Part 10 - His Sadness

10.1K 836 12
                                    

Steve's POV

Saat kami sampai di rumah sakit pack, dokter dan perawat langsung menyiapkan brankar untuk mateku dan mate Alert. Mereka bergerak cepat masuk ke ruang periksa khusus untuk memeriksa keadaan mereka berdua.

Aku dan Alert menunggu di depan ruangan dengan wajah khawatir. Sesekali aku melihat Alert mengusap wajahnya frustasi.

“Kita akan membalas mereka, Al,” ucapku yang sedang duduk di kursi panjang. Alert menoleh ke arahku dan mengangguk pelan.

Dua jam kami menunggu akhirnya pintu itu terbuka juga. Satu orang berjas putih keluar dengan wajah yang sulit diartikan.

“Apa yang terjadi dengan mateku?” tanyaku dan Alert bersamaan. Dokter yang melihat itu terlihat kebingungan.

“Ekhm ... baiklah, saya akan menjelaskannya satu persatu." Denio, nama dokter itu, mulai menjelaskan.

“Luna terlalu banyak menggunakan kekuatannya sehingga tubuhnya melemah. Terdapat luka di tubuhnya karena hantaman benda keras. Kami sudah menyembuhkan luka fisiknya. Namun, untuk luka yang berada di dalam tubuhnya kami tidak bisa. Hanya Luna saja yang dapat menyembuhkan dirinya sendiri,” jelas Denio. Kemudian ia beralih menatap Alert.

“Sedangkan mate dari Beta Alert. Karena dia adalah manusia, jadi kondisinya cukup parah. Ada luka lebam di beberapa bagian tubuhnya terutama bagian punggung. Luka goresan di lengannya juga cukup parah karena benda tajam yang digunakan mengandung racun. Tetapi kami berhasil mengeluarkan racun itu dan menjahit lukanya,” lanjutnya.

“Lalu kapan mereka akan sadar?” tanyaku dengan tak sabar.

“Kami tidak dapat memprediksi kapan Luna akan sadar. Tetapi gadis satunya lagi kemungkinan akan sadar besok. Atau jika memungkinkan dia bisa sadar dalam beberapa jam ke depan,” jawab Denio.

“Apa kami boleh melihat mereka?” tanya Alert yang sudah tidak sabar melihat kondisi matenya.

“Tentu saja. Setelah kami membawa mereka ke ruang rawat.”

“Baiklah. Terimakasih,” ucapku dan dokter kepercayaanku itu mengangguk kemudian pergi setelah mendapat izin dariku.

Beberapa perawat membawa mateku dan mate Alert ke ruangan yang berbeda. Aku langsung masuk ke ruangan mateku. Lagi-lagi aku gagal menjaganya. Aku melihat Cia terbaring lemah di rumah sakit untuk yang kedua kalinya. Jantungku serasa ditusuk ribuan jarum saat melihatnya seperti ini.

Tanganku bergerak mengelus rambut halusnya. Menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah cantik itu. Aku merebahkan tubuhku dan ikut berbaring di sebelah mateku. Memeluk tubuh mungilnya dengan sangat hati-hati. Tanganku yang satu sebagai bantalan kepalanya. Untung saja ruangan khusus ini memiliki ranjang yang lebih luas.

“Cepatlah bangun, love." bisikku di telinganya dan mencium lembut pipinya.

Steve's POV End

***

Alert's POV

Dengan tergesa aku masuk ke ruangan mateku setelah perawat memindahkannya. Kakiku melangkah mendekati tempat tidurnya. Aroma bunga lily semakin menyeruak di indera penciumanku. Wajahnya terlihat begitu damai.

Banyak pertanyaan yang ingin ku tanyakan padanya. Bahkan aku belum tahu siapa namanya. Kapan dia akan sadar? Aku ingin sekali melihat mata yang sekarang sedang terpejam itu. Melihat senyumnya yang aku yakin dapat membuatku ingin terus melihatnya.

Tanganku bergerak mengelus wajah pucatnya. Aku mendudukkan diriku di kursi sebelah kasur mateku. Aku tidak menyangka pertemuan pertama kami akan seperti ini. Yang aku bayangkan, aku akan menemukannya dengan kondisi yang sangat baik. Namun kenyataannya ... aku terlambat.

Vasílissa Mou ✔ [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang