「Chapter 3」

3.6K 599 52
                                    

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

[standard disclaimer applied]

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Walaupun masih berstatus sebagai murid baru, tapi kepopuleran Na Jaemin memang sudah hampir setara dengan Ketua Kelas mereka. Maksudnya, hampir setiap kali ada kesempatan pasti Jaemin akan dikelilingi murid lain untuk sekedar mengajaknya berbincang persis seperti saat ketua kelas yang sering kali dikelilingi untuk ditanyai mengenai pelajaran ataupun hal lainnya. Saat itu Jaemin tengah duduk manis dikursinya sambil sesekali menunjukan senyuman mempesonanya, ada sekitar lima orang yang mengelilinginya dan secara bergantian mengajaknya berbicara yang setiap topik pembicaraanya selalu Jaemin layani dengan santai. Sangat kontras dengan bangku Jaemin yang sangai ramai, bangku Renjun terasa begitu sunyi dan dingin meskipun tempat mereka bersebelahan. Renjun kali ini tidak membaca sebuah buku seperti biasa, dia sedang mengambar sesuatu pada sebuah buku sketsa dengan kuas.

Jaemin dan Renjun memang sangat bertolak belakang. Mereka bagai matahari dan bulan, tidak pernah berada pada satu langit tapi masih saling berhubungan. Bulan tidak bisa bersinar tanpa matahari dan matahari tidak bisa menyinari malam tanpa bulan, hanya saja tidak banyak orang yang mengetahui keberhubungan diantara Jaemin dan Renjunㅡatau mereka yang terlalu menutup mata.

Sekolah sudah sepi, hanya ada beberapa murid yang mengikuti kelas tambahan atau klub yang tersisa di sekolah dan tentu saja Huang Renjun adalah salah satu dari beberapa murid itu. Renjun tidak memiliki kelas tambahan karena dia memang terlahir dengan otak cemerlang ataupun klub karena sudah dipastikan tidak ada yang mau menerimanya sebagai anggota mengingat semua orang jelas-jelas mengatakan tidak ingin bersama seorang penyihir jahat lebih lama dari waktu sekolah. Lagipula Renjun memang selalu pulang terlambat dan datang pagi sekali. Bukan tanpa alasan, ia menyukai suasana sunyiㅡitu membuatnya merasa lebih nyaman dari pada harus melewati banyak orang yang terus berbisik dibelakangnya. Selesai menata barang-barangnya kembali kedalam tas, Renjun beranjak pergi dari kelas.

"Ayo pulang," kata Jaemin dengan santai dan menarik tangan Renjun agar mengalung di lengannya.

Renjun hanya memberikan tatapan datar, tidak kaget dengan kedatangan Jaemin yang tiba-tiba begitu ia membuka pintu. Jaemin terdaftar sebagai salah satu anggota dari klub memanah sehingga ia memiliki alasan untuk pulang terlambat dan bisa bersama Renjun tanpa gangguan. Awalnya, Jaemin tidak memiliki klub hingga sering kali banyak teman sekelas mereka yang mengajaknya untuk pulang bersama atau Renjun yang memberikan tatapan kesal padanya karena menganggu kesendirian laki-laki bermarga Huang itu di kelas setelah waktu sekolah usai. Oleh sebab itulah, Jaemin secara acak mendaftar menjadi anggota klub memanah agar ia memiliki kegiatan lain untuk menghabiskan waktu sambil menunggu Renjun sampai ia sudah ingin pulang.

"Sejak aku meninggalkan kamu berdua dengan si Haechan itu, kamu jadi lebih mendiamkanku seperti ini," kata Jaemin dengan tenang dan terus menghadap ke depan. "Ada apa?"

Renjun tidak menjawab, ia malah sibuk menatap kesekeliling. Lalu tiba-tiba ia melangkahkan kakinya menuju arah yang sedikit berbeda dari rute perjalanan pulang mereka. Dengan tangannya yang masih nyaman mengalung dilengan Jaemin, tanpa sadar Renjun juga menarik Jaemin menuju arah yang ditujunya. Jaemin tidak protes ataupun bertanya, dia hanya diam dengan kaki dan matanya yang mengikuti arah langkah serta tatapan mata Renjun pada sebuah pohon sakura yang ada disana. Di daerah ini memang cukup jarang ditemui pohon sakura, hanya ada beberapa dengan jarak pohon yang cukup jauh satu sama lain. Sepertinya bunga-bunga sakura di pohon itu baru saja tumbuh, mungkin sudah sejak tadi pagi dan Renjun belum menyadarinya saat ia berangkat sekolah.

Langkah kaki Renjun berhenti tepat di depan pohon itu, ia mendongak keatas dan tanpa sadar meremas lengan Jaemin dengan cukup keras. Jaemin ikut mengangkat kepalanya lalu semilir angin menapa mereka dan membuat beberapa bunga sakura yang rapuh berterbangan disekitar mereka, tangan Jaemin yang bebas terangkat untuk menjadi landasan bagi salah satu bunga sakura yang jatuh perlahan kearahnya. Ini hanya semilir angin dengan beberapa bunga sakura, tapi Jaemin merasa sangat bahagia dan keberadaan Renjun disisinya semakin membuat hatinya menjadi lebih hangat.

