Escape From Reality.

3.6K 641 87
                                    

Jeongin dan Hyunjin nyaris saja terlambat menuju bandara, mereka tidur terlalu larut dan bangun terlalu lama. Untung saja tidak ketinggalan pesawat, Hyunjin pasti sudah mati di tangan Jeongin sekarang.

“Ya Tuhan, untung gak telat! Kamu sih mandinya kelamaan, pake acara telat bangun pula!” Omel Jeongin sembari memasangkan sabuk pengamannya.

“Ngomel terus, gak capek?” Ucap Hyunjin sembari mencubit pelan pipi laki-laki yang lebih muda darinya.

Jeongin mendengus kesal, mengalihkan pandangannya menuju jendela pesawat kecil yang hanya diisi beberapa orang-orang dengan duit berlebihan banyak (dan Hyunjin adalah salah satu dari sekian banyaknya). Jeongin tidak pernah meminta untuk naik pesawat khusus seperti ini, Hyunjin lah yang membelikannya sendiri.

Hidup Hyunjin, nyaris menyentuh kata sempurna. Ayahnya pemilik sebuah perusahaan terkenal, sang Ibu pun designer yang rancangannya cukup sering dipakai oleh orang-orang penting. Kekurangan Hyunjin? Ia tak lurus sebagaimana hidupnya berjalan. Keluarganya? Tidak mendukung, menolak, namun tetap membiarkan Hyunjin menjalani hidupnya.

Di atas kertas putih bersih tersebut, ada satu noda yang tak akan bisa dihilangkan.

“Kamu beneran udah izin kan ke Mama?” Tanya Hyunjin sembari menggenggam jemari Jeongin dan menciumnya.

Yang lebih muda mengangguk, menggeser tubuhnya dan menaikkan penyangga kaki sembari menarik selimutnya. Menyender pada kursi dan memainkan ponselnya yang tersambung wifi khusus pesawat.

y.jeongin

♥ liked by hhyunjins, hyejuson, ldaehwi and 367 others

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♥ liked by hhyunjins, hyejuson, ldaehwi and 367 others.

y.jeongin los angeles ✈️

Load more 284 comments.

ldaehwi JANGAN LUPA MAMPIR!

hyejuson gue ga diajak ya sial.

yerimch oleh-oleh buat gueee!!

userx009 pft, pergi sama homoan lo y?

Jeongin tertidur setelah meng-upload foto tersebut, sementara Hyunjin asik memainkan ponselnya sampai menemukan komentar sampah tersebut. Oh, tentu saja setelah ini Hyunjin tak akan tinggal diam. Tidak ada yang boleh mengganggu hidupnya dan juga Jeonginnya.


••••



Setelah perjalanan nyaris delapan belas jam, pesawat mereka mendarat dengan selamat di Los Angeles International Airport, California, Amerika Serikat sana. Jeongin yang sempat terkena jet lag langsung memeluk Hyunjin. Menolak bangun dari tidur panjangnya.

Beruntung sekali mereka langsung menemukan taksi dengan cepat lalu memilih hotel terdekat untuk sekedar beristirahat setelah perjalanan panjang. Barang-barang mereka dibawakan oleh petugas hotel, sementara Hyunjin menggendong Jeongin seperti koala.

Amerika tidak peduli terhadap apa yang orang lain lakukan, LGBT seolah hal biasa yang tak harus dibicarakan. Oleh sebab itu tak ada yang menatap aneh atau jijik melihat Hyunjin yang dengan santainya menggendong laki-laki yang lebih mungil dengan sayang ke dalam hotel. Bahkan beberapa tamu dari hotel tersebut malah menatap gemas mereka.

Ini salah satu alasan mengapa Hyunjin setuju-setuju saja Jeongin memilih Amerika. Ia bisa dengan mudah mencium, memeluk, dan mengganding kekasihnya itu kemana-mana sesuka hatinya.

Hyunjin memesan sebuah kamar yang tak terlalu besar walaupun Jeongin sempat meminta kamar mereka harus besar.

“Sayang, bangun. Mandi sama makan dulu, ya? Abis itu kamu tidur lagi gapapa. Kamu terakhir makan di pesawat, lho.” bisik Hyunjin sembari merebahkan tubuh Jeongin dengan lembut ke atas ranjang.

Laki-laki bermarga Yang itu menggeliat pelan, membuka matanya persis seperti seorang bocah kecil yang tidurnya diganggu. Dengan bibir mengerucut, ia duduk dan melihat ke arah Hyunjin lalu mengulurkan kedua tangannya.

“Gendong ke kamar mandi.” Ucapnya.

Pria Hwang terkekeh, mengangkat lagi tubuh pemuda mungil kesayangannya itu menuju kamar mandi lalu mendudukkannya di dalam bath up. Setelah itu ia langsung meninggalkan Jeongin membersihkan dirinya sendiri di dalam sana.

Hyunjin menggeser kopernya, meletakkan tas-tas berisi baju di sudut dekat lemari. Menyibukkan dirinya dengan barang-barang bawaan mereka berdua. Menyusun segala hal agar terlihat rapi, sangat Hwang Hyunjin sekali.

Hingga Jeongin keluar dari kamar mandi hanya menggunakan bathrobe pun Hyunjin tak sadar karena terlalu menyibukkan diri. Rambut basahnya menambah kesan menggemaskan entah mengapa. Ditambah kaki-kaki putih bersih bak sebuah porselen mahal.

“Hyunjin,” panggil Jeongin sembari berjongkok di sebelah laki-laki itu.

Yang dipanggil, tentu saja menengok. Ia tersenyum gemas melihat laki-laki bermarga Yang itu menunjuk piyamanya dengan semangat. Ada hasrat ingin memakan tapi ia kelelahan karena harus duduk di pesawat selama 18 jam.

Setelah memakai piyamanya, Jeongin duduk di ranjang sembari menyender. Memperhatikan Hyunjin yang melepas kemejanya tanpa minat lalu masuk ke dalam kamar mandi dengan malas. Rasa lelahnya sesungguhnya sangat besar, namun ia tetap memaksakan diri.

“Hyunjin, abis mandi enggak usah unpack koper lagi, ya? Langsung tidur.” Ucap Jeongin sedikit berteriak karena Hyunjin berada di dalam kamar mandi.

Setelah ia selesai mandi dan mengenakan kaos putih dan celana pendeknya, bahkan tanpa berniat menyingkirkan handuk di lehernya, Hyunjin langsung menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Menarik Jeongin untuk mendekat ke arahnya lalu memeluk laki-laki itu di bagian perut dan menggesekkan hidungnya di sana. Tertidur.

Jeongin tertawa pelan, sembari menonton series Netflix, ia mengelus rambut basah Hyunjin dan sesekali mengecup bibirnya.

SEE SAW.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang