Bab 17 - Ruangan yang Terkunci

253 53 34
                                    

Dia payah dalam hal olahraga maupun akademik. Dia selalu menjadi yang paling bawah dalam segala hal. Tak ada yang mau menjadi temannya. Mereka takut kalau terlalu dekat dengannya hanya akan menjadi bodoh. Walau di depan semua orang dia tampak seperti bebal karena tak pernah menunjukkan rasa sakit meski dipukul berkali-kali, terkadang di tempat yang tak pernah dilihat orang lain dia diam-diam menangis.

Bahkan orangtuanya sendiri menganggapnya sebagai manusia gagal. Dia memiliki enam orang kakak, dan mereka semua adalah orang-orang yang unggul dalam banyak hal. Dirinya ini hanya seperti perwujudan sisi lemah yang dibuang oleh saudara-saudaranya.

Hari-hari yang dijalaninya seperti neraka. Semua orang selalu berlaku seolah dia tidak ada, tidak pernah ada. Dia menjalani hidup bagaikan hantu. Tak ada yang mendengar suaranya, tak ada yang melihatnya, tak ada yang merasakan sentuhannya.

Suatu hari, kakak perempuannya yang paling muda menangis karena tak bisa menemukan bonekanya di manapun. Dia pun berinisiatif mencarinya, dan menemukan boneka kelinci di pojok lantai dapur. Entah bagaimana caranya bisa terjatuh di sana, tapi dia mengambilnya dan memberikannya pada kakaknya.

Begitu melihat boneka itu berada di tangan adiknya, dia langsung berteriak dan menangis. Ibunya menamparnya, dan dia langsung berlari. Dia bersembunyi di dapur, dan sang ibu tidak menemukannya. Salah satu kakak lelakinya sukarela membantu ibu untuk mencari dirinya.

Dia ketakutan. Kakaknya yang itu terkadang diam-diam menyiksanya untuk melepas stress. Sang kakak sudah berada di dapur sekarang. Anak itu sedang bersembunyi di bawah meja yang ditutup taplak meja yang panjang hingga tanah. Kakaknya itu melihat ke sekeliling, lalu langkahnya terdengar menjauhi dapur.

Dia menghela napas lega, lalu tiba-tiba saja taplak meja terangkat dan wajah kakaknyalah yang berada di sana. Dia langsung berteriak ketakutan, lalu berlari dari sisi meja yang lain. Kakaknya yang berkaki panjang dengan cepat meraih tangannya.

Ketika tangan kakaknya terangkat siap memukul, dia pun reflek mengambil pisau dapur yang ada di dekatnya dan melukai tangan kakaknya yang memeganginya. Kakaknya berteriak kesakitan. "Darah! Aku berdarah!" serunya panik.

Anak itu pun langsung berlari, berniat kabur dari rumah. Tapi kakak-kakak yang lainnya menghadangnya. Mereka mendengar teriakan salah satu saudaranya, lalu melihat pisau dapur yang berbercak darah. Mereka meringis ngeri, lalu bersiap membunuh anak itu.

Anak itu sendiri tidak ingat apa yang sudah terjadi, dan tahu-tahu saja dia sudah berada di pelabuhan karena terus berlari. Mungkin ini hanya mimpi, pikirnya. Langit senja yang sudah memerah terlihat jelas di pelabuhan yang sepi. Lalu ingatan menyambarnya.

Dia melihat kedua tangannya yang bermandikan darah. Pisau dapur masih terus dipegangnya kuat-kuat. Dia merasakan memar-memar di tubuhnya. Para kakak memukulnya dengan benda tumpul, tapi dia memiliki benda tajam yang bisa mengambil nyawa dengan mudahnya. Anak itu pun merinding, tidak tahu harus berbuat apa.

Seseorang menepuk pundaknya, dan anak itu terlonjak kaget sekaligus ngeri. Dia mengira kalau yang menepuk pundaknya adalah salah satu anggota keluarganya, tapi ternyata orang lain. Orang itu bertubuh kekar dan memiliki rahang kotak yang kuat. Sekilas terlihat beberapa bekas luka di wajahnya.

Orang itu tampak garang, tapi matanya teduh menatap si bocah penuh kasih sayang. "Ada apa, Nak?" tanyanya. Dari pakaiannya, anak itu berpikir kalau si pria adalah seorang bajak laut. "Apa kau tersesat?"

Dia menggeleng.

"Siapa namamu?" tanyanya ramah. Lagi-lagi anak itu menggeleng. "Yah, entah artinya kau tidak punya nama atau tidak mau memberitahuku. Kau punya tujuan?"

Anak itu menggeleng lagi. Sang bajak laut pun mengajaknya dan tidak pernah sekalipun menanyakan apa yang terjadi pada diri anak itu. Anak itu sangat jarang berbicara dengan para awak, dan sebagian besar jawaban dari pertanyaan yang diberikan adalah gelengan. Karena itulah, dia disebut hampa, karena dia tak memiliki apapun.

The WizardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang