Stupidness.

4.4K 900 74
                                    

Hyunjin menghela nafasnya, ia duduk di pinggir sebuah danau di dekat Fakultas Ekonomi di kampusnya dengan setumpuk minuman di sebelahnya. Apanya yang sepuluh menit, ini sudah tiga jam dan dia masih belum berhasil menemukan cafe itu.

“Gedung Ekonomi, belok kiri, air mancur taman, lurus.” Ia terus mengulang-ulang kalimat itu sejak tadi, bahkan selama di perjalanan tadi ia terus mengulangnya.

Sekarang Hyunjin bingung, hari sudah gelap, lampu-lampu taman banyak yang tak menyala. Mana ia lupa jalan menuju asrama dari gedung Ekonomi ini. Helaan nafasnya lagi-lagi terdengar, dengan tatapan mengantuk ia menatap danau tersebut.

“Tck, si bodoh. Ngapain di sini malem-malem?” Suara Jeongin dari arah belakangnya membuat Hyunjin refleks berbalik.

Laki-laki bermarga Hwang itu tersenyum menunjukkan gigi-giginya, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal sembari menatap yang lebih mudah di hadapannya. Jeongin memutar matanya, “Bodoh. Mau dianterin, ga?” Tanyanya.

“Y-ya.. Itung-itung ucapan terimakasih buat sarapan tadi.” Bisik Jeongin pelan.

Hyunjin ingin selebrasi rasanya. Ia mengangguk lalu menjulurkan tangannya. Jeongin menatapnya dengan tatapan bertanya, “Apalagi?” Ucapnya. Helaan nafas kasar terdengar dari Jeongin, ia lagi-lagi memutar matanya dan menarik tangan Hyunjin.

Pemuda Hwang itu sengaja menahannya, ia menunjukkan poker facenya ketika Jeongin mendengus kesal. Lagi-lagi lelaki berbehel itu menariknya, dan kali ini Hyunjin sengaja berdiri. Dengan jarak sangat dekat dengan laki-laki tampan- coret, lucu di hadapannya ini. Jeongin menunjukkan wajah kesalnya lalu berjalan meninggalkan Hyunjin begitu saja.

“EH TUNGGUㅡ” Panggil Hyunjin sembari mengangkat kotak minuman tersebut lalu mengikuti Jeongin di sebelahnya.

“Jangan lama, gue gamau telat balik ke asrama.” Oceh Jeongin sembari berjalan di depan Hyunjin, berbicara seolah laki-laki itu tak ada di sekitarnya.

Hyunjin menghela nafasnya, ia mengikuti Jeongin dengan tenang. Menurut begitu saja kepada laki-laki lucu di hadapannya dengan wajah sedikit kesal. “Gak usah ngedumel, lo.” Jeongin mengucapkan kalimat itu tanpa melirik Hyunjin sama sekali.

Sekitar beberapa menit dari danau tadi, mereka sampai ke Cafè yang dimaksud oleh ayah Hyunjin. Jeongin duduk di salah satu meja dan membiarkan Hyunjin mengantarkan titipan Ayahnya itu.

“Hwang Hyunjin astagaa, udah gede aja.” Suzy membulatkan matanya, terkejut dengan pertumbuhan keponakannya yang satu ini.

“Hehe, iya, tan. Ini ada titipan dari Ayah.” Ucapnya sembari memberikan kotak minuman tersebut kepada Suzy.

“Makasih ya, bilang sama Ayah kamu. Itu siapa- yang bareng kamu, your boyfriend, huh?” Ucap perempuan cantik tersebut kepada Hyunjin.

Laki-laki Hwang itu langsung menggeleng, “Eeeh bukaaan!” Elaknya sembari melirik Jeongin di belakang sana.

“Hm hm, yaudah nih sebagai ucapan terimakasih, ambil satu kue coklat gih, buat cowomu sekalian.” Kata Suzy sembari menunjuk lemari kaca es yang menunjukkan kue-kue yang terlihat lezat di dalamnya.

Hyunjin ingin membantah, namun tak jadi. Ia memilih mengambilkan Jeongin sepotong kue coklat dan segelas susu coklat dingin. Dihampirinya laki-laki berbehel nan tengah fokus pada Bibi pemuda Hwang yang menyumbangkan suara indahnya di panggung kecil cafe.

At that time, Hyunjin realized that he just fall for Jeongin. Laki-laki itu tampak cantik, dengan mata berbinar dan senyuman kecilㅡ ia tenang melihat Suzy di depan sana.

“Nih, kue coklat.” Kata Hyunjin sembari mendorong piring kecil tersebut ke hadapan Jeongin.

Laki-laki itu bergumam terimakasih, lalu menyuapkan kue tersebut dengan garpu ke dalam mulutnya. “Hyunjin, mau tampil?” Tanya Suzy.

Hyunjin mengangguk, sementara Jeongin di kursinya hanya diam dan justru memberikan senyuman meledek.

Di depan sana, Hyunjin meminta Suzy untuk menyanyikan lagu berjudul I Think I’m In Love milik Kat Dahlia, sementara ia memainkan instrumennya secara akustik menggunakan gitar.

Setiap kali lirik dan suara tinggi Suzy, “I think I'm in love, again.” Hyunjin selalu melirik laki-laki berbehel itu, dengan senyuman yang sedikit lebih mirip seringaian.

Jeongin, di sana, membeku dengan pipi tembam memerah. Detak jantungnya seolah berpacu, ia tak tahu perasaan aneh apa yang tengah membucah pada dirinya. Datang secara tiba-tiba, tanpa peringatan.

SEE SAW.Where stories live. Discover now