Fate 4 » Hukuman yang Pantas

419 79 22
                                    

• Ӎ-ӱ ┼ Ӻ-ӑ-ԏ-є •

       Gelap dan lembap. Sunyi dan senyap. Sedikit pengap akibat debu yang mengerubungi udara. Dentingan antara logam tua dan dinginnya lantai batu berpasir bergema di telinga. Saling menggesek setiap kali ada pergerakan.

       Sementara hembusan panjang berhasil mengusir segala debu agar menjauhi saluran pernafasan. Namun tidak untuk wajah yang tadinya mulus, milik sang gadis. Agak kusam dan ternodai tanah. Malah semakin melekatkan noda-noda itu dengan peluh yang membanjiri.

       Sembari memikirkan apa yang akan di hadapinya nanti, emerald itu setia menatap ke bawah, dimana kakinya tengah berselonjor. Menebak-nebak, hukuman apa yang akan diterimanya. Dan, andai saja ada seseorang yang mau mendengarkan unek-unek gadis tersebut.

       Sekarang, tubuh pendek itu terduduk lemah dengan dinding sebagai penyangga agar tubuh bagian atasnya terus bangkit. Kedua tangan di belakang kini kaku tak berguna, berkat borgol baja yang melingkar disana. Ingin sekali meronta dan berharap agar benda sialan yang mengikat kekuatan tangannya terlepas. Akan tetapi, kesadaran akan dirinya yang berada di balik jeruji telah menumbuhkan keputusasaan, pasrah atas segala hal.

       Pandangan berganti, mengarahkan kedua netra menatap ke hadapan, jauh di depan sana. Beberapa ventilasi berbentuk persegi panjang meneruskan cahaya senja yang menawan, memamerkan kedamaian dan keindahan di baliknya. Hingga sesuatu menghalangi jalan sang cahaya jingga menuju diri sang gadis. Dirinya perlu mendongak lagi agar bisa melihat sosok jangkung yang menjadi tempat berkumpulnya kegelapan tersebut.

       "Aku bersedia mendengarkan," ucapnya. Dari suara bariton yang terdengar arogan itu, misteri telah terkuak. Dialah lelaki yang dihadapinya tadi siang. Lelaki angkuh tak bermoral. "Cukup sulit untuk memperpanjang masa penahananmu, kau tahu."

       Sang gadis tersenyum. Melambangkan betapa puas dirinya saat ini. "Apa tujuanmu hingga melakukan hal serumit itu?" tanyanya, tetapi tak digubris oleh si lelaki pirang yang lebih memilih bungkam. "Jadi, inilah Urukh? Kerajaan indah nan makmur."

       Sebuah kursi kayu diletakkan di hadapan, membelakangi sel penahanan sang gadis. Diikuti sang pangeran yang mendudukinya dengan arah yang berlawanan. "Aku tak mendengar itu sebagai sebuah pujian," balasnya tersenyum miring.

       "Apakah kalian menetapkan sistem pajak ganda sehingga bisa memperkaya diri?" tanya sang gadis, lagi. Mimiknya nampak tenang, namun tidak dengan sang pangeran yang mulai tak paham akan arah pembicaraan ini. "Maksudku ... memeras kekayaan rakyat secara paksa adalah cara kalian agar selalu merasakan kemegahan ini, bukan?"

       Terdengar suara hentakan yang cukup keras sekaligus mengejutkan sang gadis. Irisnya terfokus pada pria di depan, tengah menggenggam terali baja sekuat mungkin. "Apa maksudmu?" sang pangeran bertanya, menahan nada amarah yang dapat lepas kapan saja.

       "Bukankah kalian yang membuat penduduk di perbatasan menderita dan dihantui rasa takut," sang gadis bersuara, terdengar seperti sebuah pertanyaan, "Semua itu akibat pemerasan paksa yang kalian lakukan terus-menerus!" Dentingan logam kembali terdengar begitu ia melakukan pergerakan secara tiba-tiba. Wajahnya memerah karena geram, nafasnya memburu tak karuan saat kilasan-kilasan ekspresi para penduduk Dorf yang ketakutan tak berdaya kembali terputar.

       Gilgamesh bangkit dan melangkah mundur perlahan. Dua langkah sudah cukup untuk menjauhkannya dari jeruji di hadapan. Wajahnya kembali menampakkan mimik aneh yang tak terdeskripsikan. Ruby-nya tak lagi menatap nyalang, namun menampilkan sesuatu yang disebut tatapan dingin nan datar.

       "Jadi begitu," ucapnya, masih setia menatap sang gadis yang terduduk tenang disana, "Bagaimana Enkidu, apa sesuai dengan yang kau selidiki?"

My FateWhere stories live. Discover now