3 (Revisi)

25.7K 701 19
                                    


Ameera duduk menangis, merutuki nasib sialnya yang harus bertemu dengan pria yang telah memperkosanya. Baru saja ia berpikir akan memulai hidup baru dengan bayinya nanti, tiba-tiba saja ia harus berada ditempat pria ini.

"Argghhh...lama-lama aku bisa gila jika terus-terusan terkurung dikamar ini!" Diusapnya sudut matanya dengan kasar.

Kemana biasanya Ameera yang pandai itu rutuknya dalam hati.

Tiba-tiba Ameera bangkit, memeriksa setiap sudut kamar yang sedang ditempatinya itu. Kemudian matanya tertuju kesebuah jendela kamar itu, dilihatnya pemandangan yang asri nan hijau terbentang luas dihadapannya. Sejak dulu Ameera bermimpi mempunyai rumah yang mempunyai pemandangan yang dapat memanjakan mata setiap paginya, seperti tempat ini.

Cklekk

Pintu kamar dibuka dari luar, kemudian disusul dengan sang tuan rumah yang merupakan pria yang sama yang telah menghabiskan excited morning dengannya. Membuat pipi Ameera bersemu merah jika mengingatnya kembali.

"Kudengar kau melarikan diri dari rumah?" pertanyaan yang sudah ia tahu jawabannya bahkan sebelum ia bertanya.

'Bukan melarikan diri tapi diusir bodoh,' Ingin rasanya Ameera meneriakkan kalimat itu, namun tidak, ia malah memilih untuk tetap bungkam.

Tiba-tiba lengannya dicengkram dengan keras, kemudian diikuti tubuhnya yang tertarik sehingga menabrak dada bidang pria yang berdiri dibelakangnya tersebut.

"Aku bertanya dengan manusia bukan  patung." Desis Aron.

"Apa pedulimu dengan kehidupanku?" Ucapan Ameera malah membuat pria itu makin emosi, terbukti dengan cengkraman tangannya yang menguat dilengan Ameera. Membuat si empunya meringis menahan sakit. Sudah berapa kali ia diperlakukan kasar oleh Aron seperti ini, hal ini terhitung dari dua hari lalu bagaimana selanjutnya nanti? Bisa-bisa Ameera sudah tidak lagi bernyawa.

Teriakan seseorang dari arah bawah membuat si pria mengalihkan cengkraman dilengan Ameera sehingga terlepas, kemudian si pria keluar tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

_____

"Ibu..."

Aron menghampiri wanita paruh baya yang sedang membelakanginya itu.

"Darimana saja? Ibu sudah bosan memanggil namamu sejak tadi." Gerutu Hilda pada Aron. Sedang sang pria hanya tersenyum tipis akan tingkah ibunya.

"Kenapa tiba-tiba berkunjung?" Tanya Aron dihadiahi pukulan di lengannya.

"Kamu melarang ibu kesini?" Hilda bertanya ketus tidak sesuai dengan usianya yang kini tidak muda lagi.

"Ibu selalu saja menyimpulkan sendiri."

Hilda kemudian menatap putranya serius.

"Ibu dengar kamu membawa wanita itu?"

Aron bergeming. Sudah ia duga, ibunya pasti mendengar dari orang suruhannya.

"Lupakan semua dendammu. Wanita itu bahkan tidak tahu apa-apa, Aron." Ucap Hilda."Berdamailah dengan masalalu ayahmu." Tambahnya.

Aron tetap diam tidak merespon. Ia berdiri membelakangi wanita yang sudah membesarkannya selama tiga puluh tahun hidupnya itu.

Memang mudah mengatakan namun tidak untuk menerapkan, batinnya.

"Sudahlah ibu. Aku akan mengurus semuanya."

Hilda menghela napasnya pelan, sulit untuk menghapus dendam yang sudah mendarah daging dihati anaknya itu.

PREGNANTWhere stories live. Discover now