Ngambek

3.9K 443 34
                                    

Pintu apartemen terbuka. Dan Sasuke nyaris menahan nafas begitu seseorang muncul di depannya.

" Mau apa datang?"

Dingin. Judes.

Tahu. Kekasihnya sedang marah. Ngambek. Kesal. Apapun. Dan Sasuke menghela nafas panjang.

" Mau main?"

Naruto menatap lama. Membuang wajahnya ke sisi dan berbalik. Tanpa senyum apalagi ciuman di pipi seperti biasa.

" Tutup pintu. Jangan dibanting."

Si pria melangkah masuk. Menutup pintu pelan. Dan melepas sepatu.

" Sudah makan?"

" Malas."

" .... delivery bagaimana?"

" Tidak perlu."

Menautkan kedua alis. Sasuke membalas, " Kok begitu sih?"

" Kenapa memang?" Naruto berbalik. Membalas cepat dengan kedua alis bertaut.

" Kau sedang marah padaku?" Sasuke menyusul.

" Tida-"

" Jangan bohong. Kau sedang marah," desis Sasuke.

" Aku tidak marah."

" Kesal?"

Manik biru melirik. Lalu mendengus kasar, " Itu tahu aku kesal."

Sasuke menghela nafas panjang. Meredakan emosinya. Ia sedang luar biasa lelah, dan ia butuh sambutan manis dari kekasihnya hari ini. Bukannya kalimat dingin yang berusaha menarik amarahnya ikut tersulut.

Memutuskan untuk menghampiri sang kekasih. Sasuke mengusap puncak kepala Naruto sayang sebelum akhirnya melayangkan kecupan lembut di kening.

" Kesal kenapa? Bilang padaku," tanyanya lembut. Menghadapi Naruto dalam mode ngambek dengan emosi yang sama besarnya jelas tidak akan menyelesaikan masalah.

" Perlu ya aku memberitahumu?"

Berdecak. Sasuke menangkup satu sisi pipi gadisnya dan kembali bertanya, " karena Sakura, benar?"

Naruto diam. Artinya iya.

Sasuke menjilat bibirnya yang kering.

" Aku sudah katakan padamu, kami hanya teman. Dan kebetulan sejak dua hari lalu kami terlibat tugas kelompok-"

" Baru tahu tugas kelompok bikin lupa sama pacar. Kau tidak menghubungiku sama sekali. Pesanku juga tidak dibalas."

Ketus. Dan tangannya ditepis kasar.

" Aku tidak lupa-"

" Pembual."

" ....oke, terserah. Tapi siang tadi aku menelfonmu dan kau tidak mengangkatnya. Sekarang siapa yang tidak mau dihubungi?"

" Jadi kau menyalahkanku?"

" Aku tidak bilang begitu, Naruto."

" Chk."

Decakan kesal dari si pirang mengakhiri pembicaraan. Sejenak.

Gadis itu kembali bersuara.

" Sakura bilang kalian sedang sibuk. Dan memintaku untuk tidak menghubungimu. Sibuk sekali ya sampai Sakura yang mengangkat telfonmu-"

" Tunggu," Sasuke mengernyit. " Sakura apa?"

Naruto mendengus. " Tidak ada pengulangan." Melotot pada kekasihnya.

" Sayang-"

" Kalian sedang sibuk mengerjakan tugas. Berdua. Dan tidak boleh diganggu. Begitu bilangnya."

" Dan kau percaya padanya?" Sasuke mengerutkan kening. Kesal.

" Kau tidak menghubungiku dari kemarin. Aku sudah paham kau pasti sibuk dengan urusan kuliahmu. Tapi setidaknya kabari aku bagaimana kondisimu. Aku juga bisa membuatkanmu camilan atau apa. Aku juga ingin menemanimu tapi kelihatannya Sakura melakukan tugasku dengan lebih baik, dan kau terlihat kerasan sekali sepertinya. Senang ya ditemani gadis cantik?" Naruto melengos. Matanya memburam dengan pucuk hidung yang mulai merah karena hendak menangis.

