Epilogue

1.2K 174 47
                                    

"..sang pangeran dan penyihir bersama kelompok mereka pun menemukan tempat tinggal baru mereka. Tidak lama setelah tinggal di tempat itu, pangeran dan penyihir itu menikah dan hidup bahagia di sana. Selesai!"


Anak kecil yang duduk berkumpul di hadapan wanita itu langsung menatapi sang pencerita dengan kedua mata berbinar-binar. Satu per satu dari mereka mulai berbicara dengan teman mereka di sebelahnya, membicarakan kisah yang dibacakan oleh wanita itu.


"Kak.." panggil salah satu anak laki-laki berambut lurus sembari mengangkat tangannya ragu-ragu. "Cerita itu.. apakah itu kisah nyata? Cinta antara seorang pangeran dan penyihir?" tanyanya perlahan.


Wanita itu hanya tertawa pelan sembari menutup buku di pangkuannya. "Itu sesuai dengan kepercayaanmu, Akira," katanya. "Bagaimana kalau begini.. siapa dari kalian yang percaya kalau cerita itu asli?" tanyanya sembari menepuk tangannya.


Setengah dari anak-anak di depannya mengangkat tangannya. Salah satu dari mereka yang tidak mengangkat tangan hanya mendecih kesal, sembari mengusap rambut pirangnya. "Memangnya ada cinta yang seperti itu?" tanyanya. "Itu hanya rekayasa, tidak ada orang yang rela meninggalkan hal penting seperti itu untuk cinta," gerutunya.


"Aah! Tsukishima mulai lagi!" gerutu seorang anak kecil berambut oranye. "Kau itu.. kenapa ketus seperti itu?! Pastinya ada cinta seperti itu! Benar bukan, kak?!" tanyanya kepada wanita pencerita tadi.


Wanita itu tertawa canggung. "Y-Ya, tentunya ada," katanya. "Mungkin Kei tidak percaya. Tetapi bahkan di sekitar kita ada banyak contoh cinta yang seperti itu,"matanya bertemu sejenak dengan anak berambut pirang itu. "Contohnya.. kasih sayang orang tua kalian kepada satu sama lain. Atau cinta ibumu kepadamu. Apakah ibumu mengabaikanmu untuk hal-hal lain? Tentu tidak pernah, bukan?" ia terkekeh pelan ketika anak itu menunduk dengan telinga yang memerah. "Tidak perlu malu, Kei.."


"Kak.." kali ini anak berambut hitam lain mengangkat tangannya. "Apakah aku boleh bertanya juga?" tanyanya.


"Tentu saja, Tobio. Tanyakan saja!"


Anak tersebut terlihat ragu-ragu untuk sesaat, sebelum ia mengepalkan tangannya dan menatapi wanita itu. "Kenapa penyihir itu tetap menerima dan menolongnya? Dia tahu kalau itu salah, tetapi kenapa masih mau?"


Untuk beberapa saat wanita itu hanya diam, sebelum ia tersenyum lembut. "Karena dia kesepian," katanya. "Dia hidup sendirian selama bertahun-tahun di hutan itu. Lama kelamaan rasa kesepian bisa membuatnya putus asa untuk seorang teman. Dan pangeran itu tiba di hidupnya," jelasnya.


Anak-anak tersebut menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "Kalau begitu! Misalkan aku bertemu dengan penyihir itu, aku akan menjadi temannya!" seru anak berambut oranye yang sama. "Lalu aku akan mengajaknya bermain petak umpet!"


"Memangnya dia mau bermain denganmu, boke?!" jerit Tobio kesal. "Tentunya kita bermain permainan lain! Seperti lompat tali atau sejenisnya!"


"Daripada lompat tali, lebih baik kita bermain bola bersama! Atau pergi memancing bersama!" usul seorang anak bermabut jabrik dengan penuh percaya diri.

Tale: The Prince and The Witch | Oikawa TooruWhere stories live. Discover now