16. Dibuat Penasaran

227K 24.7K 648
                                    

*****

Hari pertama UTS berjalan lancar, meskipun suasana kelas terasa mencekam karena larangan untuk membuka handphone dan berbicara. Siapa lagi tersangkanya kalau bukan Arkan. Dia benar-benar otoriter, sedikit saja ada yang lirik kanan-kiri langsung dia datangi dan dilihat lembar jawabannya.

Kalau soal contek-menyontek aku selalu membiasakan diri untuk tidak menyontek selama aku masih bisa berpikir sendiri. Namun, saat otak sudah stuck dan gak bisa dipakai berpikir, baru sedikit lirik-lirik ke orang yang duduk di belakang. Itu juga dengan perasaan takut ketahuan dosen.

"Kenapa sih harus banget matkul Pak Arkan ya di hari pertama?" Aku mengeluhkan soal UTS yang diberikan Arkan tadi di luar prediksi. Sial! Untungnya 90% berisi soal analisis.

"Kan emang matkul Pak Arkan hari senin," jawab Wulan.

"Gue benci sama dia, sumpah!" teriakku frustasi. Arkan memang sejahat itu.

"Membenci orang itu sewajarnya aja, bisa jadi benci lo jadi cinta di kemudian hari," balas Wulan.

"Ck, gak mungkinlah."

"Gak mungkin salah," seru Wulan. Aku mendelik dan Wulan terkekeh. Sahabat terkamvret.

"Udah deh, pesan siomaynya sana. Cacing-cacing di perut gue udah minta jatah makan siang."

Wulan berdiri tanpa protes."Kayak biasa?"

"Iya, kolnya satu aja. Terus sambalnya dikit. Gue takut setor keseringan ke wc," cengirku.

"Bagus dong, lo 'kan pengin diet."

"Diet sih diet, kalau gitu caranya yang ada gue diinfus," dengusku.

Wulan tertawa pelan sambil berjalan mendekati tukang siomay yang sedang sibuk karena banyak mahasiswa yang mampir di jam istirahat seperti ini. Siomay Ceu Edoh memang terkenal lezat dan harga terjangkau di kalangan dompet mahasiswa.

"Za, ke mana aja lo?" Deni--salah satu karib mantanku duduk di depanku.

"Maksud pertanyaan lo tuh apa ya? Perasaan gue gak ke mana-mana. Tiap hari gue kuliah. Kecuali sabtu dan minggu," jawabku.

"Gue jarang lihat lo belakangan ini," katanya. Mengambil satu batang rokok dan menyalakannya tanpa izin. Deni sama saja kayak mantanku, pencandu rokok.

"Paling lo yang kebanyakan bolos jadi gak pernah lihat gue, ya kan?"

"Wah, mantan Septian ini cenayang juga ternyata. Kok lo tahu gue jarang masuk?"

"Wajah lo gak mendukung kalau lo ini mahasiswa rajin," ejekku tersenyum puas.

"Sial, kok mulut lo makin nyinyir sih?"

"Gak papa, yang penting bibir gue gak makin lebar aja," balasku.

Deni terkekeh. "Pacar siapa, Za?" tanyanya kemudian.

Aku mencium bau-bau mencurigakan di balik pertanyaan laknatnya itu. Selama pacaran sama Septian, kok agak malas nyebut nama dia sih? Deni yang selalu jadi buntut Septian ke mana-mana. Di mana ada Septian di situ ada Deni.

"Ngapain tanya-tanya pacar?" tanyaku judes.

"Kalau jomlo kan gue bisa daftar." Deni mengedipkan matanya sebelah. Idih, ini cowok bikin ilfeel.

Aku bergidik. Menolak keras tawarannya. "Ya kali gue pacaran sama teman mantan gue sendiri. Duh, please. Gak ada dalam sejarah hidup gue."

"Sekarang udah jamannya teman nikung mantan pacar teman, Za."

Dosen Idola (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now