15. Terribly sorry

6.6K 681 25
                                    

Draco sedang membaca buku ramuannya di Central Park sendirian. Akhir-akhir ini ia sedikit rajin karena sebentar lagi murid tahun ke- 7 akan mengikuti ujian N.E.W.T. yang menjadi syarat kelulusan penyihir.

Kemudian ia menyadari ada beberapa pasang sepatu yang datang dan berdiri tak jauh darinya. Draco mengalihkan pandangannya dari buku dan menatap mereka.

Itu Blaise, Theo, Pansy dan Daphne. Teman-teman Slytherin seangkatannya yang menghindarinya sejak mereka kembali ke Hogwarts. Bukan tanpa alasan mereka bersikap seperti itu.

"Hai, teman-teman." Sapa Draco singkat, mencoba untuk bersikap biasa saja. Lagipula ia tidak membenci siapa-siapa disini.

Theo terkekeh. "Teman? Kau masih menganggap kami teman setelah apa yang orangtuamu lakukan pada orangtuaku?"

Atensi pun beralih pada kumpulan murid Slytherin tersebut. Beberapa murid asrama lain berbisik membicarakan dan menonton apa yang terjadi.

"Aku benar-benar tidak mengerti..."

"Ayahku ditarik ke Azkaban hari ini." Ucap Pansy dengan suara bergetar memotong perkataan Draco.

"Keluargaku tidak secara langsung mendukung Voldemort. Tapi kenapa ayahmu membawa nama ayahku!?" Seru Pansy.

Keluarga Pureblood Slytherin memang banyak yang mendukung Voldemort diam-diam. Mereka melakukan itu agar tetap aman dan anak-anak mereka tidak terlibat sedikit pun dengan agenda Pelahap Maut. Berbeda dengan Keluarga Malfoy. Menurut mereka, Malfoy tidak lebih dari pengkhianat bermuka dua.

"Well, ayahku pasti tidak melakukan itu secara sengaja. Jika terbukti bersalah, maka harus menanggung hukumannya, kan?" Jawab Draco tetap tenang.

"Brengsek! Lalu bagaimana denganmu?" Theo yang terlihat emosi langsung menarik kerah Draco.

"Apakah kau tidak bersalah sehingga bisa kembali kesini dengan tenang?" Kata Theo dengan wajah meremehkan.

"Bahkan tanda itu masih ada di tanganmu, Malfoy! Bukti bahwa kau adalah pengkhianat!" Seru Blaise. Wajah Draco seketika menyiratkan keterkejutan. Tangannya kini bergetar karena takut. Ia tidak mampu membalas Blaise karena perkataan itu benar.

Sementara itu Hermione baru saja menyelesaikan kelas Herbologinya di Rumah Kaca. Saat ingin kembali ke asrama, ia melihat kerumunan murid di Central Park.

"Ada apa ini?" Tanyanya pada Patil Twins yang kebetulan ada disana.

"Murid Slytherin membully Draco Malfoy." Kata gadis berdarah India tersebut.

APA?!

Dengan cepat Hermione berusaha menerobos kerumunan tersebut. Ia tercekat melihat Theo mencengkram kerah Draco.

"Hentikan!" Teriak Hermione secara spontan. Ia menggunakan tongkatnya untuk menjauhkan tangan Theo dari Draco.

Theo terlihat semakin marah. "Bloody Hell! Apa masalahmu, Granger?!"

"Pergilah, Granger." Draco memperingati Hermione untuk tidak ikut campur. Ia hanya tidak mau Hermione tersakiti karenanya.

"Ia tidak akan disini jika bersalah!" Kata Hermione menatap nyalang pada murid-murid Slytherin itu.

"Kau tidak sedang membela pengkhianat ini kan?" Tanya Daphne.

"Aku tidak..."

"Aku minta maaf." Kata Draco tiba-tiba dengan kepala tertunduk. Semua orang menjatuhkan rahangnya karena syok. Apakah mereka baru saja mendengar pangeran Slytherin meminta maaf?

"Kalian tidak usah khawatir. Ayahku pasti akan mendapat hukuman seberat-beratnya karena sudah melibatkan keluarga kalian. Aku juga akan meminta Professor McGonagall untuk mengeluarkanku dari sini secepatnya." Lanjutnya kemudian beranjak pergi, melewati orang-orang yang masih ternganga.

Semua orang terkejut, begitu juga Blaise, Theo, Pansy dan Daphne. Di satu sisi mereka berpikir bahwa ini memang bukan salah Draco atas apa yang dilakukan ayahnya. Tapi di sisi lain, mereka berpikir bahwa Draco tidak pantas untuk kembali ke Hogwarts. Mereka tidak percaya Draco yang penuh kuasa, ambisi dan segala kesombongannya bisa mengatakan hal itu. Apakah ini artinya Draco benar telah berubah?

Hermione masih mematung di tempatnya, tidak mampu mengejar Draco karena lelaki itu menghilang dengan cepat.

"Hermione!" Teman-temannya yang kebetulan ikut menonton, datang menghampirinya setelah kepergian murid-murid Slytherin.

"Kalian dengar itu tadi? Bloody Merlin! Aku merinding mendengar kata maaf keluar dari mulut Malfoy." Kata Ron. Sepanjang 18 tahun hidupnya, ia tidak pernah mendengar Malfoy menurunkan suaranya seperti itu.

"Yah, tadi itu memang mengejutkan. Apa dia benar-benar serius dengan ucapannya?" Tanya Neville.

"Aku tidak tahu, tapi auranya memang berbeda." Sambung Ginny.

"Semua orang bisa berubah. Dan ia memiliki kesempatan untuk itu. Malfoy sudah menunjukkannya beberapa bulan ini." Ucap Harry menenangkan teman-temannya.

"Kita harus bisa memaafkan dan menerima apa yang sudah terjadi." Lanjut Harry lagi hingga membuat Ron menunduk, begitu juga Dean dan Seamus. Sepertinya mereka juga memiliki pemikiran bahwa Draco tidak sepenuhnya bersalah. Hermione menggamit tangan Harry seolah mengatakan terima kasih untuk kalimatnya yang menyentuh.

"Baiklah, ayo kita kembali. Sebentar lagi kelas akan mulai." Ucap Hermione membubarkan sekumpulan orang-orang yang masih berdiri disana.

Setelah menyelesaikan kelas terakhir, Hermione segera mencari keberadaan Draco. Anak laki-laki itu tidak terlihat dimanapun, termasuk ruang kelas. Oh ayolah, ia sangat khawatir dengan keadaan Draco. Apakah ia benar-benar akan meninggalkan Hogwarts?

"Draco please, where are you?" Gumamnya kalut.

.
.
.
TBC

A/N: disini aku nyeritain masalah pertemanan draco dan anak slytherin ya.

The End of the NightmareWhere stories live. Discover now