29. Badai itu Datangnya Tiba-Tiba

179K 18.7K 492
                                    

"Lan, kalau kangen dia artinya apa?" tanyaku pada Wulan. Temu kangen lewat Video Call. Why not? Zaman semakin pesat dengan teknologi.

"Cinta," jawab Wulan singkat tapi sukses membuat jantungku berdebar.

Cinta?

Apa iya?

"Doi gak ikut ke Bali?" tanya Wulan lagi.

Aku menggeleng pelan. "Dia bilang, ini kan privasi keluarga gue."

"Pantesan lo kangen, yes?"

Aku meringis, lanjut dengan mengubah posisiku menjadi tengkurap. "Gue gak tau, sih, ini kangen apa bukan. Cuma--mungkin karena emang gue udah biasa direcoki sama dia. Jadi kayak ada ... anu, apa ya? Gue bingung juga jelasinnya gimana."

"Itu cinta, Beb."

"Masa sih?"

"Dodol!" Wulan memaki. "Lo suka cenat-cenut gak kalau deket dia? Suka natap dia gak kalau dia ngomong? Suka senyum-senyum sendiri gak kalau ingat dia? Sekarang lo di Bali, suka ingat dia gak?" cecar Wulan.

"Satu-satu dong, Lan. Pusing nih," keluhku. "Oke, gue gak yakin sama perasaan gue sendiri. Yang jelas pertanyaan lo barusan semua gue alami akhir-akhir ini. Saat dia nggak sama gue ... ah, intinya gitu deh." Aku juga bingung jelasinnya gimana sama Wulan. Rasanya seperti makan permen nano-nano dicampur sama hexos.

"Nah, udah kebukti. Lo tuh udah ada rasa sama dia. Cuma lo nyangkal terus, Za. Lo udah mabuk deh sama doi." Wulan terkekik gelu di ujung sambungan.

Aku mencebik, di sisi lain masih terus memikirkan perkataan Wulan. "Mabuk apaan?"

"Mabuk cinta, Za," seru Wulan sambil tertawa renyah.

"Ih, jayus deh lo," sungutku sok kesal.

"Beneran loh, Za. Cinta itu bisa memabukkan, padahal cinta bukan sejenis minuman beralkohol. Jadi, hati-hati aja kalau lo udah berurusan sama cinta."

"Kampret, sok bijak lo. Lo-nya aja masih zombelo," ledekku tertawa.

"Udah ya, kok bawa-bawa status. Pokoknya gue minta PJ sama oleh-oleh dari Bali. Kalau bisa bawa satu bule ganteng yang masih muda, badan kece badai, harum. Gue gak bakal nolak, Za."

"Bule ndasmu. Entar gue bawain Bule, Buleleng maksud gue. Oke, ini garing ya, Lan?"

Tawa Wulan pecah. Beberapa saat dia gak kunjung menjawab dan malah terus menertawakanku. Kubiarkan saja nanti juga capek sendiri. "Udah tahu pake nanya. Gue ngantuk nih, udahan yes. Dedek mau tidur. Have fun buat liburannya. Jangan lupa oleh-oleh, byeeeeee Khanza see you again. Love you."

Baru kali ini aku mau cepat-cepat pulang. Biasanya kalau sudah berlibur ke suatu tempat aku kadang tidak mau pulang. Mau liburan saja. Tidak mau kuliah lagi. Berbeda kali ini, baru lima hari rasanya bosan.

Mengecek WhatsApp, belum ada balasan chat dari Arkan. Tadi dia bilang, sedang menghadiri pesta ulang tahun anak sepupunya. Dia mungkin sibuk, last seen pun satu jam yang lalu.

Aku iseng nge-chat dia lagi.

Me : pak kalo saya kangen, bapak mau tanggung jawab ga?

Teringat percakapam terakhir di pantai Ancol beberapa hari yang lalu. Arkan bilang, Hubungan jarak jauh akan menyadarkan kita, bagaimana seharusnya kita menghargai perasaan kita sendiri. Dengan kamu berlibur seminggu, bagi saya itu akan menjadi pembuktian apakah kamu rindu dan kehilangan saya saat kita dipisah jarak.

Dosen Idola (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang