The Reason Why He Moved.

3.7K 521 54
                                    

Note: banyak dialog berbahasa inggris.

Mobil Hyunjin tepat berhenti di sebuah apartemen yang terlihat berkelas. Jeongin melihat lagi ponselnya, memastikan bahwa mereka sampai di tempat yang tepat sebelum menghubungi Daehwi. Mereka berdua turun dari mobil tersebut, dan Jeongin langsung berlari ke arah Daehwi ketika melihat laki-laki bertubuh mungil itu berjalan keluar apartemennya dengan seorang anak laki-laki di gendongannya.

I miss you so much.” Gumam Jeongin sembari terus memeluk Daehwi dan bocah laki-laki itu. Disusul Hyunjin yang tersenyum sembari menghampiri kekasihnya yang sedang berbagi rindu dengan sang sahabat.

“Ayo masuk aja, ada Sam juga di dalam.” Kata Daehwi sembari melepas pelukan Jeongin dan menuntun kedua insan itu masuk ke dalam apartemennya.

Di ruang tamu kini, Daehwi duduk sembari memangku yang Jeongin tak tahu siapa anak itu. Daehwi pun tak berniat bertanya siapa laki-laki yang datang bersama Jeongin ini.

Why did you move here? Kenapa bisa lo ngilang dan tiba-tiba udah di sini?” Cerocos Jeongin sembari menatap Daehwi serius.

Laki-laki bermarga Leeㅡ yang kini sudah berubah menjadi Kim, itu tertawa. “Things went bad, Jeongin. No one accept me and Sam in Indonesia, they were chaos and they started to hate me. Ibu sama Ayah gue langsung mukulin habis-habisan, keluarga gue ngerasa malu liat gue muncul di hari Natal. Mereka semua buang gue.” Daehwi mulai menjelaskan, membuat Jeongin mengerinyitkan dahinya.

“Kenapㅡ”

“Gak ada yang bakalan nerima pernikahan nyeleneh kaya gue sama Sam kalo gue masih di Indonesia, Jeong. You know that I'm not- straight, right?”

Jawaban dari Daehwi sudah cukup menjelaskan mengapa laki-laki itu bisa berakhir di negara asing seperti ini. Dengan identitas berganti, memulai segalanya dari 0. Benar-benar dari titik dimana mereka membangun keluarga kecil mereka sendiri di sini.

Jeongin terdiam, lalu pandangannya beralih pada Samuel Kim, laki-laki yang pernah menjadi teman satu kelasnya ketika di Indonesia. Namun yang bisa ia ingat di sini adalah: Daehwi pernah berpacaran dengan seorang wanita bernama Jeon Somi. Ia pikir Daehwi itu normal seperti dirinya dulu.

Samuel mengangkat anak laki-laki tadi dari pangkuan Daehwi, membawanya masuk ke kamar sembari tersenyum penuh arti tanpa berbicara apapun kepada Jeongin.

Why did you lie?” Tanyanya pelan, menatap mata Daehwi dengan tatapan sendunya. Ia masih ingat itu semua.

You told me that you hate rainbow people that much. I don't want to lost my bestfriend, I decide to ask Somi, she is my cousin. I ask her to lied to you. But me and Sam just can't help it. I changed my name to David, leave my Daehwi's life behind. That's why we are here now, haha.” Jelas Daehwi lagi, dengan tawa miris di akhir kalimatnya.

Jeongin tak membalas, yang ia lakukan hanya langsung memeluk sahabatnya itu dengan erat. Hyunjin tak bisa berkata-kata, ia bersyukur keluarganya menerima semua kekurangan dari dirinya. Dan ia pun tahu, Jeongin tengah dikejar-kejar oleh kedua orang tuanya untuk menikah dengan jodoh yang sudah mereka pilih.

Anyway, who's that little boy? Lo adopsi?” Tanya Jeongin setelahnya, entah mengapa ia semakin menarik Hyunjin untuk duduk mendekat dan sedikit menyender pada dada bidang Hyunjin.

“Namanya Leo, dititip di panti waktu umutnya 6 bulan karena Ayahnya pergi ninggalin Ibunya gitu aja. Dia masih ada darah Korea juga.” Balas Daehwi, dengan pandangan yang tertuju pada pada jemari Hyunjin dan Jeongin yang saling bertautan.

I guess someone is walking on his karma right now.” Ucapnya lagi bercanda ke arah Jeongin dan tertawa. Membuat pasangan tersebut ikut tertawa.

Perbincangan mereka terus berlanjut, Daehwi yang akhirnya bertanya nama Hyunjin dan berakhir ke arah Daehwi yang meledek Jeongin. Membeberkan kebiasaan-kebiasaan laki-laki bermarga Yang itu sembari tertawa. Tak lupa Samuel yang tadinya sibuk menenangkan Leo, kembali dari dapur membawa cocktail untuk dinikmati bersama.

Babe, it's almost midnight. We need to go back to the hotel now.” Bisik Hyunjin.

Jeongin mengangguk, mereka berdua pamit untuk kembali ke hotel dan tentu esok kedua pasangan itu akan mencari destinasi liburan mereka selama menghabiskan waktu di Amerika.

Hyunjin tak mengerti apa yang salah. Laki-laki manis di sebelahnya itu hanya diam sepanjang perjalanan. Pandangannya tertuju pada deretan toko, gereja, dan restoran cepat saji yang masih ramai dikunjungi remaja-remaja yang baru saja beranjak dewasa dan melanggar aturan dari orang tua mereka.

“Kamu kenapa? Mikirin apa?” Tanyanya.

Jeongin refleks menghadap ke arah Hyunjin, tersenyum manis lalu menggeleng pelan. Memastikan bahwa dirinya baik-baik saja walaupun pria bermarga Hwang itu tahu kekasihnya tidak baik-baik saja.

Ponselnya berdering, Jeongin hampir mengumpat karena siapa orang yang menelponnya pukul 12 malam?! Namun setelah Jeongin mengingat lagi, ia lupa bahwa tidak banyak yang mengetahui jika ia tengah berlibur di Amerika.

Kontak bertuliskan Mama tertera di sana, dengan ragu Jeongin mengangkat telepon dari orang tuanya itu.

Kamu dimana? Pulangnya kapan? Papanya Yerim udah dateng dan mau nemuin kamu buat nentuin tanggal pernikahan kalian.

Laki-laki bermarga Yang itu diam sejenak,
“Mama, aku udah bilang gak mau nikah di semester ini. Gak bisa apa nunggu aku udah lulus aja?” Ucapnya ke arah telepon, Hyunjin meliriknya.

Gak. Mama gak akan biarin kamu pacaran dengan orang lain atau bahkan jatuh cinta sama laki-laki, it's gross.

SEE SAW.Donde viven las historias. Descúbrelo ahora