Bab 1

582 42 2
                                    

"Ayah sangat menyayangi Fara. Jadi, Ayah nggak akan ninggalin Fara" kata Ayah sembari menyodorkan kue ulang tahun lengkap dengan lilin bertuliskan angka 16.

"Selamanya, Ayah akan membuat Fara bahagia. Karna Fara putri Ayah satu-satunya"

"Fara, ayo kita berangkat" suara lembut itu membuyarkan lamunanku. Suara Ibu, yang kini merangkulku dalam dekapannya.

Aku membalas pelukan Ibu, dengan mata yang memerah dan penuh bulir kepedihan yang  mendalam.

Bayangan Ayah lagi-lagi menghantui kepalaku. Rasa sedih di tinggalkan sosok Ayah yang sangat aku sayangi bukanlah hal yang mudah aku sembuhkan.

Rasanya tak ada obat yang mujarab untuk menyembuhkan pedih yang teramat mendalam ini.

"Sudahlah Fa, Ayah juga akan sedih disana kalau kamu terus-terusan menangis seperti ini. Lebih baik kamu doakan supaya Ayah tenang disana ya" Ibu kembali mengatakan hal yang sama.

Aku melepas pelukan Ibu dan mengusap air mata yang sedari tadi tak berhenti membasahi pipi.

Aku mengambil box hitam dalam laci lalu memasukannya dalam koper yang akan ku bawa.

Tak bisa ku pungkiri, ini adalah hari yang berat.

Yaa, kita akan pindah ke Jakarta. Kita akan tinggal di rumah almarhumah nenek disana. Kita akan memulai kehidupan baru pula disana.

Ibu pernah bilang "Setelah lulus SMP, kita akan pindah ke rumah nenek".

Awalnya aku menolak, karna aku tak ingin meninggalkan semua kenangan bersama Ayah. Aku tak sanggup melakukannya.

Tapii, aku juga menghargai keputusan Ibu. Karna kehidupan di sini tidak lagi memungkinkan setelah Ayah meninggal.

Kita tidak punya saudara disini, saudara Ibu berada di Jakarta semua. Jadi terpaksa, kita harus pindah.

Meninggalkan rumah dengan kenangan yang sangaat banyak dan indah dengan Ayah.

Tapii, aku kembali berpikir. Kenangan itu bisa kita simpan dalan hati dan otak. Maka selamanya, kita tidak akan melupakannya.

"Ayah, Fara menyayangi Ayah" aku menatap kosong pada rumah yang akan ku tinggalkan. Mencoba mengingat lagi, masa-masa kebersamaan aku, ibu, dan ayah.

Setelah itu, aku masuk ke dalam taxi dan menjauh dari rumah berdominasi biru. Sampai tak terlihat lagi.

Bulir air mataku kembali menetes.

BANDANA Where stories live. Discover now