Suasana ini, Jaemin sungguh berharap tidak akan dirusak oleh apapun atau siapapun.

"Jeno menyukai bunga sakura," kata Renjun setelah ia menutup mulut untuk sekian lama.

Jaemin tidak menoleh, ia memberikan tatapan dingin pada satu bunga sakura kecil ditelapak tangannya, perasaan bahagia dan hangatnya telah menguar entah kemana. "Aku tahu."

"Mereka sangat indah." Renjun menatap bunga-bunga sakura yang berjatuhan disekitarnya, perhatiannya sepenuhnya milik bunga-bunga itu.

"Aku tahu." Perlahan jari jemari Jaemin bergerak, seperti ingin membuat sebuah penjara kecil bagi bunga sakura ditelapaknya.

"Jeno pasti akan sangat senang jika bisa melihat ini." Nada suara Renjun tiba-tiba menjadi riang, hal yang sangat jarang untuk bisa terjadi. "Sangat senang."

Selama ini sikap riang Huang Renjun lebih sering terjadi karena Lee Jeno.

Itu adalah fakta yang sangat Na Jaemin benci.

"AKU TAHU!" Jaemin berseru dan tangannya terkepal dengan kuat, menghancurkan bunga sakura yang ada ditelapak tangannya tanpa perasaan. Kedua matanya terlihat mengelap karena amarah.

Renjun langsung menatap Jaemin, ia terlihat kaget karena seruan tadi. Jaemin yang dengan cepat menyadari bahwa ia melakukan sesuatu yang salah segera menggelengkan kepalanya lalu berusaha untuk terlihat seperti biasa, Renjun masih menatapnya dalam diam.

"Ayo pulang, hari sudah mulai semakin gelap dan dingin." Jaemin memaksakan seulas senyum sedangkan Renjun kembali diam dan membalas dengan anggukan kecil.

Kedua pemuda itu kembali melanjutkan perjalanan pulang dengan tenang, tangan Renjun masih setia mengalung dilengan Jaemin dan bahkan ia memberikan tepukan lembut untuk menenangkan amarah Jaemin selama perjalanan. Jaemin masih tetap diam, benar-benar terlihat sedang mencoba menenangkan diri dan sosok Renjun yang ada disisinya sungguh membantunya. Langkah demi langkah, sosok kedua pemuda itu mulai menghilang dari pandangan karena sudah melangkah begitu jauh dari sekolah. Baik Renjun dan Jaemin memang tinggal jauh dari sekolah mereka, kadang mereka naik bis umum jika sedang bosan berjalan kaki karena jarak yang ditempuh memang cukup jauh.

Seperti pertanyaan mengenai kebenaran Renjun sebagai seorang penyihir yang belum terjawab, tempat tinggal Renjun pun tidak luput dari pembicaraan karena tidak ada yang tahu pasti dimana rumah pemuda bermarga Huang itu. Meski sebenarnya alamat Renjun bisa ditemukan dengan mudah jika semua murid di Daehan High School mau berpikiran rasional dan bertanya pada guru, tapi mereka semua terlalu imajinatif dan tidak mau percaya pada alamat yang tertera pada berkas siswa milik Renjun.

Berada di ujung kotaㅡdekat dengan hutan liar yang dilindungi demi keseimbangan bumiㅡterdapat sebuah rumah tua bertingkat seperti kastil kecil yang terlihat terawat dengan lumut dan tanaman merambat di dinding rumah itu, tetapi jika dilihat lebih seksama rumah itu memiliki kondisi yang bagus sehingga semua lumut dan tanaman rambat serta rumput liar dihalaman yang tidak dirapikan itu memang dibiarkan dengan sengaja. Tidak ada yang tahu siapa pemilik rumah itu dan banyak rumor aneh tentangnya, salah satunya menyebutkan bahwa rumah itu berhantu atau rumah itu adalah tempat penyihir jahat alias Huang Renjun tinggal.

Meskipun tidak ada bukti kuat yang menyebutkan bahwa rumah itu benar-benar rumah Renjun, tapi banyak orang yang mempercayainya.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

[End of Chapter 3]

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

A/N :

Selamat hari minggu ♡
Mau curhat dikit, minggu ini sampai beberapa hari kedepan aku sibuk banget... Capek rasanya (・'з'・) huft. Buat kalian yang juga lagi mengalami minggu-minggu sibuk, tetap semangat ya dan semoga chapter ini bisa menghibur kalian semua.

12/08/2018

xoxo,
ㅡhunshine delight

[ON HOLD] Peculiarity;『JaemRen+NoRen』Where stories live. Discover now