19. Menyesal

2.4K 384 5
                                    

Di motor, gue hanya diam. Gak tau mau ngomong apa. Lagian gak ada yang harus diomongin dan gue juga males ngomong sama Guanlin.

Sesampainya gue di depan gerbang, gue langsung turun dari motornya dan berjalan menuju rumah tanpa bicara apapun ke Guanlin.


"Hati-hati." Itu yang gue dengar waktu gue udah hampir setengah perjalanan. Gak tau deh ya maksud dia apa. Lagian gue di rumah kan gak banyak tingkah, gak main masak-masakan pake pisau dapur, jadi apa yang harus gue hati-hatiin? Hati-hatiin hati kali ya? Gue ngomong apa, sih?


Gue terus jalan sebelum Guanlin bicara lagi yang kedua kalinya.


"Maaf." Gue berhenti, lalu berbalik menatap Guanlin dengan penuh tanda tanya.

"Hah?"

"Lo marah, kan sama gue?"

"Enggak,"

"Kesel sama gue?"

"Gak juga,"

"Lah?" Guanlin memasang tampang begonya.

"Loh?"

"Apa, sih?"

"Lo gak jelas,"

"Gue kira tadi lo diemin gue karena marah atau gak kesel sama gue."


Ingin rasanya gue menertawakan kebodohan Guanlin.

"Gak ada orang yang marah ataupun kesel kalo pulang di tengah jam pelajaran ke sekolah. Justru gue berterimakasih banget sama lo. Seneng banget, loh gue,"

"Soal pusing gue yang tadi, udah sembuh kok. Soalnya lo udah bawa gue ke obat gue. Thank you, Guanlin. Selamat bersekolah lagi, hehehe..." Gue nyengir. Emang ya, obat ampuh kalo pas lagi sakit di sekolah ya cuma pulang ke rumah. hehe.

Sekarang gantian, Guanlin yang speechless.

Sekarang gantian, Guanlin yang speechless

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anjir, gue menyesal."

"Ketawain gak?"

"Gak."

"Uuu... ngambek,"

"Gue cabut ke sekolah." Guanlin nyalain motornya.

"Ya udah," tepat setelah gue selesai ngomong, Guanlin langsung hilang dalam sekejap. Hanya meninggalkan jejak suara yang mengganggu telinga.

Tanpa sadar gue tersenyum.

Random✔ | Lai GuanlinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang