#30 Diantara Kamu dan Dia

248K 21.4K 2.4K
                                    

Hello Junia😊

.
.
.

"Kamu pesan apa?" Gana mendongak dari buku menu. Ia sudah lebih dulu menyebutkan pesanannya.

Berhubung gue masih kenyang, gue cuma menunjuk salah satu gambar minuman di buku menu. Lalu seorang pramusaji mencatat pesanan kami, meminta menunggu sebentar dan ia berlalu pergi.

"Jadi ngapain kamu sendirian di hotel?" Gana akhirnya merealisasikan kekepoannya dalam bentuk tanya.

"Mahasiswi dan hotel konotasinya jelek banget ya?" gue balik bertanya.

Gana tersenyum simpul. "Ngga gitu."

"Ya terus apa. Pertanyaan kok nganu banget." gue melipat tangan di meja. "Lu sendiri ngapain disana?"

"Saya tanya duluan loh."

"Memang ada aturan yang nanya duluan ngga boleh di tanya balik. Ngga kan?" cibir gue.

"Memang ngga ada, tapi lumrahnya ada tanya pasti ada jawab, bukan pertanyaan ulang." ucap Gana ngga mau kalah.

Gue berdecak sekali. "Kalo gue bilang lagi cari Om, emang percaya?"

Gana ikut melipat tangan di meja, pelipisnya menyatu seperti sedang berpikir. Tak lama badannya condong ke depan. "Saran saya, Om nya jangan yang buncit." katanya sok serius.

Gue ikutan condong. "Kalo yang buncit lebih berduit gimana?"

Gana merentangkan tangannya di samping bibir lalu berbisik. "Yakin kamu mau di tindih Cu Pat Kay begitu?"

Sontak gue menggeplak meja. "Astagfirullah, babi dong." gue mengetuk-ngetuk meja beberapa kali. "Amit-amit ya Allah." Dengarnya aja gue udah jijik, apalagi bayanginnya.

Gana terbahak. "Makanya jangan berandai-andai. Mending sama Om ganteng sini. Mau apa? Handphone? IPhone? Bisa diatur." Gana mengangkat kerah kemejanya jemawa.

"Seperangkat alat sholat di bayar tunai, bisa Om?"

Tawa Gana reda, ia berlagak syok, bersandar di kursi memijit pelipis. "Berat nih, permintaannya dihalalin begini." keluhnya. Tak lama tawa kami pecah ketika mata kami berserobok.

Pramusaji tadi kembali menyela tawa kami. Membawa pesanan kami dan menatanya di meja. Well, pesanan Gana maksud gue. Ini barang kawe serius makan steak dua porsi.

"Ngga salah nih dua piring?"

Gana mengangkat garpu dan pisaunya. "Salah, kalo ngga bayar," dengan luwes ia memotong steak ayam menjadi potongan kecil. "Saya bayar tunai kok ini." katanya, lalu piring itu ia pindahkan ke hadapan gue dan iya beralih ke piring satunya.

"Heh?"

"Udah makan. Seporsi steak ngga bakal bikin gendut."

Sialan jebakan batman.

Makanan udah di depan mata. Pantang bagi gue buat buang-buang makanan. Mama selalu wanti-wanti kalo makan harus dihabiskan. Di luar sana ribuan orang mati kelaparan, sementara di sini kita yang hidupnya lebih beruntung malah buang-buang makanan. Gue ngga mau termasuk dalam golongan manusia yang ngga bersyukur begitu.

"Ini serius, kamu ngapain di hotel sendirian?" tanya Gana sebelum gue berhasil memindahkan sepotong chicken steak ke dalam mulut.

"Ya ampun, keponya ngga ilang-ilang dari tadi muter-muter di situ aja." keluh gue sambil menuntaskan suap yang masih tergantung.

"Saya masih penasaran, biasanya kamu di kawal herder. Ini kok sendiri?"

"Herder?" alis gue naik satu mencerna kata herder yang di maksud Gana. Tak lama, gue tempeleng lengannya gemas. "Enak aja Pak Nugra dikatain herder. Dia itu bukan herder,"

Suami Satu Semester (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang