12 ~ Perhatian Itu

45 26 6
                                    

"GIIAAA.."

Mata Diko seakan beranjak keluar dari posisinya, ia begitu terkejut melihat sebuah bola mendarat tepat di atas kepala Gia.

Cewek tersebut langsung tergeletak tak berdaya di atas lantai. Semua mata menatap ke arah Gia dan si pelempar bola.

Seseorang langsung berlari menghampiri Gia yang sudah hilang kesadaran.

"Anagia bangun"

Ia berusaha menepuk-nepuk lembut pipi Gia. Tampak jelas kecemasan di wajahnya. Ia takut terjadi sesuatu pada gadis itu.

"Eh anak baru, lo kalo gak bisa main basket, gak usah sok-sokan"

Diko yang tidak terima melihat sahabatnya terkena bola basket langsung mengeluarkan emosinya secara tidak terkendali kepada si pelaku, yang lain dan tak bukan adalah Zico.

Tanpa berpikir panjang dan tanpa mempedulikan Diko, ia pun langsung mengangkat tubuh Gia yang tidak sadarkan diri.

Semua mata menatap tidak percaya akan apa yang dilakukan oleh seorang yang bernama Zico.

Si anak baru yang terkesan dingin pada setiap cewek-cewek yang menghampirinya. Bahkan sedikit senyum pun jarang ia keluarkan.

Namun beruntunglah Gia, tanpa harus ada usaha ia langsung bisa mendapatkan perhatian Zico. Walaupun harus mendapat ciuman bebas dari bola basket. Bahkan sekarang Zico telah menggendongnya menuju UKS yang terletak di lantai dua.

Bayangkan saja seberapa jauh perjalanan yang harus di tempuh Zico, dari lapangan basket, harus melewati beberapa kelas untuk menuju tangga yang memiliki tiga puluh anak, belum juga cukup perjuangan Zico, ia masih harus melewati sepuluh kelas.

Barulah ia bertemu ruangan UKS yang terletak di bagian paling ujung lantai dua itu.

Zico berusaha mengatur nafasnya yang seakan sudah hampir habis. Keringat telah membasahi seluruh tubuhnya, bibirnya sedikit pucat.

Tidak sedikit cewek-cewek yang menyaksikan perjuangan Zico untuk seorang Anagia. Bahkan banyak diantara mereka yang mencibir Gia, menyebar gosip bahwa ia hanya berpura-pura pingsan, agar bisa mendapat perhatian dari Zico.

Kekhawatiran terlukis jelas di wajah Zico yang sedikit memerah. Matanya tidak berhenti menatap pintu ruangan tempat Gia di periksa. Jemarinya saling bertautan, kakinya tidak henti ia gerakkan.

Hingga akhirnya seseorang keluar dari pintu tersebut.

"Gia tidak apa-apa, dia hanya syok saja. Sebentar lagi juga pasti sadar"

Petugas UKS tersebut kemudian berlalu meninggalkan Zico yang masih dengan kekhawatirannya.

Tanpa berpikir panjang ia memasuki ruangan tersebut, memastikan sendiri bagaimana keadaan gadis yang terkena bola basketnya tadi.

Tidak ada senyum yang terlukis di wajah Zico, tidak ada satupun yang tergambar disana. Yang ada hanya raut datar tanpa ekspresi.

Ia menatap sedikit lebih lama wajah Gia yang memucat. Terlihat ada suatu perasaan yang tertahan dari ekspresi wajah gadis yang pingsan itu.

Maafin aku

Tangannya tergerak untuk menyentuh wajah Gia yang masih dengan dunianya. Sedikit demi sedikit tangan itu semakin dekat, dan..

"Lo mau ngapain?"

TAP

Mata Zico mendadak melotot mendapati Gia yang tiba-tiba sadar, ia buru-buru menarik tangannya yang bekum sempat menyentuh wajah gadis itu.

"Gu.. gu.. gue cuma mau cek suhu tubuh lo doang"

"Lo jangan macam-macam sama gue"

Mata Gia menajam ke arah Zico yang sudah gugup setengah mati karena ia tiba-tiba sadar.

"Gue gak apa-apain lo"

Ia sedikit menjauhkan tubuhnya dari tempat Gia terbaring. Ia berusaha memperbaiki nafasnya dan kegerogiannya yang sudah hampir memuncak.

"Gue minta maaf"

Wajahnya kembali datar saat mengucapkan kalimat tersebut. Tidak selirikpun ia menatap ke arah Gia. Tatapannya lurus ke satu titik, yaitu kaca yang berada di depannya, lebih tepatnya disamping gadis itu.

Dengan menatap kaca tersebut ia bisa melihat bagaimana ekpresi gadis itu. Rupanya seorang Zico juga tidak berani menatap Gia.

"Gak gue kasih"

Gia menjawab dengan sedikit ketus. Entah kenapa gadis itu begitu kesal kepadanya. Apa karena kejadian tadi?

"Gue bakal minta terus"

Zico tetaplah Zico, jika keinginannya tidak terpenuhi, maka senyumpun tidak akan muncul di wajahnya.

"Bodo"

Gia memutar tubuhnya ke sebelah kanan. Matanya menatap tidak percaya, seketika ia tahu bahwa ada kaca yang berukuran dua kali dua meter di sampingnya.

Ia buru-buru menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, gadis itu benar-benar salah tingkah sendiri.

Kedua sudut bibir Zico terangkat melihat tingkah Gia, ternyata gadis itu mengetahui bahwa ia dari tadi tengah diperhatikan.

"Ngapain lagi lo disini?"

Gia bersuara dari balik selimut. Ia sedikit meninggikan nada suaranya. Tentu saja pertanyaan itu semakin membuat Zico mengembangkan senyumnya.

"Gue masih minta apa yang seharusnya gue terima"

Gia membuka selimutnya, lalu ia memasang sepatunya. Tanpa sepatah katapun ia turun dari tempat tidurnya.

"Lo mau kemana?"

Melihat tingkah Gia, Zico mencoba untuk menahannya agar ia tidak beranjak dari posisinya, karena sudah pasti kondisi gadis tersebut masih belum sepenuhnya pulih saat ini.

"Lo masih butuh istirahat"

Nada suaranya kembali dingin seperti sebelumnya.

"Yaudah gue pergi"

Akhirnya Zico memutuskan untuk pergi, membiarkan gadis itu istirahat sendirian. Ia berlalu begitu saja, masih dengan wajah tanpa ekspresi.

Gia menatap punggung Zico yang menjauh, wajahnya kembali menggambarkan ekspresi bahwa ia tengah khawatir.

Sangat banyak hal yang harus ia tahan sendiri, perasaannya yang begitu dalam, ditambah wajah itu, senyumnya, suaranya, apalagi kehadirannya.

Gue gak bisa liat lo lama-lama, apalagi sampai ngobrol sama lo.

Gia kembali ke tempat sebelumnya, ia merebahkan tubuhnya yang masih sedikit pusing. Pikirannya melayang jauh entah kemana. Begitupun hatinya yang tidak tenang, dan perasaannya yang sudah tidak dapat dimengerti, bahkan olehnya sendiri. 



Ayooo follow instagram Zico @razico.alfr dan Gia @anagia.shwk
Rameiiin yukkk...
Terima kasiih



Haii...

Bagaimana hari ini?

ada yang kurangkah?

atau membosankan?

jangan lupa masukannya yah teman-teman

terima kasih...

Seperempat Windu (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now