19. Aku yang Bodoh

1.3K 195 25
                                    

Untuk pertama kalinya, aku melihat Ale menangis. Menangis tersedu di depanku setelah mengatakan semuanya. Menjelaskan jawaban atas pertanyaan yang kusimpan dalam hati.
Aku tidak mampu berkata-kata . Aku merasa sangat keterlaluan menuduh Ale yang tidak-tidak.

Hubungan buruk yang terjadi belakangan memang membuatku menjadi orang yang menyebalkan. Orang yang dingin dan pasti membingungkan baginya.

"Apa yang udah gue lakuin ke Ale? Nggak seharusnya gue gini ." aku merutuki kebodohanku.
Menyerangnya dengan pertanyaan tak berdasar. Ini semua gara-gara Roy. Dia berhasil meracuni pikiranku dengan dugaan-dugaan tidak masuk akal itu.

Sejak beberapa hari terakhir, laki-laki itu sering menghubungiku. Memberikan pesan beruntun berisi kata-kata yang intinya menyudutkan Ale. Mengatakan banyak hal buruk tentangnya dan bodohnya, aku terpengaruh.
Banyak yang kupikirkan. Bagaimana jika apa yang Roy katakan itu benar.
Tapi, setelah Ale menjelaskan semuanya, pikiranku mulai terbuka.
Biang kerok dari permasalahan ini adalah Roy dan kecemburuanku.
Baiklah, aku memang cemburu. Bukan hanya karena statusku sebagai istrinya, tapi aku juga mencintai Ale.
Iya, aku mencintainya. Sekarang. Atau bahkan sebelum Arina datang lagi.

"Dasar bego. " kataku lagi.
Aku harus menyusul Ale ke dalam rumah. Dia bilang, ada sesuatu untukku di dalam sana.

"Ale,,, " teriakku.
Rumah sepi. Nampak gelap karena lampu rumah belum nyala.
Aku baru ingat jika Bunda dan Ayah ke rumah Kakek hari ini.

Sebelum menekan sakelar lampu, mataku lebih tertarik pada cahaya di ruang makan.

Pelan aku berjalan. Pemandangan di depanku membuat aku tertegun. Apa ini yang Ale siapkan untukku?
Candle light dinner.
Aku makin merasa bersalah saat aku menuduhnya hari ini bersenang-senang sendiri.

"Ale,,, " teriakku lagi memanggilnya.

Apa dia di kamar. Baiklah, kuharap benar.

Kudorong pintu setelah kuputar knop pintunya.
Ale tengah duduk menghadap jendela. Dia diam seperti tengah melamun.

Aku mendekat dengan pelan.
"Ale, maaf. Aku nggak maksud ,,"

Kulihat, Ale melap wajahnya dengan tangan. Menghapus airmatanya mungkin.

"Aku nggak papa. " ucapnya singkat.

Aku berdiri di samping tubuhnya, lalu memegang bahunya, "Kamu yang nyiapin semuanya di depan? "

"Iya. Tapi, kayaknya makanannya udah dingin. Kelamaan nunggu. "

Aku makin merasa bersalah.
Yuki, lo harus tanggung jawab.

Aku maju, lalu berjongkok di depannya. Menatap Ale yang masih betah menunduk.

"Aku masih mau kok makan itu. " kataku.

"Aku udah maafin kamu. Aku udah lupain semuanya. Itu yang kamu mau kan? "

Ale menghela napas.

"Aku minta maaf, Ale. Tuduhanku nggak berdasar. Dan kayaknya apa yang pernah kamu tanyain ke aku soal kecemburuan, aku yakin itu memang cemburu. " jujurku.

"Aku terlalu bodoh karena menutupi sesuatu yang harusnya aku ungkapin ke kamu sejak lama , sebelum Arina datang lagi di kehidupan kita. " sambungku lagi.

"Cemburu sebagai istri? " tanya Ale tiba-tiba.

"Ya, dan,,, " jawabku menggantung penjelasan .

"Dan apa? " tanyanya. Ale menunggu jawabanku sekarang.

"Aku akan jawab nanti. Kita ke depan. Selesaikan tujuan kamu bawa aku ke sini. " kataku meminta.
Aku harap, Ale setuju.

Namun, beberapa detik berlalu, Ale masih terdiam.
Apa yang harus aku lakukan untuk membujuknya sekarang?
Otakku tiba-tiba buntu. Hanya ada satu ide keluar dan rasanya aku malu untuk bilang ini hanya ide.
Ah,,, gila. Ale itu suami lo, Yuki. Lo bebas mau lakuin apa aja.

Mission 2 (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang