan kata-kata ajaibnya itu mampu membuatku kehabisan kata-kata.

"Ih, pede banget, Pak," sahutku spontan.

Dia melirik sebentar, sebelum matanya membidik jalanan di depannya. "Usaha itu jangan setengah-setengah," katanya santai. "Butuh waktu berapa lama untuk kamu bisa membalas perasaan saya?"

"Mana saya tahu, Pak. Duh, ini aja masih kayak mimpi. Saya masih gak percaya Bapak cinta sama saya, di saat banyak wanita cantik yang mendekati Bapak."

"Harus berapa kali saya bilang, I' m not looking for beauty. Bukan masalah kalau kamu memang masih ragu sama saya, tapi berusahalah menyertakan hati kamu dalam menilai saya dan sikap saya."

"Saya butuh waktu," potongku cepat. "Banyak hal yang sekarang membebani pikiran saya, termasuk perasaan Bapak ke saya. Saya cuma ingin memastikan jika Bapak memang tidak sedang main-main dengan hati saya. Saya tidak ingin dilambungkan tinggi namun berakhir dengan dijatuhkan lagi."

"Apa saya begitu terlihat seperti laki-laki brengsek yang bermain dengan banyak wanita?" tanya Arkan pedas. Tatapannya di arahkan padaku saat dia sudah mematikan mesin mobilnya di depan kosan.

"Saya gak pernah berkata seperti itu, saya cuma butuh waktu dan hati saya perlu ruang untuk benar-benar yakin."

"I'll be here, patiently waiting." Di akhir kalimatnya Arkan menyertakan senyuman manis.

"Terima kasih," ucapku sebelum keluar dari mobilnya. Melangkah cepat memasuki gerbang kost tanpa berani menoleh ke belakang. Aku takut Arkan menemukan pipiku yang sialnya harus bersemu. Makanya aku tidak ingin lebih lama berada dalam radarnya.

Menghempaskan badan di kasur, jemariku cekatan mencari kontak Wulan. Aku butuh obat penenang jantung sekarang.

Me :

P
P
P
Ulan!!!

Wulan : Nyampah woyy

Me : Gw tlpon ya? Mau curhat

Dosen Idola (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now