Chapter 11

3K 464 72
                                    

Beberapa tahun lalu saat aku memutuskan untuk pindah ke apartmenku yang lama, aku merasa aku mengambil keputusan yang cukup besar untuk pisah dan hidup sendiri. Merasa saatnya aku hidup mandiri, toh tidak ada bedanya aku di rumah dan di apartment. Sama-sama sendirian. Papaku jarang ada di rumah, sibuk kerja. Aku tidak menyalahkan papaku atas apa yang beliau lakukan. Mungkin itu salah satu cara beliau untuk mengisi kekosongan hatinya pasca Mamaku meninggal.

Walaupun begitu, Papa tetap saja perhatian. Terakhir aku telfon Papa, katanya beliau sedang dinas di Surabaya baru akan kembali besok. Papa menyuruhku untuk sekali-kali main ke rumah, katanya beliau ingin melihatku. Rumah terasa begitu sepi tanpa aku, katanya.

Apa aku menyesal telah pindah?

Sedikit. Sekarang aku sedikit menyesal pindah ke apartmentku yang baru. Aku tidak menyesal sama sekali pindah ke apartmentku yang lama. Terlebih lagi memiliki tetangga seperti Regas.

"Ngelamun terus. Lo niat gak, sih?"

Aku tersadar, lalu mengerutkan dahiku. "Menurut lo aja."

"Oke, gue rasa gue minta ganti orang aja. Gue gak mau kerja sama dengan orang yang gak niat." Regas berkata dengan dingin lalu mengambil ponselnya dari atas meja.

Sebuah ancaman.

Aku buru-buru menahannya. Tangan kami bersentuhan, dia menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan. Beberapa saat dunia serasa berhenti berputar. Namun dengan cepat aku mengembalikan kesadaranku, lalu menarik tanganku dari atas tangannya.

"Oke, maaf. Jangan telfon Bu Sarah." Aku berusaha memfokuskan konsentrasiku, "Oke. Jadi gue simpulkan ya, untuk klinik lo ini gue akan pakai konsep Healing Environment. Secara keseluruhan dinding berwarna putih dengan motif cross wave dengan warna yang berbeda-beda. Oranye untuk area non-medis, hijau untuk area medis, dan biru untuk area sirkulasi. Di beberapa area non medis, dinding menggunakan finishingwallpaper."

Regas mengangguk.

"Menurut standar rumah sakit, lantai dianjurkan menggunakan epoxy pada area medis sehingga tidak memiliki rongga yang dapat berpotensi menjadi tempat berkembang biak bakteri. Lantai menggunakan cove former untuk pertemuan lantai dan dinding sehingga tidak ada sudut yang berpotensi sebagai tempat berkembang biak bakteri. Sedangkan untuk area non medis, menggunakan material granit dan vynil bermotif kayu," lanjutku sambil membaca catatan hasil pertemuanku dengan Regas.

Regas mengangguk.

"Untuk hasil perancangan berupa layout plan dan site plan, denah per massa bangunan dan kawasan, wujud tampilan bangunan per massa dan secara interior, eksterior, struktur, rencana electrical, rencana plumbing, rencana atap, rencana lantai, rencana alur limbah padat atau sampah medis dan pengolahan limbah cair medis semuanya sudah gue catat juga. Nanti gue kirim."

"Gue rasa lo sudah cukup paham maksud gue, untuk plafon, furniture dan bagian taman juga sama dengan yang gue mau ya," ujar Regas.

Aku mengangguk, "Nanti konsep lengkap beserta gambarnya gue kirim ke lo deh lewat e-mail. Bisa minta e-mail lo?"

"Nanti gue kirim lewat whatsapp."

"Okay."

"Gue rasa sudah selesai, lo mau langsung balik?" Kali ini suara Regas lebih lunak. Mungkin karna yang kuucapkan sesuai dengan yang dia inginkan. Dasar manusia menyebalkan.

"Iya kayanya," ujarku sambil memasukkan catatan serta ponselku ke dalam tas.

"Lo mau makan dulu gak? Gue traktir."

Neighbour From HellWhere stories live. Discover now