Gadis itu membuang tatapannya kemanapun asal bukan pada Sasuke.

Pria di depannya diam. Rahangnya mengeras dengan pandangan terluka. Tapi Sasuke mencoba untuk bersabar. Naruto hanya sedang kesal dan cemburu karena merasa diabaikan dan ia merasa bersalah karena itu. Apalagi dengan adanya Sakura yang berkeliaran di sekitarnya. Ia jelas tahu sejak awal Naruto tidak menyukai teman seangkatannya itu.

" Dengar, aku sedang lelah. Jangan memancing amarahku. Kita bisa bicara pelan- pelan, setidaknya sambil duduk," ujarnya.

" Terus saja beralasan."

" Naruto."

" Pulang sana!"

" Sayang-"

" Apa? Kau mau bilang apa?" Naruto membidik tajam mata Sasuke dengan tatapannya.

" Bagaimana bisa ponselmu ada pada Sakura?" tambahnya.

Sasuke menghela nafas panjang. Memijat pelipisnya sejenak sebelum meraih tangan Naruto dalam genggaman lembut.

" Aku tidak mengerti kenapa pikiranmu sedangkal ini. Aku memang bersama Sakura seharian ini tapi kami tidak hanya berdua, ada Kiba, Gaara, dan Ino di sana bersama kami, dan kami mengerjakan tugas kelompok. Bukannya nongkrong dan bersenang- senang," Sasuke bicara pelan. Mencoba memberi pengertian.

" Tapi ponselmu-"

" Aku meninggalkannya di meja saat aku ke toilet. Kau pasti menelfonku saat aku pergi. Oke, itu memang salahku. Aku tidak berniat untuk mengabaikan pesan atau telfonmu. Aku tidak sempat. Dan ku pikir aku akan langsung bertemu saja denganmu nanti, sekarang. Maafkan aku, oke?" bisiknya.

Naruto diam. Membiarkan Sasuke mengikis jarak keduanya untuk menyatukan kening mereka.

" Sakura menyukaimu, aku tidak suka," bisiknya membalas.

" Kau tidak percaya padaku?"

" ...."

" Kau tahu benar siapa yang kucintai, Dobe. Aku bahkan tidak peduli padanya. Kau bisa tanya pada Gaara atau Kiba. Gadisku cuma satu dan sekarang sedang berdiri di depanku."

Naruto bersemu masih dengan wajah kesalnya.

" Tapi kau tidak menghubungiku-"

" Bilang saja kalau kau kangen berat padaku, karena aku juga," Sasuke mengulaskan cengiran kecil yang lantas dibalas cubitan kesal di perutnya oleh si pirang.

" Aduh! Sakit tahu."

" Biar saja."

Sasuke terkekeh. Gemas.

" Jadi sudah tidak marah lagi sekarang?"

Naruto mendelik lucu. " Masih."

" Apa? Kenapa lagi? Padahal aku butuh recharge lho," bisik si pria. " Sini peluk."

" Tidak mau," sahut Naruto cepat. Namun kedua tangannya perlahan terulur melingkari perut Sasuke dan menenggelamkan dirinya dalam pelukan pria itu. Malu- malu. Manis sekali.

" Dasar. Jangan marah- marah lagi, oke?"

" Hmmm." Gumaman pelan sebagai balasan teredam dada bidang si pria yang terbalut kemeja hitam.

Sasuke menghela nafas lega. Mengecup gemas surai pirang kekasihnya dan mengeratkan pelukan.

" Setelah ini, buatkan aku sarapan? Perutku lapar."  ....sarapan telat.

" Aku sud-"

" Diam. Aku sedang menikmati pelukan. Jangan marah- marah lagi. Lain kali aku tidak akan melupakan sarapan. Janji. Kalau lupa ingatkan lagi."

" Chk."

" Hehe.."

End.

Be Everything I wantWhere stories live. Discover now