12. Red and White Roses

1K 152 39
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Ketika (Name) terbangun pagi harinya, yang menyapanya pertama kali adalah sekumpulan prajurit dengan rantai dan zirah besi lengkap. Mereka berseru dan mengumpat kepada sang penyihir, namun sebelum ia sepenuhnya terbangun, mereka sudah merantai (Name). Leher, kedua pergelangan tangan, dan kedua kakinya dirantai dengan erat—(Name) merintih kesakitan ketika salah satu dari mereka menarik rantai di kedua tangannya hingga ia bisa berdiri.


Baru saja berdiri, prajurit-prajurit itu langsung saja mendorong (Name) untuk mulai berjalan. Tanpa mengatakan apa pun sang penyihir hanya bisa menurut dan berjalan sesuai perintah orang-orang yang menuntunnya. Tidak perlu waktu lama sampai akhirnya (Name) teringat hari ini adalah hari kematiannya. Sang penyihir menundukkan kepalanya. Seminggu dia dikurung dan disiksa tanpa ampun, sekarang akhirnya dia akan dieksekusi.


'Jadi ini akhirnya, ya..?' batinnya sembari perlahan menutup matanya ketika ia keluar dari penjara bawah tanah tempat ia dikurung. Ia berusaha menarik tangannya untuk menutupi matanya dari cahaya matahari, namun penjaga di depannya langsung menarik rantai di pergelangan tangan (Name). "Ah—"


"Jangan lamban! Cepat jalan!" seru prajurit di depannya. Tanpa menunggu lagi dia langsung menarik (Name) agar segera maju.


(Name) hanya mendesis pelan. Pergelangan tangannya mulai terasa sakit karena tarikan-tarikan dari prajurit itu. 'Keparat,' umpatnya dalam hati.


Baru sebentar ia melangkah keluar dari penjara, ketika kerumunan penduduk Kerajaan Aoba Johsai sudah muncul. Mereka meneriakkan berbagai hal; umpatan, kutukan tanpa arti, dan ancaman—karena "telah menyihir pangeran tercinta mereka", dari yang (Name) berhasil dengar. Tidak hanya mengumpat, mereka juga melempari (Name) dengan batu-batu, telur, atau tomat busuk—tidak jarang beberapa malah mengenai prajurit-prajurit yang menuntunnya.


Dia ingin sekali melindungi dirinya, menggunakan sihirnya agar dia bisa membebaskan diri dan kabur dari kerajaan ini—sesuatu yang seharusnya ia lakukan setelah kematian ibunya. Namun (Name) teringat lagi betapa tidak berdayanya dia tanpa adanya teman. Dia teringat kembali hari-harinya yang membosankan, yang ia gunakan untuk menantikan kedatangan kakaknya.


Dan seketika wajah sang pangeran terlintas di kepalanya.


(Name) berhenti melangkah ketika sebuah batu mengenai keningnya. Sesaat ia merintih, hanya bisa diam sebentar sebelum didorong oleh para penjaga. (Name) menggertakkan giginya, sebisa mungkin menahan dirinya agar tidak lepas kendali—bagaimanapun juga dia tidak tega untuk mengutuk mereka semua, di sisi lain dia tidak sekuat itu untuk bisa melakukannya.

Tale: The Prince and The Witch | Oikawa TooruWhere stories live. Discover now