Fate 7 » Kereta Pemasok (3)

284 57 30
                                    

• Ӎ-ӱ ┼ Ӻ-ӑ-ԏ-є •

       Iring-iringan pasukan berkuda membelah tanah kering di sepanjang perjalanan menuju kota selanjutnya. Enam jam telah berlalu sejak para redum memijak tanah Nibru. Tak ada yang berbeda dari si pemimpin, Tammuz. Lelaki tua itu tetap mementingkan perintah ketimbang kondisi prajurit lain yang mulai kehabisan tenaga.

       Dan untuk satu-satunya anggota perempuan di kelompok itu, Saber tak mengekspresikan apapun terhadap perilaku sang pemimpin. Beda halnya dengan sebagian prajurit lain yang mengungkapkan segala rasa jengkel dalam benak lewat mimik mereka.

       Menurut sang gadis, tindakan Tammuz sejauh ini merupakan keputusan paling tepat. "Hanya tersisa dua hari lagi untuk menyelesaikan misi ini," itulah yang dikatakan lelaki tua tersebut saat masih menghabiskan siang di Nibru. Ia merupakan sosok berpengalaman dalam melaksanakan segala perintah sang pangeran. Oleh sebab itu, dia pasti tahu hukuman apa yang menanti para bawahannya jika Tammuz tak menuntaskan pekerjaan kali ini.

       Maka dari itu, bergerak tanpa beristirahat dapat menyingkat waktu perjalanan. Saber tak menyadari jikalau dirinya cukup mengagumi tanggung jawab seorang Tammuz sebagai pemimpin pasukan. Sosoknya memang diktator, namun itulah yang diperlukan dalam jiwa seorang pemimpin. Mampu mengarahkan semuanya kepada kebenaran.

       Kini, mentari semakin menenggelamkan dirinya di ufuk barat. Mengambil serta segala cahaya yang selalu ia bawa. Menampilkan semburat jingga bercampur dengan dinginnya biru malam. Pemandangan ini tak pernah Saber saksikan sebelumnya. Berarti memang benar, ia tidak berasal dari sini.

       "Hei, Gadis Manja!" teriak Tammuz di depan sana, "Jika kau terus melamun, kudamu akan menjatuhkan tubuh pendek itu ke tanah kering."

       Benar. Tak ada waktu untuk memikirkan diri. Kali ini, ia harus fokus pada apa yang akan datang. "Baik!"

       Sempat terdengar cemoohan dari beberapa redum lain. Nampaknya mereka terlalu meremehkan keberadaan seorang gadis pendatang baru seperti Saber. Mereka tidak salah. Dari awal perjalanan, gadis itu tentu belum melakukan apa-apa. Sang gadis pun segera menyadari hal tersebut dan lebih memilih untuk tahu diri.

       Rombongan berkuda pun terus bergerak, tujuan mereka adalah kota Kish. Terletak dekat dengan wilayah luar Uruk, Assyria dan Babylonia. Disanalah terakhir kali mata-mata Uruk melaporkan keberadaan kereta-kereta pemasok iskaranu. Hanya ada dua dugaan, jika hal ini bukan disebabkan oleh pembajakan maka pemberontakan.

       Memasuki kelamnya malam, membuat perasaan tak enak kembali melanda Saber. Kedua netra terus memicing, memindai sepanjang jalan tanah di depan. Menduga-duga bahwa bahaya pasti datang berkunjung, kapan saja.

       Kian gulita, kian tak terdengar pula hentakan tapal kuda. Telinga bagai ditulikan oleh sesuatu yang tak nampak, yaitu rasa takut.

       Disini, Sungai Efrat-lah pemandu mereka agar bisa mendekati wilayah Assyria. Setidaknya itu yang dijelaskan si lelaki tua Tammuz pada sang gadis yang tak tahu-menahu.

       Selain bentangan sungai yang nampak jauh puluhan meter dari posisi, ada juga petakan-petakan sabana kering yang mengiringi perjalanan. Walau kurang jelas di pengelihatan akibat minimnya cahaya.

       Beberapa menit kemudian, Tammuz memelankan tunggangan. Rasa heran bercampur bingung memenuhi setiap kepala para redum. Akan tetapi, di setiap pasang mata mereka menampilkan kebahagiaan yang luar biasa begitu mengikuti arah jalan sang pemimpin.

       Disana, di salah satu bukit rendah gurun, di antara bebatuan kering, terdiam sebuah kereta terbengkalai. Kedua sisi tirai kain lusuhnya terdapat banyak sobekan. Kayu-kayunya juga nampak reyot dan lapuk, namun masih dapat digunakan.

My FateWhere stories live. Discover now