#12

2.1K 183 6
                                    

Malam itu, kala seluruh penghuni istana tengah tertidur lelap, terjadi keributan kecil di dekat tempat tinggal para dayang dan pelayan istana. Dayang-dayang dari kediaman Ibu Suri Agung Baek kini tengah sibuk mencari keberadaan pelayan yang berani menampakkan diri dihadapan Raja Seojeong atas perintah Ibu Suri Agung Baek.

Malam itu pula, pelayan yang tak lain dak tak bukan adalah Kwon Bo Ryung, tengah berada di dekat danau istana, jauh dari kediamannya. Perjalanannya kesini bukanlah karena ia sengaja, justru ia tak sadar telah melangkah hingga sampai kesini. Tidak, kali ini bukan kupu-kupu kuning itu lagi yang menuntun langkahnya melainkan cahaya Bulan Purnama malam ini.

Ditatapnya betangan danau istana pada malam hari, menampakkan bayangan Bulan yang membentuk jalan diatas permukaan air danau. Ia lalu menatap Bulan Purnama malam ini sendu, entah kenapa rasanya sedih sekali tiap ia melihat Bulan Purnama yang bersinar lembut di langit malam.
Lalu, kekelebat bayangan lantas muncul dalan pikirannya.

Seorang gadis kecil yang tengah menangis di halaman rumahnya sambil berteriak memanggil kedua orang tuanya.

Bo Ryung langsung tersentak, ia mundur satu langkah sambil memegang kepalanya yang mendadak pusing, namun bayangan gadis kecil itu malah muncul semakin terang. Wajah sedihnya, dan ratapan suaranya terdengar menghantui Bo Ryung.

"Apa yang membawamu kesini, nona muda?"

Suara berat namun terdengar lembut itu sukses mengejutkan Bo Ryung

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara berat namun terdengar lembut itu sukses mengejutkan Bo Ryung. Ditolehnya si pemilik suara yang rupanya adalah seorang shaman istana. Namun Bo Ryung hanya diam, ditatapnya dalam-dalam shaman yang bergerak semakin dekat dengannya.

"Kau tumbuh menjadi seorang gadis yang teramat cantik." ujarnya lagi sembari menyentuh tangan kanan Bo Ryung.

Bo Ryung tersenyum tipis sambil berusaha menahan rasa pusing yang masih saja menyerangnya.

"Tatapanmu sejernih air danau ini." ia memberi jeda. "Dan senyummu secerah Bulan Purnama yang bersinar malam ini. Pas sekali." ujar shaman Choi sambil tersenyum lembut, ia lantas teringat akan penglihatannya malam itu, seorang gadis kecil yang kehilangan keluarganya atas tuduhan tanpa bukti yang akhirnya malah merenggut semua yang harusnya ia miliki.

"Terima Kasih, nyonya." ujar Bo Ryung polos, tak tahu harus menjawab apa agar terdengar sopan. Iya, dia masih tidak terlalu fokus, tapi ia ingat tentang secerah Bulan Purnama, walaupun ia tak tahu apa maksudnya. Kepalanya masih saja sakit setelah melihat gadis kecil dalam bayangannya.

"Jangan memanggilku nyonya. Aku tidak lebih tinggi darimu, nona." ujar Shaman itu, ia lantas berdiri disisi Bo Ryung sambil ikut menatap pantulan cahaya Bulan Purnama di permukaan danau. "Aku shaman Choi."

"Ah, selamat malam Shaman Choi." ujar  Bo Ryung kaku, ia lantas menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Keduanya lantas diam, untuk beberapa menit kesunyian menemani keduanya yang tengah menatap Bulan Purnama di pinggiran Danau Istana.

"Ada apa dengan kepalamu, agashi?" ujar Shaman Choi, berpura-pura tidak tahu padahal ia sudah melihat semuanya. Kejadian yang menimpa gadis kecil yang muncul dalam bayangan Bo Ryung adalah kejadian yang ia alami sendiri.

Bo Ryung tak langsung menjawab, matanya yang jernih menatap lamat-lamat Shaman Choi yang juga tengah menatapnya. Batinnya berkata, Kenapa wanita di depannya ini mengetahui rasa sakitnya?

"Tidak apa-apa." Bo Ryung memberi jeda, "Terima kasih karena telah perhatian kepada gadis rendahan ini, Shaman Choi."

