Chapter 20

2.4K 406 63
                                    

Pekerjaanku sudah selesai bahkan sebelum jam kantor berakhir. Aku meregangkan badanku. Lalu merapikan meja, bersiap-siap untuk pulang. Regas bilang dia akan menjemputku tepat pukul 4 sore, sekarang masih jam 3. Lihat saja, aku akan pulang duluan.

Aku berdiri dan bersiap-siap untuk pulang.Aku melihat Rani yang tampak kacau di meja sebelah. "Ran, lo udah kelar belom?"

Rani menarik nafas panjang. "Gue udah mau gila kerja ama Pak Gani but yeah, i'm done."

"Mau balik gak?" tanyaku.

Ia mengangguk antusias, "Setelah berhari-hari akhirnya gue bisa tidur dengan lega. Ini revisi terakhir, gue harap memenuhi jiwa-jiwa perfeksionis beliau. Please."

Aku tertawa dan ikut mengamini doanya.

Setelah beres, Rani berdiri dan menggandengku menuju lift. Kayanya aku bisa pulang nebeng Rani, nih. Aku mengeluarkan ponselku. Terakhir kali, Regas mengirim pesan agar aku tidak kabur ataupun pulang duluan.

"Gimana lo ama Keenan, Dis?"

Aku memutar mata. "Ya gak gimana-gimana. Pasca penolakan dia waktu itu, gue sedikit menjaga jarak dari dia. Gue gatau dia nyadar apa ngga. Dia ada cerita gak ke lo?"

Rani menggeleng. "Gak ada, dia akhir-akhir ini sibuk banget ga sih? Kerasa gak lo?"

Aku juga merasa begitu namun tidak terlalu memperhatikan Keenan karna aku sendiri sibuk beberapa hari ini. Memikirkan presentasi pada klien, proyek lain yang kukerjakan, kurasa itu semua sudah cukup mengisi pikiranku. Hari ini saja kami cuma bertemu sebentar, basa-basi singkat karna dia harus pergi bertemu dengan kontraktor. Aku pikir dia juga menghindariku? Entahlah.

"Anterin gue ke toilet dulu, yuk, bentar." Sebelum sempat menjawab, Rani sudah menarikku masuk ke dalam toilet wanita. Ia buru-buru masuk ke dalam bilik meninggalku sendiri. Kebiasaan.

Ponselku tiba-tiba bergetar, ada satu pesan masuk. Aku mengambil ponsel dari dalam tasku.

Regas Tetangga Sebelah

Jangan kabur, Ardisa.

KENAPA DIA BISA TAU AKU KABUR? Dia punya mata-mata ya? Atau bagaimana?

Keran di sebelahku terputar membuatku mengadah. Perempuan tinggi, cantik, dan wajahnya tidak asing. Sangat amat tidak asing. Aku mencoba memutar otak mengingat-ingat pernah melihatnya dimana. Ia mengulurkan tangannya untuk mengambil tissue namun kosong. Tidak ada tissue. Refleks aku merogoh tasku dan memberinya tissue.

Perempuan itu menatapku sekilas lalu tersenyum, "Thanks."

Sumpah.

Aku kenal.

Ini bukannya mantannya Regas? Yang menyiramkan es jeruk ke Regas? Yang berantem sama Regas? Sempit sekali dunia. Sania tampak lebih cantik dari dekat. Ia sedang memperbaiki riasannya. Aku tersadar belum membalas pesan dari Regas.

Ardisa Berliani

Suka-suka gue dong.

btw, tebak dah gue ketemu siapa?

Aku ingin tau bagaimana reaksi Regas jika tahu aku baru saja bertemu dengan mantannya. Tidak. Aku lebih penasaran wajah Regas jika bertemu lagi dengan mantannya. Selama ini aku gak pernah tanya macam-macam, aku takut itu mengganggu prosesnya untuk move on. Namun Regas sepertinya sudah khatam kisah cintaku yang bertepuk sebelah tangan dengan Keenan, sahabatku sendiri. Regas bahkan tidak pernah mengungkit perihal mantannya kepadaku.

Neighbour From HellWhere stories live. Discover now