Chapter 3

6.2K 614 14
                                    

Chapter 3:

Keenan sangat tampan.

Apalagi saat sedang fokus bekerja, seperti sekarang ini. Aku menghela nafas perlahan, masih tidak menyangka kalau bisa satu kantor dengan gebetanku. Keenan menaikkan sebelah alisnya tampak sedang berpikir.

"Jadi menurut lo bagus begini?" tanya Keenan yang terdengar samar di telingaku.

Aku mengangguk asal, "He-em."

Keenan ikut mengangguk paham. Kurasa aku benar-benar jatuh cinta. Well, keputusanku untuk melamar di perusahaan yang sama dengan Keenan sangatlah tepat.

"Iya, ya lebih bagus— Dis? Disa!" Keenan menepuk dahiku ringan, membuatku tersadar dalam sekejap. Aku cengengesan sambil memasang wajah tanpa dosa. Ah, Keenan, andai kamu tahu aku ngga bisa fokus kerja karna kamu terlalu ganteng.

"Woy, buset dah. Ngelamun lagi?" Kali ini laki-laki tampan itu menepuk pipiku gemas.

Aku menegakkan badanku, "Apaan sih, siapa yang ngelamun. Sotoy banget si lu."

Keenan memutar bola matanya, "Terus apa namanya kalo bukan ngelamun? Iya sih, Dis, lu mana bisa fokus kerja kalo ada cowo ganteng kaya gua di sebelah lo."

Gila ni cowok sadar pesona banget, ya?

Aku mendengus, "Dih, pede banget sih lo. Sok ganteng, ew!"

Padahal memang ganteng.

Mendengar perkataanku ia hanya tertawa. Aduh, ketawa nya imut sekali. Membuatku ikut tersenyum geli.

"Udah jam segini aja. Ga kerasa." Keenan berkata sambil melirik pergelangan tangannya, "Ayo makan. Udah jam istirahat ini."

Asik! Makan berdua dengan Keenan, di jam yang sama dan di kantor yang sama. Keenan berdiri dan menjulurkan tangannya ke arahku yang langsung kusambut dengan senang hati. Lalu kami berdua berjalan menuju kantin kantor.

Sepanjang perjalanan menuju kantin, aku merasa sekelilingku menatap ke arah kami berdua —yea, Keenan dan aku. Apalagi perempuannya, yang kutangkap adalah tatapan iri, sinis, dan sejenisnya. Maaf, aku ralat ya, yang ditatap itu kurasa bukan aku DAN Keenan deh. Melainkan HANYA Keenan seorang.

Mari kita tunjukkan pada mereka, Keenan milik siapa.

Aku mendekat ke arah Keenan, "gimana?" tanyaku sambil menyenggol lengannya.

"Gimana apanya?" tanya Keenan bingung.

"Rasanya ngga ada di kamar sebelah lo. Sepi yak? Kan biasanya pagi siang sore malem gua udah berisik aja ke flat lo. Apalagi gue satu-satunya pemandangan indah disana."

"Dih? Pede banget sih lo." Ia tertawa pelan sambil mengacak acak rambutku.

Aku cemberut, "Lah bener kan? Gue loh yang paling cantik disana!"

Keenan mengangguk-angguk setuju, "Iya bener, paling cantik di lantai kita. Karna di lantai kita cuma lu doang yang cewek. Selain nenek-nenek yang tinggal di flat paling ujung sama suaminya."

Iya sih, benar juga.

"Kayanya lo gak seneng banget gitu ya, Nan, ngeliat gua bahagia?" ujarku pura-pura kesal.

Ia tertawa kencang lalu merangkul bahuku. Yes, umpan tertangkap. "Iya iya, Disa paling cantik. Keenan kangen sama Disa. Kangen suara Disa yang kaya nenek lampir kejepit di pintu."

"IH!"

Keenan mengeratkan rangkulannya pada bahuku sambil tertawa, "Bercanda."

"Gak lucu."

Neighbour From HellWhere stories live. Discover now