Shaman Choi seketika sedih hatinya ketika mendengar ucapan Bo Ryung barusan. Seorang gadis bangsawan yang seharusnya memiliki masa depan cerah malah berkata seperti itu. Demi apapun itu Shaman Choi benar-benar mengutuk siapapun yang menjadi dalang di tragedi malam itu, walaupun ia tahu siapa saja orang-orang itu.

Perlahan, Shaman Choi menyentuh puncak kepala Bo Ryung, mengelus-elusnya penuh kasih sayang dan berdoa dalam hati agar gadis di depannya ini mendapatkan sesuatu yang seharusnya telah ia miliki sejak awal. Dalam hati ia mengasihani Bo Ryung selaku gadis kecil yang hidupnya jadi antah berantah.

"Bertahanlah." Shaman Choi lantas menarik nafas dalam-dalam. "Semua akan indah pada masanya."

Bo Ryung tersenyum sedih. "Ya, semuanya pasti akan indah. Aku percaya." kata Bo Ryung seolah meyakinkan dirinya sendiri.  Masa-masa berat yang ia alami selama ini, akankah masa depan yang cerah menantinya? Ia pun tak tahu. Ia masih berharap dan terus berharap akan datangnya sebuah keajaiban.

"Langit mungkin tak memberimu jalanan tanpa bebatuan yang dihiasi bunga-bunga mae yang bertebaran." Shaman Choi kini melangkah mundur, matanya menatap mata Bo Ryung lamat-lamat. "Namun langit punya banyak hadiah untukmu."

Bo Ryung hanya diam, sakit kepalanya sudah menghilang jadi ia bisa fokus sekarang.

"Namun, hidup adalah pilihan. Kau yang menentukan kemana kau membawa takdirmu."

Shaman Choi kini membalikkan badannya, melangkah maju dan meninggalkan Bo Ryung yang tampak berpikir.

"Apapun yang terjadi, jangan sampai dirimu dikendalikan oleh rasa sakit yang selama ini kau derita. Hiduplah selayaknya sekarang dan berbahagialah."

Bo Ryung kini memejamkan kedua matanya, mencoba mencerna dan menghapal tiap kata yang diucapkan oleh Shaman Choi.  "Hiduplah selayaknya sekarang dan berbahagialah." ulangnya pelan sambil membulatkan tekat. Perlahan ia membuka matanya, Shaman Choi sudah menghilang dari pandangan.

♚Moondust♚

"Mengakulah!" bentakan penuh amarah dari seorang perempuan dengan pakaian bangsawan di depan para gungnyeo. Matanya menatap pada satu titik. Seorang gadis yang kini tengah teringat tangan dan kakinya, begitupula dengan mulutnya yang ditutup.

Salah satu gungnyeo melepas paksa kain yang menutup mulut gadis malang itu. Memaksanya untuk berbicara pada nyonya mereka.

"Kau dengan sengaja mendatangi danau istana untuk mendapatkan perhatian dari Jusang Jeonha, bukan begitu?"

"Sungguh, hamba tidak pernah berpikir untuk melakukan hal tersebut, Mama." Ya, gadis itu adalah Bo Ryung. Dalam perjalannya kembali ke kamarnya, ia diseret oleh beberapa gungnyeo kehadapan Ibu Suri Agung Baek. "Hamba hanya berusaha untuk mengambil Kain itu."

"Lantas? Kau pikir aku akan percaya?!" Ibu Suri Agung Baek mendengus, "Tentu saja tidak!" lanjutnya, ia lalu meninggalkan Bo Ryung dan para gungnyeo sambil memberi petuh untuk para gungnyeo lakukan. "Hukum ia. Cambuk kakinya sampai seratus kali, lalu kurung ia di dalam gudang penyimpanan selama lima hari."

Bo Ryung tentu saja tersentak. Sesegera mungkin gadis itu menunduk dan memohon ampunan kepada Ibu Suri Agung Baek. "Mohon ampuni hamba, Mama. Saya bersalah. Mohon maaf. Saya mohon... hentikan." rintihnya pilu.

"Terlambat." Ibu Suri Agung Baek tersenyum menyeringai. "Apa yang kalian lihat? Cepat hukum ia sesuai dengan apa hukuman yang telah aku jatuhi padanya." dan dalam kegelapan malam, Ibu Suri Agung Baek telah hilang dari penglihatan Bo Ryung."

♚Moondust♚

It's been a long time.
Sorry^^;

[Discontinued] Moon DustWhere stories live. Discover now