15

3.1K 451 7
                                    

Yaampun, aku terlambat lagi.

Aku mengecek jam yang ada dipergelangan tanganku. Ck. Telat 20 menit!

Sambil terus berlari menuju gerbang sekolah yang tinggal sejengkal lagi, aku melihat pak Choi yang sudah berkacak pinggang disana. Kepalanya geleng-geleng nggak jelas pula.

"Kamu ini ya!" Semprotnya sedetik setelah aku sampai didepan gerbang. Astaga Pak, nafas juga belum.

Handphoneku yang sedari tadi ada dikantong pun nggak henti-hentinya bergetar, pertanda ada yang telfon, atau ada banyak chat yang masuk. Nggak usah ditanya siapa, pasti Jenna.

"Ikut saya." Katanya dingin lalu membalikkan badannya, disusul aku dibelakang.

Nggak tau deh sudut sekolah mana yang akan kubersihin nanti.

***

"Haduuh udah dibilangin berapa kali coba, kalo tidur tuh ya yang normal-normal aja! Jangan sampe kelewat normal gini,"

"Hm."

"Kalo orang ngomong tuh didengerin! Jangan masuk kuping kanan, keluar lagi dari kuping kiri."

"Iya,"

"Pake alarm deh besok, kalo nggak mempan satu ya pake sepuluh lah biar bangun. Udah mau ujian nasional iniii kamu masih aja nggak maju-maju," Ia menggeram gemas.

Lah, jadi aku yang blushing gini.

"Heran aku sama kamu ya gustii,"

"Aku sih nggak apa-apa nemenin kamu terus, ya tapi dikondisikan dong masa hampir tiap minggu sih?"

"Pusing deh."

Dan..... bla bla bla yang lain.

Aku yang sedari tadi mendengarkan sambil membersihkan kamar mandi cuma bisa mengangguk-anggukan kepala.

"Kamu tuh dengerin nggak?!" Aku tersentak ketika doi tiba-tiba meninggikan nada suaranya. Astaga, bikin jantung kayak mau loncat. Untung sayang, jadi dimaafin.

"Galak banget, tumben."

"Abis kamu tuh nggak berubah-berubah. Males aku. Nih," Katanya sambil menyodorkan minuman dingin untukku. Galak aja tetap perhatian.

Senangnyaa, hahaha.

"Ya maafin dong, ini juga tadi bangun karna disiram sama Ibu."

"Pffftt." Doi nahan ketawa yang nggak ada gunanya, pasti ujung-ujungnya ketawa kenceng banget. Mirip setan baju putih pula kalau ketawa.

Aku cuma melihatnya jengkel sambil menaruh pel disudut toilet. Udah, lama-lama pusing juga mencium bau yang nggak enak ditoilet.

Aku menggandeng tangannya yang masih aja ketawain aku. Hih.

"Besok kalau kamu nggak bangun aku aja deh yang siram!"

"Mau dong, hehehe."

"Nggak jadi,"

"Yaah."

"STOP YA NGOMONG GITU LAGI!!"

Hehehehe.

***

Malam-malam gini emang lebih enak kalau makan ayam goreng pinggiran jalan ditemani Jenna. Kalau urusan perut, Jenna pasti nomor satu. Kayak pemandangan yang ada didepanku ini. Daritadi doi makan ayam terus. Nggak takut meledak apa itu perut?

"Minum dulu," Aku memberikan gelas berisi air minum padanya, yang langsung disambar lalu diteguk hampir setengahnya.

"Pelan-pelan. Kalo keselek kan repot."

"Hehehehe. Laper, Han."

Aku hanya bisa berdecak melihatnya.

"Han,"

"Hm?"

Ada jeda yang cukup lama. Aku memperhatikannya yang daritadi mengeluarkan ekspresi serius.

"Apa?"

"....... Nambah lagi boleh nggak?"

Segala nyengir, pake puppy eyes pula. Mana tahan aku kalo gitu.

"Pesenlah, kamu yang bayar kan?"

"Idih!"

"Hahaha. Canda, beb. Pesen gih." Kataku sambil mengacak-acak rambutnya brutal. Sampe berantakan tuh rambut.

"ISH!" Gerutunya kesal lalu beranjak pergi.

Aku hanya tertawa melihatnya cemberut macem singa gitu.

Kira-kira kita tahan kayak gini sampe kapan ya, Jen?

a J team - Yoon Jeonghan ✔️Where stories live. Discover now