Chapter 15

2.7K 407 37
                                    

"Berapa hari lo ga tidur?" Rani menatapku prihatin, kemudian menyodorkan satu cup kopi padaku.

Aku menerimanya dengan senang hati. "Thanks."

Rani berdecak lagi. "Berapa hari?" ulangnya.

"A couple days?" jawabku santai.

Pura-pura santai lebih tepatnya, habis ini pasti Rani bakal mencak-mencak. Ia menatapku dengan tatapan tak habis pikir. Aku hanya nyengir.

Well, beberapa hari ini tidurku gak nyenyak karna harus mikirin konsep klinik milik Regas. Bukan artinya aku menyalahkan Regas tapi ini proyek pertama yang aku pegang sendiri di perusahaan ini, jadi aku harus membuat klienku sesenang dan sepuas mungkin. Terlebih lagi klienku ini sepupunya si bos. Perfect timing sekali kan?

Oleh karna itu aku memikirkan konsep sampai gak tidur berhari-hari. Aku mengerjakannya hampir sempurna, menghindari cela untuk 'revisi' dari Regas. Proposalnya sudah hampir jadi tinggal sedikit lagi lalu presentasi ke klien. Aku sudah hampir selesai dari analisa kebutuhan ruang. Masih perlu beberapa hal lagi.

Mungkin nanti malam selesai.

"Lo gila ya sampe gak tidur begitu? Pasti lo pengen yang bener-bener terbaik buat Regas." Rani melipat tangannya di depan dada, lalu menggelengkan kepalanya.

Aku mendengus. "Apaan, gue pengen dapet nilai bagus aja buat project pertama gue. Sekalian menjilat bos."

Rani speechless. Aku cuma nyengir.

Hari ini suasana kantor lumayan padat, kayanya orang-orang lagi sibuk mengejar deadline. Aku harap Regas gak banyak minta revisi nantinya. Jadi tugasku gak berat-berat amat.

Ngomong-ngomong soal Regas, beberapa hari lalu setelah berpapasan dengannya di Rumah Sakit. Dia bilang, aku bisa bertemu untuk memberikan kontrak kerja. Namun sayangnya dia ada operasi yang lagi-lagi CITO.

Dia itu spesialis bedah ya?

Aku gak pernah tanya.

Jadi aku mengirimkan kontrak itu ke tempat prakteknya sehari setelah aku gagal bertemu Regas. Lalu sampai sekarang aku gak pernah liat dia lagi. Ada sesuatu yang aneh dari dalam diriku mengingat beberapa hari ini hampir tidak pernah bertemu dengan Regas tapi aku gak tau pasti itu apa.

"Heh, ngelamun. Hape lu bunyi tuh," kata Rani.

Aku menatap ponselku yang bergetar, satu pesan masuk. Dari Regas.

Lah, baru saja aku memikirkannya beberapa detik yang lalu. Sepertinya dia bisa baca pikiran orang. Aku curiga.

Regas tetangga sebelah
Dis, lo sibuk gak tar malem?

Aku tak tahan untuk tidak mengernyitkan dahiku. Tumben banget dia tanya begini.

"Siapa?" tanya Rani kepo.

"Regas."

"Hah? Panjang umur banget dia." Rani menjulurkan kepalanya ke arahku untuk melihat pesan dari Regas. "Ngomong apa dia?"

"Nanya gue sibuk apa ngga tar malem."

"Cie diajakin ngedate," ledek Rani. Ia mencolek daguku. Sangat menggelikan.

"Palalo diajakin date. Nanya begini gak ada intensitas buat ngajakin date, sepertinya mau bahas kerjaan." Aku mendengus tapi dalam hati memikirkan kemungkinan itu terjadi. Well, gak mungkin kan?  Ah, otakku terkontaminasi Rani.

"Kerjaan mulu. Modus kali dia tuh biar bisa ketemu lo."

Aku balik menatap Rani sinis. "Eh, lu sebenernya punya masalah apasi, Ran?"

Neighbour From HellWhere stories live. Discover now