6. Dreams

1.4K 113 45
                                    

/dream/

(1) mimpi, peristiwa yang dialami pikiran seseorang saat tidur; (2) impian, keinginan, ambisi, cita-cita

.

.

.

Tiga hari sebelum acara ulang tahun pernikahan kami, Alfred -- sang pelayan serba bisa yang kini merangkap menjadi perencana acara alias event organizer -- memberitahuku bahwa akan ada momen di mana aku dan Surya saling memberikan ucapan manis tentang satu sama lain. Aku diminta mempersiapkan pidatoku sedini mungkin, namun diperbolehkan membawa catatan di hadapan hadirin.

Hingga hari ini, kertas itu masih kosong.

Aku tak tahu harus menulis apa. Perasaanku sedang bercampur aduk, menumpuk dari bertahun-tahun sebelumnya. Aku tidak bisa membuat tulisan yang tidak mewakili perasaanku. Akan tetapi, jika terlalu generik dan datar, tamu-tamu akan menganggap aku tak lagi mencintai suamiku.

Ah, aku benar-benar pusing.

Setelah Puspa keluar dari ruang dandan, aku meminta secarik kertas putih yang masih kosong dan bolpen kepada pelayanku. Sambil memejamkan mata, aku mengingat perjalanan cinta kami -- mulai dari pertemuan pertama hingga berpacaran, lalu menikah dan berkeluarga sampai sekarang ini.

***

Los Angeles, 1984

Tahun itu merupakan musim panas pertamaku sebagai pelajar di negara asing. Ya, musim gugur 1983, aku resmi tercatat sebagai mahasiswi jurusan Sastra Inggris di Pepperdine University, sebuah universitas swasta di Malibu, California, Amerika Serikat. Kampusku terletak di tepi pantai yang sangat indah, sehingga aku dan teman-temanku sering menghabiskan waktu di pantai di sela-sela kegiatan kuliah musim panas kami.

Aku tidak sendirian. Kakakku, Haris, yang lulus dari University of Southern California (USC) setahun sebelum aku masuk kuliah, kini bekerja di Los Angeles, yang berjarak setengah jam dari Malibu dengan mobil, sehingga kami sering saling mengunjungi. Jika bukan aku yang menyetir ke Los Angeles, maka ia yang mendatangi apartemenku di Malibu. Ia berkenalan dengan teman-temanku, sesama mahasiswa Indonesia di Pepperdine, dan aku pun berkenalan dengan teman-teman kerjanya di Los Angeles.

Suatu hari, ia mengajakku ke perkumpulan mahasiswa dan alumni Indonesia yang pernah berkuliah di Los Angeles dan sekitarnya. Karena kebanyakan dari mereka merupakan anak-anak konglomerat di Indonesia, maka mereka menyewa hotel untuk menyelenggarakan acara ini. Mereka juga mengundang pembicara, yakni alumni yang telah sukses bekerja di perusahaan mancanegara atau meneruskan bisnis orangtua mereka.

Salah satu pembicara di sana adalah Surya Jati, eksekutif muda berusia duapuluh lima tahun, mahasiswa S2 jurusan bisnis dari USC. Ia merupakan teman Haris semasa S1 -- dari selebaran yang kubaca, ia meraih gelar S1-nya di USC, lalu magang dua tahun di Bank Dunia, dan melanjutkan kuliah S2-nya di USC. Aku terkejut mengetahui bahwa ia adalah putra pertama keluarga Jati, keluarga konglomerat ternama di Indonesia.

Ketika ia mulai berbicara, aku semakin tercengang dengan pengalaman dan kecerdasannya. Dengan piawai ia menceritakan kondisi ekonomi dan bisnis di Indonesia dan Amerika Serikat, potensi yang dapat digarap oleh mahasiswa dan alumni Indonesia, serta memperkenalkan organisasi-organisasi kemanusiaan yang dapat kami ikuti selama musim panas ini untuk memperindah resume kami. Bahkan, apapun jurusan kami, pasti ada posisi yang tersedia bagi kami untuk menyumbang kemampuan kami.

Namun yang paling membuatku terpesona adalah penampilan fisiknya. Pria tinggi bertubuh atletis dengan jas Tom Ford yang membungkus posturnya, mana mungkin tidak menarik bagi seorang perempuan muda normal sepertiku? Apalagi wajahnya tidak hanya tampan namun memancarkan keteguhan dan rasa percaya diri. Kulitnya putih namun sedikit menggelap akibat terpapar sinar matahari California yang bersinar sepanjang tahun. Ia seperti tokoh utama pria dalam novel klasik yang sering kubedah di kelas literaturku. Teman-teman perempuanku ribut membicarakan tampangnya. Aku tidak ikut bergabung dengan mereka, namun dalam hati aku menyetujui mereka bahwa ia adalah pria paling tampan yang pernah kulihat secara nyata (aktor tidak termasuk).

Disillusioned ◇Место, где живут истории. Откройте их для себя