Fate 6 » Kereta Pemasok (2)

340 70 25
                                    

• Ӎ-ӱ ┼ Ӻ-ӑ-ԏ-є • 

       Sayup-sayup manik ruby memandang. Tumpukan kertas perkamen nan membosankan disertai suhu rendah sangat mendukung datangnya rasa kantuk. Sesaat setelah kedua kelopak saling menyatu, kebisingan tertangkap telinga. Sontak membuat sang pemilik terlonjak dari perjalanannya ke alam mimpi sembari mengusak-usak surai pirang yang sudah berhamburan tak tentu arah.

       "Ada apa?" ucapnya serak, bagai tak pernah meminum cairan selama berabad-abad, "Sudah kukatakan tak ada yang boleh datang menganggu."

       Sosok pengganggu mendekat perlahan. Memerhatikan langkahnya betul-betul agar tak memicu kebisingan lain. "Termasuk orang kepercayaanmu sendiri?" seru Enkidu. Barulah sang putra mahkota menaruh pandang ke depan. Diam tanpa jawaban. "Kau lelah, dan butuh istirahat."

       Gilgamesh beranjak dari duduknya, walau enggan. Memilih untuk berdiri dibalik jendela raksasa yang sudah sekian lama menjadi tempat favorit. Bulir-bulir tangisan langit bertengger disana, mengaburkan kegelapan langit malam kala itu. Menikmati rasa dingin yang terkuarkan.

       "Tak biasanya kau seperti ini."

       Si pirang berbalik. Menatap tajam sosok ramah di hadapan sana. "Apa yang harus aku lakukan?" suaranya kian meninggi, "Mengambil alih kerajaan disaat orang tua itu pergi seenaknya?" Sepasang tangan terentangkan ke samping bersamaan gelak tawa tak mengenakkan. "Oh, ayolah. Dihadapkan oleh tumpukan sampah bukanlah tugasku!" Enkidu tahu saat netranya menatap gunungan lembar perkamen disana sebelum kembali menghadap sang pangeran yang tengah menggeleng pelan.

       Ingin rasanya menepuk pundak tegap itu, namun Gilgamesh bukanlah seorang bocah lagi. Lelaki itu punya jalan pemikirannya sendiri, entah dipandang baik ataupun buruk.

       "Dimana Saber?" tanyanya tiba-tiba.

       Akibat memaksakan ketenangan, Enkidu gelagapan. Sungguh tak siap menghadapi pertanyaan tersebut. "Di-dia sedang sibuk dengan sebuah tugas," jawab pria ramah itu. Senyumnya menjadi semakin kaku begitu sepasang ruby mengintimidasi. Cukup mengundang rasa curiga.

       "Katakan yang sebenarnya, Enkidu!"

       Si ramah menghela pasrah. "Ada sedikit masalah mengenai pesta penyambutan nanti. Kereta-kereta pemasok iskaranu telat dari waktu yang dijadwalkan," lalu ia melanjutkan, "Jadi, aku menugaskannya bersama Tammuz dan para redum untuk menemukan posisi kereta-kereta itu."

       Sontak, Gilgamesh menghembuskan nafas berat sembari mengurut batang hidung mancungnya. Belum sukses sepatah kata keluar dari mulut, Enkidu mendahului dengan sigap. "Kau tak perlu khawatir. Kupastikan, dengan nyawaku, dia akan kembali dengan selamat."

       Si pirang mengangguk pelan. Senyumnya terlihat, namun tampak miris nan menyeramkan. "Dengan nyawamu, ya? Aku terima."

       Enkidu, ia sama sekali tak mengira sang pangeran akan bersikap seperti ini padanya. Sangat mengancam dan berbahaya. Tak ada pilihan lain lagi selain berdiam dan menurut.

• Ӎ-ӱ ┼ Ӻ-ӑ-ԏ-є • 

       "Ayo gerak, redum!" seru sebuah suara kian lantang, "Kereta-kereta itu jauh lebih berharga dari waktu istirahat kalian!"

       Bisikan demi bisikan berisi rasa kesal memenuhi kumpulan prajurit yang lelah. Perjalanan sudah ditempuh cukup jauh. Tak ada lagi kilau romantis sang senja, hanya langit gelap penuh kelabu. Rintikan hujan masih berjatuhan, membasahi mantel-mantel kulit mereka.

       "Kau juga, Gadis Manja!"

       Wajah seputih porselen sang gadis terpampang tanpa ekspresi. Ditambah rintikan-rintikan hujan yang semakin menambah kepucatan pada kulit mulusnya. Kedua netra pun tak henti menerawang menembus kegelapan malam bagai seekor elang. Kilatannya mengandung keseriusan sekaligus kecemasan yang amat dalam.

My FateOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz