Fate 19 » Marionette (2)

138 24 9
                                    

• Ӎ-ӱ ┼ Ӻ-ӑ-ԏ-є •

       "Jangan lupakan aku." Dirinya yang lain berucap. Pelan dan lembut bak bisikan yang termakan angin bukit. Kalimat tersebut terus diulang hingga Saber kebingungan.

       Sosok bergaun biru itu akhirnya menoleh. Memperlihatkan parasnya yang identik dengan sang gadis. Tiada senyum apalagi ekspresi. Hanya wajah tegas nan mempesona serta tatapan datar yang mampu membekukan suasana.

       "Siapa kau?" tanya Saber. Ia penasaran, namun dalam benak ia tidak rela jika identitasnya―yang masih belum jelas terungkap―dicuri oleh sosok tak dikenal.

       Si gaun biru sekadar membuka mulut, lalu lekas-lekas menutupnya kembali seraya mengacungkan pedang di genggaman ke arah Saber. Iris zamrud keduanya bertemu, memandang satu sama lain.

       Sejenak, Saber mengalihkan penglihatan ke bilah yang tengah menunjuk lehernya. Pedang tersebut nampak indah di mata. Bentuknya yang monoton dan ukirannya yang elegan menggambarkan jiwa sang pemilik―anggun namun membahayakan. Cahaya sang mentari berkilat terang di badan bilahnya―yang berupa perak, logam paling cemerlang. Sinarnya mewakili tiap-tiap harapan mereka yang 'gugur' di masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Selain itu, pahatan mungil di sentral pedang berwujud huruf-huruf kuno turut memicu rasa keingintahuan Saber. Entah mengapa, ia justru mengetahui apa yang tertulis di sana. 

       Alædan meself ofer (Bawa aku). Kemudian si gaun biru memiringkannya beberapa derajat, memberi akses pada Saber untuk membaca huruf-huruf di sisi lain pedang. Weorpan meself aweg (Buang aku).

       "Kau melupakanku," ucap si gaun biru lagi, "Kau membawaku, dan kau membuangku." Saber bimbang sembari menggeleng tak paham. "Pada akhirnya..., kau memilih untuk melupakanku?"

       "Apa yang kau bicara―"

       Seketika hembusan kencang nan mengejutkan menerpa, bagai sebuah badai ganas pelahap jiwa. Saber sempat menutup wajah dengan kedua lengan. Sampai-sampai dapat ia rasakan surai-surai emasnya tertiup ke segala arah. Begitu usai, ia mulai membuka mata dan mengobservasi sekitar. Langit berubah segelap gulita, tidak lagi seterang saat bersama sang surya. Tanah pijakan tak lagi sehijau rimba, melainkan ladang mayat yang bersimbah darah.

       Napas sang gadis tersekat dan membawanya mundur beberapa langkah hingga tumitnya menginjak sepotong tangan, masih berlapiskan baju halkah dan zirah baja. Ia terkesiap sekaligus tersandung ke belakang dan terduduk di sana. Sepasang zamrud yang dimiliki enggan meninggalkan pemandangan suram yang tiba-tiba saja tersajikan. 'Ini neraka,' batinnya berteriak dalam kehampaan.

       "Bagaimana?" Saber menoleh ke puncak bukit, di mana seruan tersebut berasal. "Bagaimana, wahai Raja Arthur?" Seseorang lagi-lagi berteriak lantang, menuntut sederet alasan. 

       Sosok itu bak benteng berjalan karena zirah-zirah tebal yang menutupi setiap inci tubuh bahkan wajahnya. Ia sedang merentangkan kedua tangan, menyombongkan kemenangan yang belum tentu ia miliki. "Dengan ini, negerimu telah berakhir!" Setelah itu, ia menepuk dada dengan bangga. "Ini adalah amarahku karena kau tak menjadikanku raja!"

       Saber menoleh, mengikuti arah pandang sosok yang tengah murka itu. Ia melihat cerminan dirinya lagi, berdiri tegap di sana, di puncak bukit penuh jasad-jasad mereka yang gugur. 

       Si gaun biru menodongkan pedang kebanggaan ke depan, menunjuk keberadaan sosok murka tadi yang menanggapi gerakannya dengan sebuah decihan kesal. "Apa kau membenciku?" si murka menuntut keras. "Apa kau sangat membenciku?" Si gaun biru tetap membisu. "Apa kau membenci anak penyihir sepertiku?" 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang